Melihat, Mengingat, dan Menghargai Sejarah dengan Backpass

Backpass

by Dex Glenniza Pilihan

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Melihat, Mengingat, dan Menghargai Sejarah dengan Backpass

Sebelum 24 Juli 1992, sepakbola sangat amat membosankan. Salah satu penyebabnya: setiap operan ke arah belakang (back-pass) boleh ditangkap penjaga gawang, baik back-pass yang disengaja maupun tidak.

“Sebuah pemikiran umum tentang laws of the game telah mempromosikan negativitas Piala Dunia 1990, khususnya satu bagian permainan dalam pertandingan grup antara Republik Irlandia dan Mesir di mana penjaga gawang Irlandia, Packie Bonner, membawa bola di tangannya selama hampir enam menit tanpa melepaskannya,” tulis Jonathan Wilson di bukunya, The Outsider: A History of the Goalkeeper.

Dahulu kesebelasan yang sudah unggul biasa membuang-buang waktu dengan mengoper bola untuk ditangkap penjaga gawang. Penjaga gawang biasanya memantul-mantulkan bola, berjalan tak lebih dari empat langkah (langkah kelima bisa menghasilkan pelanggaran), kemudian melepaskan bola, memberikannya kepada salah satu pemain bertahan. Pemain bertahan tersebut kemudian mengoper bolanya kembali kepada penjaga gawang, dan ia menangkapnya. Begitu terus sampai tamat.

Membayangkan satu paragraf di atas terjadi lagi dan lagi pada pertandingan-pertandingan sepakbola membuat kepala rasanya ingin pecah.

Pada kenyataannya, taktik ini sangat efektif sehingga bisa memakan hampir seperempat pertandingan; kadang lebih. Sebagai contoh, Liverpool mendominasi sepakbola Inggris dan Eropa pada 1970 dan 1980-an dengan mengandalkan back-pass. Denmark juga melakukannya saat juara Piala Eropa 1992.

Alhasil, pertandingan sepakbola menjadi sangat membosankan dan terprediksi.

Peraturan yang Mengubah Sepakbola Selamanya

Beruntung segalanya berubah setelah musim 1991/92 berakhir di Eropa. FIFA merilis back-pass rule yang membuat penjaga gawang dilarang menangkap bola yang “sengaja disepak kepadanya oleh rekan satu kesebelannya”. Jika itu terjadi, maka akan menghasilkan tendangan bebas tidak langsung di tempat ketika penjaga gawang menangkap bolanya.

Aturan ini mengguncang sepakbola, tapi dianggap sangat revolusioner dan berhasil mengubah sepakbola selamanya. Kesebelasan yang menang tak lagi sering mengulur waktu meski kemudian berkembang cara mengulur waktu “baru” (seperti pura-pura cedera).

Berkat aturan ini juga kecepatan permainan sepakbola meningkat. Banyak gol terjadi. Liga Inggris 46 gol lebih banyak daripada musim sebelum aturan back-pass diterapkan, Liga Italia 163 gol lebih banyak, Spanyol 41 gol, dan Perancis 92 gol.

Semua orang senang kecuali pendukung Liverpool karena The Reds belum pernah bisa juara Liga Inggris lagi sejak aturan back-pass diterapkan.

Pada 23 Juli 1992, back-pass terakhir yang legal untuk ditangkap pada pertandingan resmi terjadi saat kualifikasi Piala Dunia 1994 zona CONCACAF. Saat itu El Salvador menang 5-1 melawan Nikaragua. Sementara back-pass yang ditangkap penjaga gawang akhirnya menjadi ilegal satu hari kemudian.

Esok hari setelahnya, pada 24 Juli 1992 di sebuah pertandingan sepakbola di Olimpiade, back-pass rule akhirnya digunakan untuk pertama kalinya. Pada pertandingan itu, Italia menang 2-1 melawan Amerika Serikat di Camp Nou, Barcelona. Sejak itu, sepakbola berubah total.

Filosofi Mengoper ke Belakang

Saat aturan back-pass pertama kali dijalankan, banyak kesebalasan yang masih kebingungan. Hal ini tercermin pada pekan pertama Liga Inggris musim 1992/93.

Sama seperti saat pertama kali aturan offside, pergantian pemain, bahkan VAR diterapkan, banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh semua pihak dari mulai pemain, manajer, wasit, hakim garis, sampai penonton. Setiap perubahan di sepakbola pasti tak berjalan mulus.

Sebenarnya back-pass sendiri cukup sederhana. Back-pass hanyalah mengoper ke belakang karena permainan sepakbola tidak selalu harus maju ke depan. Sepakbola terus mencari ruang, sehingga ketika tak ada ruang yang meyakinkan di depan, pemain bisa melakukan operan ke belakang (back-pass) untuk membuka ruang kosong lainnya.

Melalui back-pass kita bisa belajar banyak hal, untuk senantiasa melihat ke belakang, mengatur ulang kembali permainan untuk kemudian berproses ke depan, dan pada akhirnya kita tahu bola itu harus kita masukkan ke gawang lawan.

Mengoper ke belakang bukan berarti kemunduran. Sama seperti hidup, melihat sejarah adalah cara kita belajar untuk lebih baik lagi di masa depan.

Namun saat melihat ke belakang, saat melihat sejarah, memang ada “aturan” yang harus diperhatikan. Sejarah buruk tak sebaiknya diulang. Sejarah baik patut dikenang dan diharapkan terjadi lagi dengan lebih baik.

Pada sepakbola, “aturan” itu hadir melalui back-pass rule. Pemain bukannya tak boleh mengoper ke belakang secara disengaja, mereka hanya tak diperbolehkan jika sampai penjaga gawang menangkap bolanya.

Melalui sebuah larangan sederhana, aturan ini begitu lugas tapi mampu membuat sepakbola lebih menghibur, lebih cepat, dan lebih baik.

Selalu Ada Cerita Menarik dari Setiap Operan, Bahkan Operan ke Belakang

Sejarah adalah serangkaian kejadian di masa lalu. Setidaknya back-pass mengingatkan kami untuk selalu melihat sejarah, setiap hari, dari mulai kejadian-kejadian peringatan dari seluruh dunia, hari-hari besar, hari-hari wafatnya pelaku sejarah, sampai hanya sekadar memperingati hari kelahiran mereka.

Kami belajar dari sana, untuk tak mengulangi yang buruk, mengenang yang baik, dan mengukir masa depan yang elok.

Untuk sejarah-sejarah itu, maka kita jadi tahu 17 Agustus dirayakan sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 1 Januari sebagai Tahun Baru, 25 Desember sebagai Hari Natal, atau 12 Rabiul Awwal sebagai Maulid Nabi Muhammad SAW.

Baca kembali tulisan #BackPass pertama kami: Hide yang Tak Bisa Bersembunyi Lagi

Untuk tanggal-tanggal yang terlupakan, selalu ada pengingat jika 1 Mei 1963 adalah hari ketika Irian Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia, 31 Mei sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia, atau 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional.

Semua tanggal, setiap hari, pantas untuk diingat; dan semuanya tentu ada hubungannya dengan sepakbola. Sesederhana 16 Mei 1929 sebagai hari ketika Piala Oscar pertama kali diberikan, 10 Juli 1962 ketika Satelit Telstar diluncurkan, 23 Februari 1991 saat restoran McDonald’s pertama kali dibuka di Indonesia di Sarinah (Jakarta), sampai 8 April 2013 ketika tak ada satu pun di atas lapangan hijau yang menangisi kepergian Margaret Thatcher.

Sementara dari hal yang berkaitan langsung dengan sepakbola, di situ ada kenangan 28 Mei sebagai tanggal paling sering digelarnya final Liga Champions UEFA, 26 Februari 1973 sebagai kelahiran Ole Gunnar Solskjær, 29 April 2007 sebagai hari ketika Arsenal juara Liga Champions, 5 Juli 2012 sebagai hari ketika IFAB mengizinkan penggunaan teknologi garis gawang, sampai yang tidak penting seperti 4 Juli 1998 saat komentator Belanda menyebut nama Dennis Bergkamp 10 kali setelah Bergkamp mencetak gol indah ke gawang Argentina.

“Kita bukanlah pencipta sejarah. Kita diciptakan oleh sejarah,” kata Martin Luther King Jr.

Ada banyak kejadian di masa lalu bernama sejarah yang membentuk kita sebagai umat manusia. Ada banyak sejarah juga yang senantiasa membentuk sepakbola kita. Dari mulai tiang gawang pertama, televisi berwarna yang memengaruhi warna seragam dan bola, sampai diperkenalkannya pergantian pemain.

Dari semua itu, aturan back-pass adalah salah satu tonggak sejarah yang mengubah sepakbola selamanya.

Dalam permainan sepakbola, selalu ada cerita menarik dari setiap operannya, bahkan operan ke arah belakang (back-pass). Oleh karena itu, melalui backpass juga kami berusaha terus melihat, mengingat, dan menghargai sejarah.

Komentar