Apanya yang Ngahiji?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Apanya yang Ngahiji?

Oleh: Ardy Nurhadi Shufi

Sejumlah bobotoh dari Viking Persib Club dan komunitas suporter Persib lain hadir pada latihan Persib jelang laga melawan Persija di pekan ke-11 Liga 1 2023. Yang jadi berbeda dengan hari-hari latihan lainnya, para bobotoh yang datang pada latihan Rabu, 30 Agustus 2023 tersebut datang tidak hanya menonton, melainkan juga memberikan chant hingga membentangkan banner dukungan.

“DOA KAMI TETAP YANG TERBAIK UNTUK TIM PERSIB” tertulis pada salah satu banner tersebut. Pesan ini tampaknya sebagai ungkapan bahwa meski bobotoh saat ini sedang ‘menepi sejenak’, mereka tetap dan selalu berharap Persib mendapatkan hasil maksimal walau tanpa dukungan langsung di stadion pada hari pertandingan.

Viking Persib Club, kelompok suporter Persib dengan basis terbesar, memutuskan untuk melakukan aksi ‘menepi sejenak’ sebagai aksi lanjutan setelah melakukan walk out sebelum laga kandang perdana musim 2023/24 menghadapi Madura United berakhir. Viking kecewa dengan manajemen PT PBB dan Panpel Persib perihal kenaikan harga tiket dan banyaknya hambatan saat pembelian tiket.

Aksi tersebut sebenarnya sudah direspons langsung oleh pihak Persib. Lewat laman resminya, Persib yang diwakili oleh Direktur Operasional, Muhammad Iskandar, mengatakan bahwa sistem penjualan tiket online akan terus dilakukan dan upaya-upaya untuk mempermudah fanbase mendapatkan tiket telah dilakukan, namun dari pihak Persib mengakui bahwa adanya kesulitan sosialisasi dan pengumpulan data yang tidak sempurna dari anggota Viking dan Bomber.

Sayangnya, sejak pernyataan resmi Persib pada 3 Juli 2023 itu, belum ada lagi tindak lanjut hingga saat ini. Hal tersebut membuat aksi ‘menepi sejenak’ masih dilakukan hingga pekan ke-10, sehingga Persib yang sudah menjalani lima laga kandang memiliki rata-rata kehadiran suporter kurang dari 9 ribu (dari kuota 28 ribu per pertandingan).

Tobias Ginanjar, Ketua Umum Viking sempat memberikan statement bahwa Viking siap berdialog dan berdiskusi terbuka untuk segera menyelesaikan masalah ini. Sayangnya Persib tidak/belum menggubris ajakan ini.

Sampai Kapan?

Persib saat ini menempati peringkat ke-11. Sebelum dua kemenangan beruntun pada pekan ke-9 dan ke-10, Persib berada di zona degradasi setelah hanya sekali menang dari 8 pertandingan.

Aksi ‘menepi sejenak’ tak bisa dimungkiri berpengaruh besar pada hasil Persib. Persib meraih kemenangan perdana dengan status sebagai tuan rumah baru pada pekan ke-10. Persib tak bertaji di kandang sendiri. GBLA tak lagi angker. Laga kandang jadi tak ada artinya tanpa suporter.

Ribuan bobotoh memang tetap menghadiri laga kandang Persib. Namun mayoritas yang hadir itu hanya sebatas menonton. Bobotoh yang hadir hanya menikmati pertandingan dan bereaksi ketika ada insiden atau momen penting.

Berbeda jika stadion dipenuhi oleh suporter, dalam hal ini Viking dan komunitas lainnya bagi Persib. Tidak hanya menonton, komunitas-komunitas suporter ini secara terorganisir akan membuat riuh stadion lewat nyanyian maupun chant. ‘Teror’ pun akan diberikan agar tim lawan gemetar dan tak nyaman.

Laga menghadapi Persija pada pekan ke-11 memang berlangsung di Stadion Patriot, Bekasi, dengan Persija sebagai tuan rumah. Tapi mengingat laga ini merupakan laga penuh gengsi, tak heran Viking yang sedang ‘menepi sejenak’ meluapkan dukungannya saat Persib menjalani latihan dan melupakan masalah dengan manajemen untuk sementara waktu demi Maung Bandung bisa tampil ganas dan mendapatkan hasil maksimal saat menghadapi Persija.

Bagi saya ini adalah momentum untuk Persib menyelesaikan persoalan. Viking yang sejak awal sudah membuka lebar-lebar pintu untuk menuju penyelesaian, sudah selayaknya mendapatkan penjelasan dan kejelasan.

Saya, dan mungkin banyak bobotoh yang lain, sebenarnya heran dengan situasi ini. Sebenarnya, apa sih yang membuat Persib ‘memelihara’ situasi yang tidak mengenakkan ini? Sampai kapan manajemen Persib membatasi dan mempersulit bobotoh untuk mendukung tim yang menjadi bagian dari hidupnya?

Modernisasi jadi salah satu isu penyebab terjadinya ‘pecah kongsi’ ini. Kharisma Putra selaku Kepala Pengembangan Bisnis klub, lewat akun X pribadinya @kh_putra, beberapa kali membahas soal industri sepakbola. Postingannya yang banyak dikomentari oleh bobotoh adalah ketika dirinya menyinggung soal anti modern football dan ketika meng-quote masalah ticketing Arsenal dengan mengatakan "perubahan memang tidak pernah terjamin selalu smooth".

Saya mewajarkan pro dan kontra yang terjadi. Namun yang saya sayangkan adalah reaksi dan cara komunikasi manajemen Persib yang terkesan tidak ingin mendengarkan suara bobotoh. Bahkan seperti api yang disiram bensin, alih-alih meredam situasi, akhirnya polemik yang ada justru semakin menjadi-jadi akibat respons `mereka`. Bukannya dirangkul, bobotoh seakan didikte untuk mengikuti cara ‘mereka’ me-modernisasi Persib tanpa kompromi.

Manajemen Persib tidak bisa mengesampingkan suara bobotoh. Sudah bukan rahasia, bobotoh menjadi komponen penting bagi Persib dalam orientasi bisnis sehingga memiliki daya jual tinggi. Bobotoh adalah bahan jualan Persib dalam mencari sponsor. Jika berbicara bobotoh, maka itu mencakup semua elemen, bukan hanya fansib atau pemilik token Socios Persib.

Jika manajemen Persib masih ingin berjalan dengan ‘caranya sendiri’, maka tagline #Ngahiji (Bahasa Indonesia: bersatu) demi Menang Bersama yang terpampang jelas pada bio akun Instagram Persib itu pun menjadi semakin tidak relevan. Apanya yang ngahiji? Tidak ada menang bersama.

Contoh nyata dapat dilihat usai laga menghadapi RANS Nusantara. Para pemain Persib melakukan ‘Viking Clap’. Alih-alih melihat pemain Persib menabuh drum dalam setiap jeda tepuk tangannya, yang terlihat justru seperti animal abuse karena Arsan Makarin yang memimpin ‘Viking Clap’, mengayunkan pukulan pada punggung Prabu, maskot Persib berwujud harimau.

Bobotoh yang hadir saat itu memang menyambut aksi itu. Tapi Viking Clap tanpa dibarengi kehadiran Viking? It just a clap. Meaningless.

Saya sendiri sebenarnya kurang sreg dengan tagline atau slogan #Ngahiji (juga dengan #MenangBersama) Persib. Tidak ada fighting spirit pada kedua slogan itu; bandingkan dengan Wani-nya Persebaya, Ewako-nya PSM, atau Manyala-nya Borneo FC. Dalam Bahasa Sunda, ada banyak kata lain yang sepertinya lebih cocok dengan Persib sebagai tim sepakbola kebanggaan warga Jawa Barat seperti #Mangprangkeun, #Edankeun, #NuAing, dan lain-lain.

Sekarang slogan #Ngahiji demi Menang Bersama seolah meminta pertanggung jawabannya. Inilah saat yang tepat bagi #Ngahiji demi Menang Bersama untuk tidak hanya menjadi slogan yang dimengerti segelintir orang, melainkan juga untuk menjadi bagian dari perjalanan Persib dan bobotoh. Manajemen kudu daek ngahiji jeung bobotoh, babarengan ngadukung Persib meh bisa terus meunang! #NGAHIJI (manajemen harus mau bersatu dengan bobotoh, bersama-sama mendukung Persib agar bisa terus menang! #NGAHIJI)

Manajemen yang ada mungkin punya pertimbangan-pertimbangan tertentu atas langkah dan kebijakan yang diambil saat ini. Namun, perlu diingat, akan ada masanya manajemen yang sekarang ini harus diganti. Sementara, bobotoh sebagai pendukung Persib, akan tetap abadi.


Ardy Nurhadi Shufi, pengamat sepakbola.

Komentar