Liverpool vs Manchester United: Tidak Ada Hujan Gol di Anfield

Taktik

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Liverpool vs Manchester United: Tidak Ada Hujan Gol di Anfield

Kemajuan besar bagi Manchester United sebab berhasil menahan imbang Liverpool di Anfield. Laga yang mempertemukan dua klub dengan rivalitas tinggi tersebut berakhir dengan skor kacamata. Padahal, dalam dua pertemuan terakhir di Anfield, Liverpool minimal mencetak empat gol. Hasil ini membuat The Reds turun dari puncak klasemen sedangkan The Red Devils tergusur ke peringkat tujuh.

Dari sebelas pertama yang diturunkan, praktis tidak ada kejutan. Di kubu tuan rumah, Virgil van Dijk mengawal pertahanan bersama pasangan terbaiknya, Ibrahima Konate. Wataru Endo dipercaya memerankan holding midfielder agar Dominik Szoboszlai dan Ryan Gravenberch nyaman menyerang. Sementara tim tamu kembali menurunkan pemuda berusia 18 tahun, Kobbie Mainoo, sebagai double pivot bersama Sofyan Amrabat.

Sebelas Pertama Liverpool dan Manchester United (WhoScored)

Tidak Banyak Ancaman yang Berbahaya

Sepanjang pertandingan, Liverpool berhasil mendominasi penguasaan bola. Tim besutan Juergen Klopp tersebut mencatatkan 67,4 persen penguasaan bola dengan 83 persen penguasaan bola di area lawan. Tidak heran jika klub asal Merseyside tersebut berhasil melepaskan 34 tembakan yang 19 diantaranya diciptakan dari dalam kotak penalti. Mohamed Salah menjadi pemain yang paling sering menebarkan ancaman dengan catatan enam ancaman yang empat diantaranya tepat sasaran. Namun pertanyaanya, mengapa tidak ada satupun peluang yang berhasil dikonversi menjadi gol?

Data statistik memang sedikit menjebak jika tidak diperhatikan dengan seksama. Pada pertandingan ini, tercatat Liverpool menciptakan 34 ancaman. Sampai sini, sang tuan rumah terdengar sangat berbahaya. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, dari 34 tembakan tersebut tidak banyak yang berbahaya. Memang, 19 tembakan dilepaskan dari dalam kotak penalti. Tapi, dari semua ancaman, hanya delapan yang tepat sasaran (23,5%). Artinya, dari segi kuantitas ancaman, presentase ancaman yang berbahaya tidak lebih dari 30 persen.

Dari sisi kualitas ancaman pun berkata demikian. Data statistik yang (saat ini) relevan untuk mengukur kualitas ancaman adalah angka harapan gol atau sering dikenal dengan data expected goal (xG). Total xG yang Liverpool ciptakan menurut understat adalah 1,97. Angka ini menunjukan bahwa dari 34 tembakan yang mereka ciptakan harapanya mampu menghasilkan satu atau dua gol saja. Jika diperhatikan lebih lanjut, dari 34 tembakan tersebut, tembakan dengan xG tertinggi adalah sundulan Cody Gakpo di menit ke-91 dengan nilai xG sebesar 0,39. Sementara sisanya tidak ada tembakan yang memiliki nilai xG di atas 0,1. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa Liverpool baru mampu peluang paling berbahaya sepanjang pertandingan di penghujung laga.

Data Angka Harapan Gol (xG) dari Understat

Terlepas dari data statistik, pertahanan Manchester United pada pertandingan ini terkoordinasi dan terorganisasi dengan baik. Kemungkinan besar hal ini berasal dari kehadiran dua bek tengah super senior, Raphael Varane dan Johny Evans. Dua pemain tersebut memiliki banyak pengalaman sehingga mampu menjadi pemimpin di lini pertahanan tim besutan Erik ten Hag. Selain itu, keputusan Ten Hag bermain dengan dua pivot membuat keseimbangan tim lebih terjaga, baik pada fase menyerang, bertahan, maupun transisi.

Faktor lain yang membuat Liverpool gagal mencetak gol ke gawang sang tamu adalah Andre Onana. Mantan pemain Inter Milan tersebut tampil kokoh di bawah mistar gawang. Ia cukup jeli dalam penempatan posisi ketika potensi ancaman dari lawan meningkat. Tidak heran jika delapan tembakan ke gawang dari tuan rumah berhasil dimentahkan.

Serangan Balik ke Arah Sayap

Erik Ten Hag memang tidak memiliki banyak opsi di posisi gelandang namun ia cukup leluasa untuk memilih komposisi pemain di area sayap. Ia memiliki empat pemain sayap yang siap diturunkan yaitu Marcus Rashford, Antony. Alejandro Garnacho, dan Fecundo Pelistri. Namun pelatih asal Belanda tersebut pada akhirnya memilih Garnacho di sayap kiri dan Antony di sayap kanan. Pemilihan ini tentu memiliki tujuan yang terlihat jelas di lapangan.

Garnacho bermain di sektor sayap kiri akan berhadapan langsung dengan Trent Alexander-Arnold. Ten Hag sangat mengenal gaya permainan Trent yang sering membantu serangan sehingga sering meninggalkan posisinya. Dengan demikian, Ten Hag berharap Garnacho mampu memanfaatkan celah tersebut dan tidak terlalu banyak memberikan beban bertahan kepada Garnacho. Sementara di sayap kanan, Antony berhadapan dengan Kostas Tsimikas. Mantan pemain Ajax Amsterdam tersebut punya atribut untuk dapat memenangkan duel satu lawan satu. Harapanya, Antony mampu memaksa Tsimikas untuk menaruh perhatian lebih kepadanya sehingga tidak banyak terlibat dalam serangan.

Maka tidak heran, jika sepanjang pertandingan Manchester United memilih untuk menjaga area sendiri dan tidak melakukan high pressing dengan intensitas tinggi. Intensitas pressing meningkat hanya ketika Liverpool mencoba memasuki area sepertiga akhir. Organisasi pertahanan yang dipimpin Raphael Varane menjadi modal utama agar Man. United mendapat peluang untuk melancarkan serangan balik ke arah sayap.

Rencana Ten Hag untuk menyerang lewat serangan balik dari arah sayap pada pertandingan ini memang tidak menghasilkan gol. Beberapa kali Antony berhasil mengeksekusi rencana ini dari sayap kanan. Namun, minimnya dukungan dari rekan-rekanya membuat serangan tidak berjalan efektif. Salah satu peluang serangan balik terbaik tercipta pada menit ke-54 ketika Garnacho menerima umpan terobosan dari Kobbie Mainoo.

Jurgen Klopp sejak awal pertandingan menyadari ancaman serangan balik dari Manchester United. Untuk mengurangi ancaman tersebut, ia menginsturksikan anak asuhnya untuk menutup pergerakan dan jalur umpan lawan sesaat setelah penguasaan bola beralih ke kaki lawan. Strategi ini dieksekusi oleh para pemain menyerang terdekat dengan lokasi kehilangan bola. Sementara Endo bersama dua bek tengah bertugas sebagai rest defense (struktur pertahanan yang terbentuk ketika menyerang) untuk melindungi area-area yang ditinggalkan rekan-rekannya.

Rencana Klopp cukup efektif sebab para pemain sangat agresif ketika merespon kehilangan penguasaan bola. Van Dijk, Konate, dan Endo cukup tenang dan memiliki kemampuan pembacaan permainan yang cerdik. Meski beberapa kali lawan berhasil mengakses ruang-ruang kosong. Akurasi umpan dari Manchester United yang buruk (71,3 persen) memudahkan Liverpool untuk terhindar dari serangan balik.

Komentar