Gunnar Nordahl dan Ratusan Gol Olimpiade 1948

Backpass

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Gunnar Nordahl dan Ratusan Gol Olimpiade 1948

“Nordahl lahir untuk mencetak gol. Dia bukan yang paling atletis, tapi dia begitu cerdas dalam menemukan ruang dan bisa mencetak gol dengan mata tertutup,” ujar George Raynor.

Wajar Raynor melontarkan pujian setinggi langit. Gunnar Nordahl adalah salah satu penyerang andalannya di Tim Nasional Swedia. Namun keliru jika Raynor disebut mengada-ada.

Kecerdasan Nordahl menemukan ruang mencetak gol tinggi. Begitu tinggi sampai dia bisa membuat timnya mencetak gol justru dengan menarik dirinya keluar dari lapangan.

Empire Stadium, Wembley, Inggris, 10 Agustus 1948. Nordahl berada paling dekat dengan gawang lawan saat timnya memulai serangan balik. Jika dia tidak melakukan sesuatu maka serangannya akan batal karena dia dalam posisi offside. Maka ia berlari ke arah gawang Denmark, dan tak berhenti sampai tubuhnya tak lagi berada dalam lapangan.

Dengan menarik diri keluar dari permainan Nordahl membuat serangan bisa terus berjalan. Keputusannya terbukti tepat: serangan balik Swedia berakhir dengan gol Henry Carlsson.

Swedia memenangi pertandingan semifinal Olimpiade 1948 tersebut 4-2. Nordahl tidak mencetak gol hari itu, tapi tetap mengakhiri kejuaraan sebagai pencetak gol terbanyak.

Awal Dominasi Eropa Timur

Perang Dunia II membatalkan dua edisi Olimpiade. Setelah Berlin 1936, giliran Tokyo atau Helsinki yang menjadi tuan rumah. Namun edisi 1940 itu tak terlaksana. Pun begitu dengan London 1944. Olimpiade baru kembali digelar pada 1948, dengan London sebagai tuan rumahnya.

Dua belas tahun jeda, walau demikian, tidak sia-sia. Selama rentang waktu tersebut sepakbola profesional berkembang. Jumlah pemain amatir di level internasional pun berkurang. Selama jeda itu pula tim-tim Eropa Timur perlahan memulai dominasi mereka di sepakbola. Juara cabang olahraga sepakbola pria di Olimpiade 1948, walau demikian, adalah Swedia.

Prestasi Swedia sebagai satu-satunya negara di luar Blok Soviet yang berhasil meraih medali emas cabang olahraga sepakbola pria di Olimpiade baru disamai Perancis di Los Angeles 1984. Di antara dua penyelenggaraan tersebut, medali emas diraih Hungaria, Uni Soviet, Yugoslavia, Hungaria, Hungaria, Polandia, Jerman Timur, dan Cekoslowakia.

Hujan Gol di London

Cabang olahraga sepakbola pria di Olimpiade 1948 diikuti 18 tim, dari 26 Juli hingga 13 Agustus tahun itu. Dari 18 pertandingan yang digelar, 102 gol tercipta (rata-rata 5,66 gol per pertandingan). Sebanyak 22 di antaranya dicetak Swedia.

Dari 22 gol yang dicetak Swedia dalam 4 pertandingan, 12 di antaranya bersarang di gawang Korea Utara dalam kemenangan 12-0 di perempat final.

Tidak ada hasil imbang di Olimpiade 1948, dan hanya ada satu pertandingan yang berakhir 1-0. Luksemburg mengalahkan Afghanistan 6-0; Yugoslavia mengalahkan Luksemburg 6-1; Britania Raya menang atas Belanda 4-3; Turki mengalahkan Tiongkok 4-0; Korea Selatan menang 5-3 atas Meksiko; Italia menang telak 9-0 melawan Amerika Serikat; Denmark mengalahkan Italia 5-3.

Pertandingan perebutan medali perunggu antara Britania Raya dan Denmark berakhir 3-5. Pertandingan final, walau tak menghadirkan lebih banyak gol, berakhir dengan kemenangan 3-1 Swedia atas Yugoslavia.

Dua pemain mengakhiri kejuaraan dengan mencetak tujuh gol: John Hansen (Denmark) dan Gunnar Nordahl (Swedia). Henry Carlsson (Swedia), Kjell Rosen (Swedia), dan Francesco Pernigo (Italia) masing-masing mencetak lima gol sementara Stjepan Bobek (Yugoslavia) mencetak empat gol.

Gre-No-Li

Tim Swedia jauh dari kata beruntung. Tiga di antara para pemenang di London 1948 adalah Gunnar Gren, Gunnar Nordahl, dan Nils Liedholm.

Penampilan gemilang di Olimpiade mengantar Nordahl ke hidup baru. AC Milan merekrutnya dari IFK Norrkoping pada Januari 1949. Dia tinggalkan Swedia dan pekerjaannya sebagai pemadam kebakaran untuk menjadi pesepakbola profesional di Italia.

September 1949, Gren dan Liedholm menyusul Nordahl. Kerja sama ketiganya membuahkan 71 gol dalam 38 pertandingan di musim 1949/50.

Nordahl bertahan di Milan sampai 1956. Dalam 257 pertandingan Serie A dia mencetak 210 gol. Lima kali Nordahl meraih penghargaan Capocannoniere, terbanyak di antara semua nama yang pernah menjadi top scorer Serie A—bahkan yang bisa empat kali menjadi pencetak gol terbanyak Serie A saja tak ada.

Trio Swedia ini dikenal dengan nama Gre-No-Li, dan bersama-sama mempersembahkan gelar juara Serie A 1950/51 dan 1954/55.

“Satu hal yang kusadari begitu tiba di Italia adalah pergerakan di Swedia lebih terbuka, jadi aku memanfaatkannya untuk menemukan celah di antara para pemain bertahan,” ujar Nordahl. “Liedholm dan Gren selalu memberiku umpan terobosan yang sempurna, sehingga aku bisa mencetak banyak gol mudah.”

Nordahl hanya merendah. Setidaknya menurut Gren.

“Dia menyepak bola dengan begitu kuat, bahkan bisa mencetak gol dengan kaki kirinya [yang lebih lemah]. Dia mencetak gol sederhana dan spektakuler. Dia menyelinap ke posisi yang tidak diketahui ada oleh pemain-pemain lain. Dia salah satu pemain terbaik yang ada, dan menurutku salah satu pencetak gol terbaik.”

Pada 1958, di usia 38 dan 36 tahun, Gren dan Liedholm masih memperkuat Swedia di Piala Dunia 1958. Nordahl yang berusia 37 tahun tidak ambil bagian di kejuaraan yang digelar di rumah sendiri.

Walau demikian Swedia terus melaju sampai ke final. Di puncak, mereka kalah dari Brasil dan seorang pemuda 17 tahun yang kemudian tumbuh menjadi salah satu pemain terbaik sepanjang masa, Pele.

Komentar