Eropa Timur, Figuran di Kompetisi Eropa

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Eropa Timur, Figuran di Kompetisi Eropa

Oleh: Fajar Wahyoko*

Hingga penyelenggaraan Liga Champions musim ini, baru dua kali kesebelasan dari ujung timur Eropa meraih juara. Mereka adalah Steaua Bukuresti (Rumania) pada musim 1985/1986 dan Red Star Belgrade (Serbia) pada musim 1990/1991. Selebihnya, kesebelasan dari timur Eropa tak lebih dari sekadar figuran.

Apa yang ada di benak Anda saat mendengar “Eropa Timur”? Komunis? Konflik tiada henti? Sejatinya, tidak ada konsensus yang presisi soal negara-negara mana saja yang termasuk ke dalam Eropa Timur. Soalnya “Eropa Timur” selain soal geografis juga memiliki makna konotatif soal geopolitik, budaya, dan sosial-ekonomi.

Secara geografis Eropa Timur mencakup negara-negara di bagian timur Benua Eropa. Dari sisi frase, istilah “Eropa Timur” awalnya digunakan oleh negara-negara Barat untuk mengelompokkan seluruh negara Eropa yang tadinya dikuasai rezim komunis. Dari “komunis” itu pulalah dipastikan kalau negara-negara Eropa Timur pastilah pecahan Uni Soviet seperti Armenia, Azerbaija, Belarusia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Latvia, Lithuania, Moldova, Rusia, dan Ukraina.

Kemudian ada pula negara-negara pecahan Yugoslavia seperti Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Montenegro, Serbia, dan Slovenia; ditambah lagi negara di sekitarnya yang pernah terpapar komunis seperti Albania, Bulgaria, Republik Cheska, Hungaria, Polandia, Rumania, dan Slovakia.

Beberapa negara pun digolongkan ke dalam Eropa Timur karena faktor geografis seperti Yunani, Turki, Siprus, dan Israel. Namun, beberapa negara tersebut juga dimasukkan ke dalam Eropa Tenggara.

Figuran

Setelah Red Star meraih juara, hampir tidak terdengar lagi gaung kesebelasan di Eropa Timur dalam kompetisi Eropa. Jangankan menjadi juara, dianggap sebagai kuda hitampun merupakan capaian yang terbilang tinggi. Praktism cuma Panathinaikos (Yunani) pada musim 1995/1996 dan Dynamo Kiev (Ukraina) pada musim 1998/1999 yang mampu melaju hingga babak semifinal Liga Champions.

Musim ini ada dua kesebelasan asal Eropa Timur yang masih berlaga di Liga Champions. Mereka adalah Zenit Saint Petersburg (Rusia) serta Dynamo Kiev (Ukraina). Namun peluang keduanya untuk lolos ke babak selanjutnya terbilang sulit. Zenit tertinggal 0-1 dari Benfica sementara Kiev kandas 1-3 dari Manchester City.

Faktor yang membuat sulitnya negara-negara Eropa Timur bersaing salah satunya adalah diberlakukannya koefisien untuk setiap negara. Ini yang membuat negara-negara di Eropa Timur bergantung pada koefisien ini. Hal ini berbeda dibandingkan format lama di mana setiap negara hanya boleh mengirim satu wakilnya.

Per 17 Februari 2016, negara Eropa Timur dengan koefisien tertinggi adalah Rusia di peringkat ketujuh dan Ukraina di peringkat kedelapan. Kedua negara tersebut mendapatkan jatah dua wakil di Liga Champions di mana satu kesebelasan langsung lolos dan satu lainnya mesti melewati babak kualifikasi. Turki dan Yunani pun demikian.

Di sisi lain, negara Eropa Timur lainnya mesti berjibaku terlebih dahulu di babak kualifikasi. Malah, tidak sedikit yang harus memulainya dari babak kualifikasi tertama. Hal ini tentu amat timpang jika dibandingkan dengan negara lain yang punya koefisien tinggi seperti Spanyol, Jerman, Inggris, Italia, dan Prancis yang notabene berada di Eropa sebelah Barat. Bahkan, Inggris dan Spanyol pernah mendapat kesempatan untuk mengirimkan lima wakilnya ke Liga Champions: Inggris pada musim 2005/2006 dan Spanyol pada musim ini. Jadi, jangan heran kalau akhir-akhir ini saat sudah memasuki babak perempatfinal dan terlebih lagi semifinal hanya dikuasai wakil dari 2-4 negara yang 'itu-itu' saja.

Apakah itu terjadi karena Eropa Timur kering dari pemain-pemain berbakat? Saya rasa tidak juga. Toh, buktinya banyak kesebelasan besar Eropa yang pemain andalannya berasal dari daerah Eropa Timur. Tak usah disebutkan siapa-siapa saja mereka, karena pasti daftarnya akan sangat panjang.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa liga-liga di Eropa Timur jauh tertinggal dalam hal prestise, ekspos media, apalagi dalam hal finansial. Hal tersebut tentunya sangat berkaitan dengan faktor uang atau ekonomi. Sehingga begitu ada pemain muda berbakat dari klub Eropa Timur yang tampak menonjol, maka klub-klub kaya berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Jangan salahkan klub, karena klub mana yang tak tergoda apabila diiming-imingi uang dalam jumlah yang besar. Begitu juga bagi si pemain, pemain mana yang tak tergoda apabila didekati klub besar dari liga-liga yang lebih mentereng serta berani memberikan gaji yang jauh lebih besar ketimbang klub lamanya. Sehingga klub-klub dari Eropa Timur tak ubahnya lebih mirip SSB atau akademi pembinaan pemain muda bagi klub-klub dari Eropa Barat. Akhirnya, semakin sulitlah bagi klub-klub Eropa Timur untuk mengalahkan klub-klub besar yang notabene diperkuat oleh pemain-pemain yang mereka cetak sendiri.

Sebenarnya negara-negara Eropa Timur tidak bisa dibilang sebagai negara miskin. Walau memang tidak semua, negara-negara di sana juga mempunyai banyak pertambangan minyak, gas bumi, dan pertambangan-pertambangan lainnya. Namun, entah mengapa taipan-taipan di sana lebih tertarik untuk mengembangkan bisnis dan berinvestasi khususnya dalam sepakbola di luar negaranya. Contoh termudah adalah saat Roman Abramovich, konglomerat asal Rusia, yang lebih memilih mengakuisisi Chelsea ketimbang memilih dan membesarkan salah satu klub dari negaranya sendiri. Begitu juga Alisher Usmanov yang mempunyai saham hampir 30% di Arsenal. Andai saja salah satu dari mereka mau menginvestasikan uangnya ke salah satu klub dari negara mereka sendiri, mungkin saja ceritanya akan lain. Tapi tentunya mereka tak bisa disalahkan, karena mereka bebas memilih klub mana yang dia mau.

Begitu juga apabila dipandang dari segi bisnis. Para pemilik korporasi dan sponsor-sponsor besar tentunya mereka lebih memilih klub-klub yang dirasa akan lebih menguntungkan bagi bisnis mereka. Dan, wajar apabila pilihan itu jatuh ke klub-klub Eropa Barat karena fans-fans mereka lebih banyak dan lebih menyebar di seluruh penjuru dunia dibandingkan klub-klub Eropa Timur.

Di Indonesia sendiri harus diakui bahwa sangat sedikit yang mengidolakan kesebelasan asal Eropa Timur. Saya sendiri bahkan belum pernah mendengar ada sekumpulan orang yang mendirikan fans klub untuk klub-klub dari Eropa Timur. Hal ini wajar karena tidak pernah ada stasiun televisi di Indonesia yang menayangkan pertandingan dari liga-liga di sana. Sehingga bagi kebanyakan orang Indonesia, tak akan menjadi soal bahkan tak mau peduli apabila tidak ada kesebelasan Eropa Timur yang mampu menjuarai Liga Champions lagi.

Namun, bukankah Liga Champions akan lebih sulit diprediksi apabila klub Eropa Timur mampu setara dengan klub-klub dari Eropa bagian barat? Selain itu akan lebih menarik rasanya apabila "The Big Ears" terbang untuk ketiga kalinya ke Eropa Timur.

Haruskah UEFA kembali menerapkan format lama agar kesebelasan Eripa Timur kembali berjaya? Haruskah menunggu sampai klub Eropa Timur tidak menjual bakat mudanya agar tak hanya sekedar menjadi kuda hitam di kompetisi klub-klub Eropa? Haruskah menunggu ada tuan kaya raya yang  siap menghamburkan uangnya agar klub Eropa Timur tak sekedar menjadi figuran? Dan, kalau memang benar bola itu bundar, lalu mengapa selalu menggelinding ke arah barat!? Ahh... Biarlah waktu yang menjawab.

foto: theguardian.com

Demi industri, peluang UEFA untuk menerapkan format lama tentu terbilang kecil, bahkan mustahil. Di sisi lain, UEFA tengah mengembangkan format yang tepat buat Liga Champions termasuk keterlibatan kesebelasan Eropa Timur, salah satunya dengan menerapkan aturan FFP. Namun, industri sejatinya membuat Liga Champions bukanlah ajang buat para champions karena peringkat kedua, ketiga, dan keempat, pun bisa berlaga di sini. Keterlibatan kesebelasan Eropa Timur ini menjadi menarik untuk dibahas. Sila kemukakan pendapat Anda di kolom komentar. - Redaksi

*Penulis adalah mahasiswa asal Banyuwangi yang berkuliah di Surabaya. Berakun twitter @Wahyokofajar.


Komentar