Kebangkitan Red Star di Eropa

Cerita

by Redaksi 16

Redaksi 16

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kebangkitan Red Star di Eropa

Orang-orang tidak begitu banyak mengenal nama Crvena Zvezda. Klub tersebut lebih populer dengan nama Red Star Belgrade di kancah persepakbolaan Eropa. Tidak hanya populer, tapi mereka juga pernah memiliki salah satu prestasi yang mentereng.

Sejarah mencatat, ketika Liga Champions masih bernama European Cup, Red Star berhasil menjadi juara pada 1990/91. Musim tersebut adalah terakhir kalinya penggunaan format babak gugur di kompetisi tersebut.

Saat itu, Red Star yang masih berada dalam bagian republik federal Yugoslavia memiliki skuat yang cukup mumpuni. Berisikan pemain-pemain Balkan, mereka mampu memenangi pertandingan melawan Olympique de Marseille di final Liga Champions. Sinisa Mihajlovic, Robert Prosinecki, dan Darko Pancev menjadi beberapa pemain yang menjadi bagian kesuksesan tersebut.

Namun setelah itu perjalanan klub yang berjuluk Crveno-beli itu seolah tidak terdengar kembali. Ketika kompetisi sudah berubah menjadi Liga Champions, mereka tak pernah sekali pun lolos ke fase grup.

Semuanya berubah ketika musim ini Red Star akan kembali merasakan atmosfer dari kompetisi yang pernah membesarkan nama mereka. Klub yang merupakan juara Superliga Serbia musim lalu itu kini tergabung di Grup C. Tak main-main, mereka akan bertemu dengan Napoli, Paris Saint Germain, serta Liverpool.

Kebangkitan tersebut seolah menjadi romansa tersendiri bagi Red Star dan rakyat Serbia. Bukan hanya prestasi yang diraih, melainkan mengingatkan kembali perjuangan politik rakyat Serbia yang membentuk klub tersebut.

Anti-Fasis, Nasionalis, dan Red Star Belgrade

Membicarakan sepakbola di wilayah yang merupakan bekas bagian dari Yugoslavia memang tak bisa dan tak mungkin dilepaskan dari hiruk-pikuk politik. Begitu pula dengan Red Star yang bukan sekadar klub sebuah olahraga, melainkan sebuah identitas politik.

Red Star sendiri terbentuk melalui usaha para penganut paham anti-fasis yang berada dalam naungan Serbian United Antifascist Youth League. Tengah bergelut dengan perang dunia kedua, mereka menjadi simbol bagi rakyat Yugoslavia.

Maklum, negara-negara di Eropa saat itu tengah merasakan efek dari perang dunia kedua yang tengah berlangsung. Gerakan fasis yang digalang oleh Benito Mussolini di Italia serta Adolf Hitler di Jerman tengah membesar di Eropa. Kekejaman mereka ditentang oleh banyak pihak yang pada akhirnya memunculkan gerakan anti-fasis.

Tidak mengherankan memang jika Red Star adalah sebuah klub yang berkembang menjadi gerakan anti-fasis saat itu. Bahkan setelah Josip Broz Tito yang menjadi presiden ‘seumur hidup’ Yugoslavia meninggal, Red Star tak lagi sekadar anti-fasis. Semangat nasionalis dari negara Serbia muncul seiring berjalannya waktu.

Serbia dan negara-negara yang sempat tergabung dengan Yugoslavia memiliki kebanggaan akan wilayah masing-masing. Semangat nasionalisme pun muncul setelahnya. Klub sepakbola menjadi salah satu media untuk menunjukkan seberapa besar bangsa yang belum sepenuhnya merdeka.

Red Star telah menjadi kebanggaan bagi rakyat Serbia, terutama setelah menjuarai Liga Champions. Belum lagi menjadi juara sebanyak 19 kali pada kompetisi teratas Liga Yugoslavia, mengalahkan 11 kali raihan juara Partizan Belgrade yang merupakan rival mereka. Kedua klub tersebut berhasil mendominasi persepakbolaan di Yugoslavia.

Kebanggaan terhadap klub yang bermarkas di Belgrade menjadi pemersatu, setidaknya untuk orang-orang yang berada di Serbia. Semangat nasionalis Red Star ditunjukkan dengan kedigdayaan sepakbola mereka.

“Sebuah mekanisme untuk mengikat orang-orang menjadi bersatu melalui euforia bersama,” ujar Ivan Ergic, mantan pemain Serbia dan FC Basel yang kini sudah pensiun, dikutip dari Balkan Insight.

Setelah mencapai prestasi puncak di Liga Champions, Red Star mengalami efek dari perpecahan di Yugoslavia. Perang yang terjadi membuat beberapa beberapa wilayah memutuskan untuk berpisah dan merdeka sebagai sebuah negara. Bosnia dan Herzegovina, Slovenia, Kroasia, dan Makedonia terlebih dahulu berpisah dan memerdekakan diri. Hasilnya, Yugoslavia tinggal menyisakan Serbia dan Montenegro sebelum akhirnya kedua wilayah tersebut juga berpisah pada tahun 2006.

Seakan hilang, Red Star tak pernah lagi memiliki prestasi yang mentereng ketika berlaga di Eropa. Prestasi terbaik hanya sebatas lolos ke babak 32 besar Liga Europa musim 2017/18 ataupun mencapai babak kedua Winners Cup melawan Barcelona musim 1996/1997. Meski berstatus sebagai salah satu juara Liga Champions dan setelah terlepasnya Serbia dari Yugoslavia, Red Star seakan tak lagi memiliki kekuatan di Eropa.

***

Perjuangan rakyat Serbia dalam menentang segala bentuk tindakan fasisme salah satunya terbentuk dalam klub Red Star Belgrade. Bahkan perjuangan tersebut menjadi semangat nasionalis yang membuat Serbia dapat merdeka sebagai negara dan terlepas dari Yugoslavia.

Namun, terlepas dari gerakan dan simbol politik yang menjadi bagian Red Star, mereka memang patut diperhitungkan jika mengingat sejarah keikutsertaan mereka di Liga Champions edisi terdahulu. Setelah absen cukup lama pada perhelatan Liga Champions, Red Star akan kembali beraksi dengan menghadapi Napoli di partai pembuka Grup C.

foto: ussoccerplayers.com

Komentar