Sepakbola Tanpa Suara Untuk Anak-anak

Cerita

by Redaksi 47

Redaksi 47

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sepakbola Tanpa Suara Untuk Anak-anak

Sudah sewajarnya jika sebuah pertandingan sepakbola disaksikan oleh banyak orang. Dari mulai pertandingan sepakbola profesional hingga pertandingan sepakbola antar anak-anak biasanya akan disaksikan sedikit ataupun banyak penonton.

Dan sudah merupakan hal yang wajar juga jika penonton yang berada di pinggir lapangan akan berteriak, sekedar memberikan dukungan atau hanya mengomentari kejadian-kejadian di lapangan. Apalagi jika pertandingan yang berlangsung adalah pertandingan antar klub sepakbola anak-anak, para orang tua yang menonton biasanya akan coba memberikan arahan-arahan kepada anaknya yang sedang bermain.

Sebuah klub sepakbola anak-anak asal Lebanon yang bernama Thunder United Metro Futbol Club melihat hal ini sebagai suatu hal yang kurang baik. Klub sepakbola yang memiliki anggota 150 anak-anak berusia 9 sampai 14 tahun ini mengadakan satu pertandingan sepakbola tanpa suara. Mereka melarang para orang tua yang menyaksikan dari pinggir lapangan untuk berteriak. Bahkan para pelatih yang berada di pinggir lapangan pun tidak banyak memberikan instruksi kepada para pemain.

Awalnya beberapa orang tua kurang suka dengan hal ini. Jim Speer, salah seorang penonton yang datang untuk menyaksikan cucunya bermain mengatakan, “Sulit untuk datang ke sebuah acara olahraga dan tidak boleh bersuara. Aku tidak tahu kenapa mereka melakukan ini.”

Namun beberapa orang tua lain mulai mengerti apa yang dimaksud para pengurus klub meminta mereka tidak banyak berbicara. Salah seorang penonton lain mengatakan, “Awalnya kami tidak yakin bagaimana bisa kami menonton pertandingan tanpa memberikan semangat kepada anak-anak kami. Namun kemudian kami mengerti setelah kami mendengar pendapat anak-anak kami mengenai hal ini. Mereka mengatakan bahwa mereka sangat menikmati pertandingan dan ingin bermain seperti ini lagi.”

Drew Forte, salah seorang anak berumur 11 tahun yang juga ikut bermain pada pertandingan tesebut mengatakan, “saat bermain aku memang merasa rindu mendengar dukungan dari orang tua ku. Namun disisi lain aku juga jadi bisa lebih berkomunikasi dengan teman-teman tim ku dan bermain sesuai dengan keinginanku.”

Menarik untuk melihat lebih dalam tentang apa yang dilakukan oleh klub sepakbola anak-anak asal Lebanon ini. Beberapa dari kita mungkin pernah merasakan seberapa nikmatnya permainan sepakbola saat masih anak-anak. Permainan lepas yang tanpa beban, hanya memikirkan bagaimana untuk bisa bersenang-senang di lapangan.

Ketika sudah dewasa, tanpa sadar kita merampas hak adik-adik kita untuk merasakan hal tersebut. Merasa lebih tahu soal permainan kita berteriak memberikan instruksi yang seharusnya belum saatnya adik kita menjalani instruksi tersebut.

Akan ada masanya seorang anak harus memainkan sepakbola dengan segudang instruksi yang harus dia jalani. Namun saat masih anak-anak, tugas mereka sesungguhnya hanya satu, bersenang-senang di lapangan.


Jadi ingat cerita liga anak-anak di Indonesia ini: Patahin Aja Kakinya!

Komentar