Kebangkitan Vegalta dan Sendai

Cerita

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kebangkitan Vegalta dan Sendai

Suporter Vegalta Sendai tidak seperti suporter pada umumnya. Suasana konser begitu erat dengan ketika mereka memenuhi tribune stadion. Mereka melompat ke kiri dan ke kanan, sembari memberikan dukungan kepada kesebelasan kesayangan dengan lagu "We`re Gonna Take It" yang diadopsi dari band Twisted Sister.

The Ramones, Sex Pistol, The Clash, bahkan Jimi Hendrix turut mewarnai kultur tribune suporter Vegalta yang bisa membuat para hipster sepakbola dunia iri. Seluruh suporter di Jepang hafal dengan kegemaran mereka melakukan crowdsurfing kala pertandingan.

Bagi penduduk Sendai secara umum, kehadiran kelompok suporter ini jauh lebih penting dari alasan keolahragaan. Mereka memberikan warna berbeda bagi kehidupan bermasyarakat di Sendai yang tergolong konvensional (meski jauh dari kata terbelakang karena mereka merupakan salah satu kota industri berpengaruh di Jepang).

Gaya eksentrik suporter Sendai memang tidak sepenuhnya diterima dengan tangan terbuka. Terdapat perbedaan yang kurang selaras dengan kearifan lokal. Kehadiran mereka tidak sampai menumbuhkan sinisme apalagi kebencian, tetapi jelas tidak dibanggakan. Situasi ini baru berubah drastis pasca gempa pada 2011.

Jepang dilanda gempa terkuat sepanjang sejarah pada 11 Maret 2011. Gempa berkekuatan 9,1 skala ritcher, yang turut tercatat sebagai gempa terkuat keempat di dunia, itu meluluhlantakkan wilayah Tohoku.

Tsunami yang menyusul memperparah situasi. Sebanyak 15.897 orang meninggal dunia, 6.157 luka-luka, dan 2,533 hilang (per Maret 2019). Lebih dari 1 juta bangunan terkena dampak (121,778 di antaranya hancur total).

Meski demikian, hidup harus tetap berjalan. Bangkit menjadi satu-satunya pilihan. Bagi warga Sendai (dan bahkan wilayah Tohoku), semangat dan harapan itu diwakili oleh Vegalta dan para suporternya.

Perlu dipahami bahwa Vegalta bukanlah kesebelasan ternama di Jepang. Selepas terdegradasi pada 2003, mereka harus malang-melintang di divisi kedua selama enam tahun. Mereka baru kembali ke J-League pada 2010.

Memasuki musim 2011, Vegalta adalah salah satu favorit degradasi. Gempa dan tsunami yang menerpa semakin memperkeruh harapan untuk bertahan.

Vegalta tidak punya modal mumpuni. Kandang mereka, Stadium Yurtec Sendai, rusak. Manajemen kesulitan merekrut pemain. Salah satu pemain asing yang telah dikontrak bahkan minta pembatalan kontrak karena takut terpapar radiasi nuklir (terjadi kebocoran di PLTN Fukushima Daiichi akibat gempa).

"Kami benar-benar kesulitan. Kami tidak tahu cara untuk melangkah maju. Banyak suporter Vegalta yang meninggal, banyak yang kehilangan rumah mereka," ujar Morishige Matsuba, staf strategic planning kesebelasan, kepada The Blizzard.

Tentu bukan hanya Matsuba yang berpikir demikian. Dengan persiapan seadanya, sulit membayangkan Vegalta bisa meraih hasil positif kala menjalani laga pertama pasca tsunami: tandang melawan Kawasaki Frontale.


Simak cerita dan sketsa adegan Rochi Putiray tentang cara menjadi suporter yang baik:


Tak disangka, sekitar 3.500 suporter justru menemani Vegalta. Mereka semua bernyanyi "Take Me Home, Country Roads" karya John Denver. Mereka mengingatkan para pemain bahwa masih ada yang patut diperjuangkan habis-habisan; kebanggaan membela Sendai.

Skuat Vegalta sama seperti skuat musim 2010. Mereka tahu betul betapa pedihnya masyarakat akibat bencana gempa dan tsunami. Mereka juga tahu betapa pentingnya kemenangan di atas lapangan bagi masyarakat Sendai. Meski tertinggal 0-1 terlebih dahulu, mereka mampu membalikkan situasi dan menang 2-1 di menit akhir pertandingan.

"Terima kasih kepada teman-teman. Kami tidak akan kalah sebelum kota kami kembali," tulis sebuah spanduk. Vegalta, yang awalnya adalah calon kuat degradasi, mengakhiri musim 2011 di peringkat keempat klasemen akhir.

Kisah kesuksesan Vegalta tidak akan terjadi tanpa peran suporter. Mereka merupakan tulang punggung para pemain di atas lapangan. Mereka selalu memadati stadion di setiap pertandingan, baik kandang maupun tandang.

Suporter Vegalta adalah salah satu yang pertama kali mendirikan posko darurat ketika tsunami menyapu daratan sejauh 10 kilometer. Mereka bekerja tanpa lelah untuk memberikan bantuan pada masyarakat, mengeyampingkan fakta bahwa mereka sebenarnya juga korban.

Di sela-sela jadwal pertandingan, para pemain Vegalta mengunjungi lokasi-lokasi penampungan. Mereka memberikan hiburan kepada anak-anak dan masyarakat. Kegiataan ini dilakukan berkat kerja sama dengan para suporter.

Aksi nyata dan kebaikan dari komunitas suporter sepakbola, perlahan tapi pasti, membuat masyarakat Sendai mulai mengakui bahwa Vegalta adalah bagian dari mereka. Vegalta memberikan harapan untuk bangkit bersama-sama dari keterpurukan.

Komentar