Ketika Zagorakis Menjadi Raja Eropa

Backpass

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ketika Zagorakis Menjadi Raja Eropa

“Kami merasa bahwa dia secara konsisten bermain baik sepanjang kejuaraan, dan dia meraih penghargaan man of the match di pertandingan pertama dan terakhir turnamen,” ujar Gerard Houllier, anggota technical committee Piala Eropa 2004.

“Dia bermain sangat baik dalam keenam pertandingan [di Piala Eropa 2004], dia menunjukkan kualitas kepemimpinan tapi dia tidak hanya seorang kapten yang sangat cakap, tetapi juga pemain yang sangat penting untuk timnya. Keahlian dan kemampuan teknisnya terlihat di setiap pertandingan.”

Houllier membicarakan Theodoros Zagorakis, kapten Tim Nasional Yunani di Piala Eropa 2004.

Setelah kalah dalam dua pertandingan pertama Kualifikasi Piala Eropa 2004, lolos ke Portugal tampak seperti angan yang sulit dijangkau untuk Yunani. Walau demikian, enam kemenangan beruntun di enam pertandingan berikutnya memastikan Galanolefki lolos ke putaran final.

“Kami mengalami kebahagiaan dari kelolosan,” ujar Zagorakis berkisah, sebagaimana dikutip dari laman web UEFA. “Kami semua sangat bahagia. Harapannya sangat sederhana: kami ingin berada di sana dan menunjukkan bahwa penampilan kami dalam dua tahun [kualifikasi] bukan kebetulan. Juga [untuk membuktikan] semua hasil yang membuat kami memuncaki grup sehingga kami lolos pun bukan kebetulan.”

Yunani tergabung di Grup 6 bersama Armenia, Irlandia Utara, Spanyol, dan Ukraina. Setelah delapan pertandingan Yunani berhasil mengumpulkan 18 poin, satu poin lebih banyak dari Spanyol. Keduanya lolos ke putaran final.

Walau demikian, pada pengundian grup, Yunani berada di Pot 4 bersama Bulgaria, Swiss, dan Latvia. Koefisien Yunani adalah yang terkecil kedua setelah Latvia. Bahkan Spanyol, yang mengakhiri kualifikasi satu poin di belakang Yunani, berada di Pot 2.

Undian fase grup kembali mempertemukan keduanya di Grup A. Dua slot lain diisi Portugal dan Rusia. Yunani dan Spanyol tak langsung bertemu karena pertandingan pertama memasangkan Portugal dengan Yunani: pertandingan pembuka turnamen melawan tuan rumah.

Secara mengejutkan, pasukan Otto Rehhagel menumbangkan Portugal 2-1, dengan gol balasan Portugal baru tercipta di menit ketiga injury time babak kedua.

“Kami tidak pantas kalah,” ujar Luis Figo seusai laga. “Yunani [hanya] punya dua peluang dan mencetak gol dari keduanya.”

Zagorakis punya pendapat lain: “Mungkin itu yang diyakini orang-orang Portugal, bahwa pertandingan melawan kami adalah pesta. Kami punya pendapat yang sama sekali berbeda. Kami tahu bahwa jika kami memulai kejuaraan dengan baik, kami bisa lolos. Dan itulah yang terjadi. Kami merasa baik, kami menunjukkan bahwa kami menyadari kemampuan kami di lapangan,” ujar pemain kelahiran 27 Oktober 1971 itu, dikutip dari laman web UEFA.

“Saya ingat kami tampil lebih baik dari lawan kami, yang merupakan tuan rumah; mereka diunggulkan dukungan suporter, mereka punya nama-nama yang lebih besar. Tapi di sepakbola juga ada hal-hal lain yang penting dan skuat Yunani menunjukkannya.”

Di pertandingan lain, Spanyol menang 1-0 atas Rusia.

Pertandingan kedua mempertemukan Yunani dengan Spanyol. Portugal, sementara itu, berhadapan dengan Rusia.

Yunani bermain imbang 1-1 melawan Spanyol melalui gol penyama kedudukan yang dicetak oleh Angelos Charisteas—yang juga pada akhirnya mencetak gol kemenangan Yunani di final kejuaraan.

Baca juga: Pahlawan Negeri Para Dewa

Sementara Yunani dan Spanyol berbagi angka, Portugal meraih tiga poin pertama mereka berkat kemenangan dua gol tanpa balas. Berada di posisi ketiga setelah dua pertandingan berarti Portugal harus memenangi laga terakhir, melawan Spanyol, untuk lolos dari fase grup. Yunani pun tidak bisa santai, karena dua tiket yang tersedia masih sangat mungkin diraih Portugal dan Spanyol.

Di laga ketiga, Zagorakis dkk kalah 1-2 dari Rusia. Namun mereka tetap lolos karena Spanyol kalah 0-1 dari Portugal. Tuan rumah lolos sebagai juara grup sementara Yunani dan Spanyol sama-sama meraih 4 poin dan sama-sama memiliki selisih gol 0. Yunani, walau demikian, lolos karena lebih produktif (4 gol, 4 kebobolan) dari Spanyol (2 gol, 2 kebobolan).

Yunani langsung berhadapan dengan Perancis di Estádio José Alvalade (Lisbon) sementara Portugal melawan Inggris di Estádio da Luz (juga Lisbon). Perancis saat itu masih diperkuat Zinedine Zidane, namun satu Zidane ternyata tak cukup untuk melawan sebelas pemain Yunani. Portugal, lewat adu penalti, menyingkirkan Inggris.

Semifinal satu mempertemukan Portugal dengan Belanda sementara di semifinal lainnya Yunani berhadapan dengan Republik Ceko. Sementara laga Portugal melawan Belanda selesai di 90 menit, Yunani baru lolos setelah silver goal Traianos Dellas menjadi penentu dari laga yang berkesudahan 0-0 di waktu normal. Portugal dan Yunani kembali bertemu di final.

Tuan rumah tentu saja lebih diunggulkan dari Yunani yang ikut serta di Piala Eropa saja baru dua kali. Narasinya waktu itu: waktunya pembalasan. Prediksinya: Yunani akan bermain negatif dan Portugal akan mencari gol cepat. Nyatanya: laga berjalan mengalir dan menarik. Kedua tim saling berbalas serangan.

Yunani, tak seperti di laga perdana, terbantu dukungan suporter. Di babak pertama Portugal menyerang ke arah tribun pendukung Yunani. Bising yang diciptakan para pendukung kuda hitam menjadi tembok tak terlihat yang, sedikit banyak, mencegah Portugal mencetak gol ke gawang Antonios Nikopolidis.

Babak kedua dibuka dengan peluang dari Pauleta, namun berada di depan pendukung Portugal pun gawang Yunani tetap tak tembus. Malah sebaliknya. Di menit ke-57, kebuntuan pecah. Charisteas menyundul masuk umpan sepak pojok Angelos Basinas.

Portugal menyerang dan menyerang, namun gol balasan tak kunjung tercipta.

“Begitu kami mencetak gol, lawan sulit mengalahkan 11 pemain yang dengan penuh semangat mempertahankan apa yang telah diraihnya,” ujar Zagorakis berkisah mengenai final. “Begitulah tim Yunani. Siapa pun yang bermain, tampil mati-matian untuk tim … yang paling penting adalah kami tidak panik.”

Tiga puluh tiga menit tentu cukup banyak waktu bagi Portugal untuk mencetak gol balasan; terlalu banyak waktu bagi Yunani untuk kebobolan. Namun skor 1-0 bertahan hingga laga usai.

“Alih-alih kelelahan, kami malah semakin banyak berlari dan tampak jelaslah bahwa kami lebih berhasrat untuk memenangkan piala. Kami ditekan, khususnya di menit-menit akhir. Namun kami tidak panik, kami tidak menyerah. Dan ketika Yunani mengakhiri pertandingan, rasanya seolah semua lampu mati … titik kosong di kenangan … saya terus tersenyum seperti orang bodoh entah untuk berapa menit … momen yang sulit dipercaya.”

Zagorakis tidak mencetak satu gol pun sepanjang kejuaraan. Asisnya pun hanya satu, di laga penting melawan Perancis. Namun dia tetap dinobatkan sebagai pemain terbaik untuk penampilan gigihnya sepanjang turnamen; penampilan yang membuat lini belakang Yunani benar-benar terlindungi.

Komentar