(On this Day 9 Februari) Pahlawan Negeri Para Dewa

Backpass

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

(On this Day 9 Februari) Pahlawan Negeri Para Dewa

Yunani bukanlah negara yang diperhitungkan dalam sepakbola. Sejak lama, Yunani “hanyalah” negara pencetus birokrasi, aristokrasi, hingga demokrasi. Yunani melahirkan orang-orang yang punya pengaruh besar terhadap negerinya, mulai dari Thales, Sokrates, Plato, Aristoteles, Phytagoras, hingga yang terbaru pada dekade lalu: Angelos Charisteas.

Tepat hari ini, 35 tahun silam, di dinginnya udara Strymoniko, sebuah desa di utara Yunani, Charisteas lahir ke bumi. Tidak banyak yang menyangka kalau pria  dengan tinggi 191 cm tersebut akan dipuja-puja.

Tak Disetujui Ayah

Charisteas tidak berasal dari keluarga pesepakbola, bahkan, orang tuanya tak suka-suka amat dengan sepakbola. Ayah Harry adalah seorang musisi. Ayahnya pun ingin sang anak mengikuti jejak karirnya. Karir sepakbolanya sempat terganggu karena sejak kecil ia juga berlatih alat musik.

Pada usia 13 Harry diperkenankan bergabung dengan kesebelasan di dekat rumahnya, Strymoniko Serron.  Sampai akhirnya, Aris Thessaloniki berminat merekrutnya pada 1997. Seperti halnya pemain muda, Charisteas mesti menunggu dari bangku cadangan. Pada musim pertamanya, ia hanya bermain sembilan kali dan mencetak gol. Namun, bukan itu titik balik Charisteas.

Pada musim pertamanya, ia sudah turut dalam keriaan gelar juara divisi dua Liga Yunani. Aris jelas bukan kekuatan utama di Yunani, karena saudara tuanya, PAOK, yang mencuri perhatian. Derby Thessaloniki merupakan salah satu yang terpanas. Semua mata, tertuju pada laga penuh emosi itu.

Saat itu, PAOK sedang kuat-kuatnya. Mereka mencoba mendobrak triopoli Olimpiacos, Panathinaikos, dan AEK Athens di liga. Charisteas beruntung karena ia diturunkan pada laga panas tersebut. Lebih hebatnya lagi, ia mencetak dua gol.

Aris pun mulai serius membina Charisteas. Mereka meminjamkannya ke Athainaikos pada musim 1998/1999. Bersama Aris, Charisteas bermain 87 kali dan mencetak 19 gol.

Karir Charisteas kian menanjak kala kesebelasan Bundesliga, Werder Bremen, merekrutnya pada musim 2002/2003. Di Bremen, ia dipercaya untuk turun sebagai starter. Pada musim pertamanya, ia bermain 31 kali dan mencetak sembilan gol. Bremen tahu benar kalau Charisteas membawa keberuntungan. Pada musim 2003/2004, Die Werderaner menjadi pemuncak Bundesliga dengan menyingkirkan rival mereka, Hamburger SV dan tentu saja sang penguasa Bundesliga, Bayern Munich.

Itu adalah masa-masa emas Charisteas. Bersama Bremen, ia dipanggil pelatih Yunani, Otto Rehhagel, untuk membantu “Negeri Dewa Dewi” melaju ke babak utama Piala Eropa 2004.

Yunani kala itu berada di grup 6 bersama dengan Spanyol, Ukraina, Armenia, dan Irlandia Utara. Dengan kualitas skuat yang ada, akan sulit bagi Yunani untuk bisa bersaing dengan Spanyol dan Ukraina. Benar saja, dalam dua pertandingan menghadapi Ukraina dan Spanyol, dua kali pula Yunani kalah. Namun, dramanya bukan di situ, karena Yunani memenangi semua laga sisa, termasuk menang atas Ukraina di kandang, dan Spanyol pada laga tandang.

Keberhasilan ini membawa kebanggan tersendiri bagi masyarakat Yunani. Bukannya apa-apa, karena mereka benar-benar hijau dalam kompetisi internasional. Ethniki hanya lolos pada Piala Eropa 1980 dan Piala Dunia 1994. Catatan itu pun tidak bisa dibanggakan karena mereka tidak pernah meraih satupun kemenangan!

Dibantu Dewa di Piala Eropa


Gol penentu melawan Portugal (Sumber gambar: mcfc.co.uk)

Yunani berada dalam grup neraka bersama (lagi-lagi) Spanyol, tuan rumah Portugal, dan kekuatan dari timur, Rusia.

Secara mental, Yunani sudah kalah duluan. Bagaimana tidak? Pertandingan pembuka mengharuskan Yunani menghadapi Portugal, sang tuan rumah. Entah dewa apa yang menolong Yunani kala itu, tapi mereka mampu membalikkan semua prediksi, dengan mengalahkan tuan rumah 2-1.

Pada pertandingan kedua, Yunani hampir saja kalah. Namun, gol Charisteas pada menit ke-66 berhasil membuat Yunani meraih satu poin atas Spanyol.

Pada pertandingan terakhir, Yunani butuh menang, Spanyol dan Portugal pun demikian. Yunani lagi-lagi terselamatkan. Walau mereka kalah 1-2 atas Rusia yang angkat koper duluan, tapi saingan mereka, Spanyol, juga kalah 0-1. Yunani lolos berkat unggul jumlah mencetak gol.

Pada babak perempat final, Yunani harus berhadapan dengan negara kuat Eropa, Prancis, yang diperkuat Fabian Barthez, Claude Makalele, Thierry Henry, hingga Zinedine Zidane. Namun, mereka tak bisa berkutik karena sundulan Charisteas pada menit ke-64 membuat Prancis harus mengubur mimpi seperti yang mereka lakukan empat tahun sebelumnya.


Pesta di mana-mana (Sumber gambar: sbnation.com)

Charisteas  membuktikan kapasitasnya. Gol tunggalnya pada menit ke-57, pada partai final, membuatnya seperti menyatukan dataran Yunani. Semua suporter turun ke jalan, menyalakan suar. Ini adalah mimpi, di mana hanya atas berkat dewa dewi semua bisa terjadi.

Atas penampilannya di Piala Eropa 2004, Charisteas masuk ke dalam tim bintang dalam kompetisi tersebut. Namanya pun tercatat dalam nominasi peraih Ballon d’Or.

Bersama Otto Rehhagel


Bersama Rehhagel (Sumber gambar: conti-online)

Kini, Charisteas telah pensiun. Namanya pun berada pada peringkat kedua pencetak gol terbanyak di timnas Yunani dengan 25 gol. Andai ia melanjutkan karir internasionalnya hingga Piala Dunia 2014, bukan tidak mungkin ia bisa melampaui torehan Nikos Anastopoulos, pencetak gol terbanyak Yunani dengan 29 gol.

Charisteas adalah pemain kesukaan Otto Rehhagel. Kemenangan Yunani pada 2004, disebut-sebut banyak orang sebagai kerjasama “Harry dan King Otto”. “Harry” adalah panggilan Charisteas saat merumput di Bremen.

Rehhagel adalah pelatih terlama di Werder Bremen. Walaupun tak pernah melatih Charisteas secara langsung, ia sepertinya tahu benar kualitas sang pemain, meski sang pemain kerap dicadangkan di Bremen.

“Dia tahu kalau aku percaya padanya seratus persen,” kata Otto, “Angelos ada di skuat yang saya bentuk, sejak saya menangani Yunani pada 2001. Saya segera berkata kalau dia adalah pemain yang harus kita percayai.”

Otto pula yang menjadi alasan Charisteas hijrah dari Bremen ke Ajax pada 2005. Otto mendesaknya untuk mendapat lebih banyak menit bermain.

**

Usai menang atas Prancis, kapten Yunani, Theodoros Zagorakis, berkata seperti ini, “Kami sekali lagi membuktikan bahwa jiwa Yunani ada selalu ada di atas lapangan (bersama kami), itu adalah hal terhebat yang Tuhan beri kepada kami.”

Ucapan Zagorakis itu ada benarnya. Dari semua pertandingan di Piala Eropa 2004, Yunani hampir tak pernah menyerang. Mereka menumpuk pasukan di belakang, untuk menghalau serangan lawan.

Lantas, bantuan dari dewa pun datang, merasuk ke dalam tubuh manusia bernama Angelos Charisteas. Tanpa Charisteas, tak akan ada jeritan dari penjudi yang merasakan kekalahan. Tanpa Charisteas, Piala Eropa hanyalah mimpi belaka.

Bahkan, Charisteas dengan yakinnya berkata seperti ini, “Ini adalah momen terhebat dalam karir saya. Ketika saya mencetak gol, aku pikir kami tidak akan kalah.”

Charisteas tidak sehebat penyerang dunia lainnya. Ia hanya bisa melompat, lalu menyundul bola. Namun, Charisteas adalah titisan dewa Tyche, putri dari Aphrodite dan Zeus. Dewa Tyche adalah dewa keberuntungan dalam kultur Yunani.

Kini, sang dewa sudah tak terlihat. Memang, ada kalanya titisan dewa harus beristirahat.

Sumber gambar: sportsmole.co.uk

Komentar