Kenapa Banyak Pengaturan Pertandingan di Piala Dunia Rusia

Cerita

by redaksi 27709 Pilihan

Kenapa Banyak Pengaturan Pertandingan di Piala Dunia Rusia

Oleh: Declan Hill

Potensi korupsi dan pengaturan pertandingan (match-fixing) di Piala Dunia banyak terbantu oleh para pejabat asosiasi sepakbola nasional yang korup juga. “Sikap ganjil” FIFA kepada para pejabat ini justru melindungi para pengatur pertandingan di Piala Dunia.

Paman Frankie (Uncle Frankie), si pengatur pertandingan, duduk di bak air panas dengan pemain-pemain Swedia di Piala Dunia.

Lokasinya di Los Angeles Hotel sebelum pertandingan perebutan peringkat ketiga dengan Bulgaria di Piala Dunia 1994. Uncle Frankie menawari para pemain ribuan dolar uang tunai untuk bantuan mereka di pertandingan itu.

Para pengatur pertandingan, Uncle Frankie dan yang lainnya, sudah sering terlibat di turnamen-turnamen sepakbola internasional sejak 1994:

Mereka ada di Piala Dunia U20 di Qatar pada 1995. Mereka ada di Olimpiade 1996 di Atlanta. Mereka ada di Piala Dunia U17 pada 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka ada di Piala Dunia di Perancis pada 1998. Mereka ada di Piala Dunia di Jepang/Korsel pada 2002. Aku melihat mereka di Piala Dunia di Jerman pada 2006. Mereka ada di Piala Dunia Perempuan di Tiongkok pada 2007. Mereka ada di Piala Afrika di Ghana pada 2008. Mereka ada di Piala Dunia 2010—di mana mereka sukses mengatur empat pertandingan yang dimainkan di Afrika Selatan sesaat sebelum dimulainya turnamen dengan bantuan dari seorang orang dalam yang merupakan ofisial organisasi tuan rumah South African Football Association (SAFA). Mereka ada di Piala Emas pada 2011. Mereka ada di Piala Dunia terakhir di Brasil pada 2014.

Banyak sumber—pemain, wasit, polisi, pihak keamanan, pelatih, ofisial, tukang taruhan, pejudi, pembantu pengatur pertandingan, dan pengatur pertandingan itu sendiri—yang mengatakan jika mereka dihampiri para pengatur pertandingan atau melihat para pengatur pertandingan di turnamen-turnamen ini.

Menurut sumber orang dalam yang sama, para pengatur pertandingan akan kembali beraksi pada Piala Dunia 2018. Mereka sudah dan akan mendekati para pemain dan pelatih untuk mengatur hasil pertandingan di beberapa laga selama turnamen: kami belum tahu apakah mereka akan berhasil. Namun pertanyaannya adalah bukan kenapa mereka akan berada di Rusia, melainkan kenapa mereka tidak akan berada di sana. Kondisi terpenting yang bisa membuat mereka bebas berkeliaran di turnamen-turnamen itu hampir tidak berubah. Berikut sejarah dan keadaan yang bisa mengizinkan para pengatur pertandingan beraksi di turnamen olahraga terbesar dunia.

Rusak karena Pengaturan

Frankie Chung, alias ‘Uncle Frankie’, adalah pengatur pertandingan visioner berkebangsaan Tiongkok-Indonesia yang menginspirasi era baru pengaturan pertandingan global. Di dunia pengaturan pertandingan ia dikenal sebagai seorang genius. Sebelum Uncle Frankie, adalah praktik biasa bagi banyak pemain atau tim untuk didekati oleh para pengatur pertandingan ketika mereka sedang berada di laga-laga sepakbola internasional yang dimainkan di Asia.

Pada 1986, contohnya, Tim Nasional Laki-laki Kanada dirusak oleh pengaturan skor ketika empat pemain mereka setuju dibayar untuk kalah dari Korea Utara pada pertandingan di Singapura. Timnas Laki-laki Kanada belum pernah lolos ke Piala Dunia sejak itu.

Namun Uncle Frankie membawa pengaturan laga-laga internasional ini ke level baru. Ia juga mengajari kelompok-kelompok pengatur pertandingan ternama dunia asal Singapura—Tan Seet Eng (Dan Tan), Rajendran Kurusamy (Pal), dan Wilson Raj Perumal. Uncle Frankie mengajar banyak saingan komersial mereka dari Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

Pada awal 1990-an Uncle Frankie sadar jika para pengatur pertandingan bepergian ke laga-laga manapun di dunia, mereka bisa dengan mudah menyusun pengaturan pertandingan.

Pada Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat, Uncle Frankie menguji keyakinannya terhadap pasar bebas. Ia memimpin sebuah kelompok pengatur-pengatur pertandingan ke turnamen itu. Kisah-kisah yang muncul adalah hal-hal yang melegenda: tim pengatur pertandingan Uncle Frankie menyediakan pelacur cantik untuk penjaga gawang agar ia mau membantu pengaturan pertandingan babak penyisihan grup.

Mereka bahkan mencoba mengatur salah satu pertandingan terpenting di turnamen itu, perebutan peringkat ketiga antara Swedia dan Bulgaria. Bertahun-tahun kemudian, empat pemain Swedia baru mau bicara soal pendekatan itu. Mereka berkata kepada majalah Offside bahwa “Frankie Chung” menetap di hotel yang sama. Ia sangat percaya diri dan bersahabat. Ia memberi mereka kartu namanya dan mengundang mereka ke kamarnya. Di sana, Chung mengeluarkan segepok gulungan uang tunai 100 dolar dan menelepon pengatur pertandingan lainnya yang, menurut dugaan, juga sedang melakukan pendekatan kepada beberapa pemain Bulgaria.

Para pemain Swedia mengatakan mereka buru-buru menolak dan pergi. Namun, di artikel Offside itu, kiper Lars Eriksson mengatakan ia bertanya-tanya soal pertandingan itu, ia mengatakan beberapa pemain Bulgaria tampak lesu dalam rentang waktu yang panjang di akhir babak pertama ketika Swedia mencetak tiga gol tak berbalas.

Wilson Raj Perumal, seorang terpidana pengatur pertandingan Singapura yang di persidangan mengaku mengatur laga-laga di dunia, menulis tentang Uncle Frankie di otobiografinya, Kelongs Kings.

“Orang-orang seperti Uncle adalah penjahat besar: apa yang kulakukan sekarang, mereka sudah lakukan saat itu. Aku tumbuh besar menonton ikan-ikan besar ini mengatur pertandingan di depan muka semua orang. Aku belajar dari mereka: mereka ada guru-guruku... aku pikir jika mereka bisa, aku juga bisa.”

Seorang pembaca mungkin berpikir keamanan di Piala Dunia sudah banyak kemajuan sejak 1994. Nyatanya tidak. Kondisi-kondisi penting untuk terjadinya pengaturan pertandingan di Piala Dunia tetap tersedia.

Semua Target Salah

Pada 29 April 2010, beberapa pekan sebelum Piala Dunia dimulai di Afrika Selatan, Jason Jo Lourdes, seorang runner (perantara antara bandar judi dan pemain atau pelatih) dari pengatur pertandingan asal Singapura berjalan masuk ke markas Asosiasi Sepakbola Afrika Selatan (SAFA). Hebatnya, ia mampu mengatur sebuah organisasi tuan rumah yang hampir bangkrut untuk bekerja dengan para pengatur pertandingan dalam menyediakan wasit untuk serangkaian pertandingan bergengsi hanya sesaat sebelum dimulainya turnamen.

Mereka bukan hanya sukses mengatur beberapa pertandingan di situ, mereka juga tinggal di Afrika Selatan selama Piala Dunia, melakukan pendekatan kepada para pemain dan wasit, mencoba menyogok mereka. Dalam otobiografinya, Perumal menulis tentang mendekati wasit-wasit lainnya di turnamen.

“Ketika Piala Dunia berlangsung, aku mencoba mendekati beberapa wasit, tapi usahaku tak sukses... Aku mendekati seorang wasit yang pernah bekerja untukku dan memimpin dua pertandingan Piala Dunia. Aku menawarinya 400 ribu dolar untuk setiap pertandingan, tapi karena ada salah paham sebelumnya, ia pikir aku terlalu comel dan ia menolak tawaranku.”

Selama Piala Dunia ini, beberapa sumber berkata kepadaku bahwa para pengatur pertandingan berada di Piala Dunia Afrika Selatan dan mereka mendekati para wasit dan pemain untuk mengatur pertandingan. Aku pernah menulisnya pada sebuah artikel di Play the Game.

Namun salah satu penyelidik FIFA di Afrika Selatan bukannya melakukan investigasi terhadap kehadiran para pengatur pertandingan di turnamen itu atau mencari latar belakang apapun, malah melabeliku sebagai “target intel prioritas tinggi” di sebuah laporan.

Akan tetapi FIFA berhasil menangkap seratus model perempuan Belanda yang mengiklankan bir non-ofisial. Sementara itu para pengatur pertandingan berkeliaran bebas selama Piala Dunia Afrika Selatan.

Fokus ganjil pada hal-hal yang salah inilah yang telah menandai banyak upaya keamanan FIFA terhadap para pengatur pertandingan.

Para Ahli Ruang Pertemuan

Rusia 2018 tidak banyak terbantu karena komisi anti-pengaturan-pertandingan negara itu sendiri telah dibubarkan. Pejabat yang menjalankan organisasi, Anzor Kavazashvili, seorang penjaga gawang era Soviet yang bermain di Piala Dunia 1966 dan 1970, mengklaim dalam sebuah wawancara dengan Agence France Presse. “Kami tahu pertandingan (di Liga Rusia) bisa diatur oleh pemain, pelatih, agen pemain, dan wasit. Jadi kami mengambil pendekatan yang komprehensif.”

Organisasi Kavazashvili memiliki rentang hidup pendek. Skandal atas keputusan wasit menyebabkan dewan independennya ditutup pada 2012.

Tahun lalu, selama Piala Konfederasi di Rusia. Aku berkeliaran di sekitar hotel tempat tim Kamerun tinggal. Aku datang ke lobi hotel. Aku berjalan menyusuri koridor tempat kamar mereka berada. Aku berada di bar dan kafe yang biasa tim datangi.

Aku memilih untuk bergaul dengan orang-orang Kamerun karena di beberapa turnamen besar internasional yang dihadiri oleh tim mereka, ada rumor tentang pengaturan pertandingan. Ada banyak gerakan besar yang aneh di pasar judi di beberapa pertandingan mereka.

Aku tidak menuduh beberapa pemain mengalah di pertandingan-pertandingan Piala Konfederasi, tetapi aku mengatakan bahwa di Rusia, keamanan di sekitar tim yang berpotensi rentan terkena pengaturan pertandingan, seperti Kamerun, menggelikan.

Salah satu masalahnya adalah orang-orang keamanan FIFA menghabiskan banyak waktu mereka di ruang rapat daripada melakukan pekerjaan intelijen aktif. Terkadang, mereka memimpin lokakarya (workshop) pendidikan ‘anti-pengaturan-pertandingan’ bagi para pemain.

Ide dari lokakarya ini bagus. Masalahnya adalah bahwa para pejabat FIFA umumnya menekankan bahwa pemain harus mengambil “pendekatan etis” dan menolak suap. Dari kaca mata budaya FIFA, sulit untuk memahami bagaimana para pemain mungkin memandang saran ini.

Untuk potensi korupsi di Piala Dunia, mereka banyak dibantu oleh satu faktor dominan dan, sebagian besar, tidak berubah: asosiasi sepakbola nasional yang korup.

Dalam penyelidikan mereka, Biro Investigasi Federal AS (FBI) dan Departemen Kehakiman, menunjukkan bahwa para pejabat di seluruh Amerika Latin dan Amerika Tengah di hampir setiap asosiasi sepakbola nasional melakukan korupsi pada hampir semua hal yang mereka sentuh: kesepakatan sponsor, hak siar televisi, pemasaran, penjualan tiket.

Pengadilan FIFA berikutnya diadakan di Brooklyn di bawah statuta RICO (Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act): undang-undang khusus yang digunakan untuk mengadili kelompok-kelompok kejahatan terorganisir besar. Para pengacara yang terlibat dalam persidangan, pembelaan, dan penuntutan, semuanya setuju mendefinisikan FIFA secara hukum sebagai sindikat kejahatan terorganisir.

Hakim Pamela Chen mengatakan di tengah-tengah proses hukum bahwa Pimpinan Asosiasi Sepakbola Brasil (CBF) yang didakwa atas pemerasan kriminal dan pencucian uang dan pada saat itu masih eksekutif senior FIFA, mungkin “punya teman berpengaruh”.

Asosiasi sepakbola Benua Amerika tidak sendirian. Ada banyak asosiasi sepakbola nasional di Afrika, Asia, dan Eropa yang sama buruknya. Pekan lalu, wartawan investigasi ternama Anas Aremeyaw Anas membocorkan korupsi pejabat di hampir semua tingkat sepakbola di Ghana. Ini adalah hubungan antara korupsi di tingkat nasional dan sikap FIFA yang sering ganjil terhadap para pejabat yang melindungi para pengatur pertandingan.

Bayar Para Pemain

Masalah di Piala Dunia adalah bahwa beberapa asosiasi nasional ini tidak membayar (menggaji) pemain mereka. Akan ada pemain sepakbola di Rusia 2018 yang akan berlari di atas lapangan di hadapan penonton stadion yang penuh sesak, yang disiarkan ke seluruh dunia hingga miliaran orang dan sponsor membayar ratusan juta dolar, dan para pemain itu tidak akan dibayar.

Ada sejarah panjang masalah bayar-membayar antara pemain dan pejabat asosiasi di turnamen Piala Dunia. Berikut beberapa contohnya:

Pada Piala Dunia 2006 di Jerman, seluruh pemain Togo menolak memainkan pertandingan terakhir mereka, mengklaim bahwa para pejabat menahan bonus mereka.

Di turnamen yang sama, ada pertemuan rahasia antara para pemain Ghana yang marah, yang merasa mereka ditipu oleh manajemen mereka. Salah satu pemain mengatakan kepadaku bahwa rekannya berteriak kepada manajemen, “Kau bukan orang yang pantas menerima uang. Kau tak bisa bermain sepakbola. Kau tidak berguna. Kami adalah orang-orang yang bermain, kami berhak mendapatkan uang...”

Setelah Piala Dunia 2010, pemerintah Nigeria menggelar penyelidikan atas dugaan korupsi di antara para pejabat sepakbolanya. Penyelidikan menemukan bahwa pengeluaran pelatih dan fisioterapis membengkak lebih dari seratus transaksi yang tidak terkait. Selain itu, hotel pemain dibatalkan, rencana penerbangan terganggu, dan tentu saja ada argumen tentang bonus pemain.

Di Piala Dunia terbaru pada 2014, Ghana menolak bermain sampai presiden Ghana secara pribadi men-charter pesawat terbang untuk membayar gaji para pemain.

Agar lebih jelas, FIFA memberi jutaan dolar kepada masing-masing asosiasi sepakbola nasional di Piala Dunia untuk logistik dan gaji pemain. Masalahnya adalah manajemen pada beberapa tim mengambil uang tersebut dan menolak membayar pemain dengan benar.

Ada solusi sederhana untuk motivasi korupsi ini: minta FIFA membayar para pemain secara langsung. Ada cukup uang untuk dipakai ke sana dan sini. FIFA mengklaim bahwa Piala Dunia menghasilkan 4 miliar dolar sehingga mereka bisa saja memberikan asosiasi nasional beberapa juta dan kemudian membayar setiap pemain banyak uang untuk bermain di turnamen itu.

Bermain di pertandingan Piala Dunia seharusnya seperti memenangi lotere bagi para pemain. Bahkan bintang super tajir seharusnya merasakan keberuntungan finansial di Piala Dunia, dan sebagian besar pemain sangat jauh dari kondisi bintang super tajir. Jika seorang pemain bermain dalam pertandingan Piala Dunia, bayar saja mereka beberapa ratus ribu dolar. Jika dia mencetak gol, beri dia lima puluh ribu lagi. Jika dia adalah penjaga gawang atau pemain belakang dan mereka mencatatkan nirbobol, bayar mereka ekstra seratus ribu dolar.

Para ekonom yang mempelajari korupsi menyebut ini “meningkatkan biaya korupsi”. Mereka menemukan bahwa cara yang bagus untuk menghentikan penyuapan di pos bea cukai adalah membayar gaji para penjaga pos. Begitu pula dengan pertarungan terhadap pengaturan pertandingan di Piala Dunia: bayar para pemain (secara baik dan legal, bukan dengan sogokan—red).

“Jika Mereka Kalah, Itu Gak Penting”

“Ada (pertandingan di) Piala Dunia U20... mereka tim kami (menyebut nama tim Afrika Sub-Sahara)... Karena dua pertandingan pertama mereka akan bermain, jika kalah, pertandingan ketiga yang mereka mainkan akan mereka berikan untuk kami... itu berarti jika mereka kalah, tidak masalah... dan [mereka] akan mengatur pertandingan untuk kami.”

Pengatur pertandingan Asia (dari Singapura) sedang diam-diam direkam di belakang bar oleh beberapa penyelidik yang menyamar sebagai investor dalam pengaturan pertandingan internasional (ada banyak pejudi kaya yang menyukai investasi semacam ini) tepat sebelum Piala Dunia U20 di Turki. Pengatur pertandingan itu menjelaskan mengapa banyak pemain di turnamen internasional akan bekerja sama dengannya dan rekan-rekannya. Untuk tim lemah yang berlaga di turnamen besar, jika mereka menemukan bahwa mereka tidak akan maju ke babak berikutnya, para pemain ‘menjual’ pertandingan terakhir mereka ke para pengatur pertandingan.

Ian Preston dan Stefan Szymanski, dua akademisi Inggris, menunjukkan dalam sebuah artikel tahun 2003 bahwa pengaturan pertandingan berkembang dalam olahraga kriket ketika ada ‘disparitas keinginan’ di antara tim. Artinya satu tim harus menang sementara yang lain tidak. Ini adalah situasi dari pertandingan ketiga di babak penyisihan grup turnamen Piala Dunia. Ini adalah ‘choke point’ untuk pengaturan pertandingan.

Leandro Shara, seorang perancang turnamen olahraga Chile, yang perusahaannya MatchVision telah bekerja dengan sepuluh olahraga yang berbeda di empat benua, mengatakan, “’Dead-rubber’ (istilah untuk pertandingan terakhir yang tak penting) sangat rentan disusupi spot-fixing atau bahkan pengaturan pertandingan... Cara terbaik untuk mencegah korupsi adalah memastikan bahwa setiap pertandingan itu penting.”

Shara memperkirakan bahwa kemungkinan beberapa bentuk “manipulasi skor” dalam grup berisi empat tim adalah 50% dalam turnamen, di mana dua tim lolos ke babak berikutnya.

Solusi FIFA sejauh ini, dalam beberapa tahun terakhir, adalah memantau pasar judi untuk setiap gerakan aneh yang tidak biasa yang mungkin menandakan pengaturan pertandingan sedang terjadi. Mereka telah menyewa perusahaan SportsRadar untuk melakukan pekerjaan ini bagi mereka.

Masalahnya adalah pasar judi, yang dengan baik memprediksi pengaturan di liga kecil, ternyata tidak efisien selama Piala Dunia.

Kisah Dua Pertandingan

Itu salah satu kekalahan paling mengejutkan dalam sejarah Piala Dunia.

Selama Piala Dunia 2014, beredar banyak spekulasi daring dan beberapa pergerakan bursa yang tajam di pasar judi olahraga saat kekalahan mengejutkan Brasil 1-7 dari Jerman di pertandingan semifinal.

Namun sepekan sebelumnya, seorang bandar taruhan ilegal di Kuala Lumpur menunjukkan kepadaku bahwa dalam pertandingan Brasil vs Kamerun ada gerakan multi-juta dolar di salah satu situs perjudian Asia tepat ketika pertandingan dimulai. Gerakan ini menunjukkan bahwa seseorang, di suatu tempat, berpikir bahwa Kamerun akan kalah besar. Mereka benar, satu pemain dikartu merah dan Kamerun akhirnya kalah 4-1.

Setelah beberapa kontroversi—dan jumlahnya banyak di pertandingan Brasil vs Kamerun, karena Wilson Raj Perumal, mantan pengatur pertandingan, mengklaim bahwa pertandingan Kamerun sebelumnya telah diatur—FIFA merilis sebuah pernyataan yang mengatakan “tidak ada bukti” pengaturan pertandingan.

FIFA benar. Karena tidak pernah ada bukti pengaturan di pasar judi Piala Dunia. Adalah rahasia umum di kalangan orang dalam bahwa FIFA dan para pemantau perjudian tidak suka mengumumkannya kepada masyarakat umum. Pasar judi Piala Dunia, seringnya, terlalu besar untuk dipantau.

Rata-rata nilai pasar taruhan pada setiap pertandingan Piala Dunia adalah, menurut Karl Dhont, salah satu dari orang-orang yang pernah menjadi penyidik tingkat tinggi untuk UEFA, 1 hingga 3 miliar dolar. Ini berarti bahwa pergerakan luar biasa selama pertandingan Kamerun benar-benar hebat, tetapi itu tidak membuktikan apa-apa.

Kemudian ada rahasia umum kedua—sebuah pergerakan di pasar taruhan bukan penanda adanya pengaturan pertandingan. Ada banyak pergerakan selama pertandingan Brasil vs Jerman. Tidak ada konspirasi di sana. Jerman memang, secara tak terduga, tim yang jauh lebih baik daripada Brasil.

Rahasia ketiga dari orang dalam adalah bahwa pengaturan pertandingan tidak harus melibatkan tim favorit yang kalah secara tak terduga, seperti yang terjadi kepada tuan rumah Brasil saat melawan Jerman pada 2014. Alih-alih pengaturan pertandingan yang baik adalah di mana tidak ada yang sadar. Tim yang seharusnya kalah, ya, kalah. Mereka hanya kalah di atas point-spread dan para pengatur pertandingan menghasilkan banyak uang.

Pertandingan yang Perlu Ditandai

Melihat semua kondisi ini: pengatur pertandingan di turnamen, pemain-pemain yang tidak dibayar (digaji), dan pemantauan pasar judi yang tak efektif. Bagaimana bisa kita menebak mana pertandingan di Rusia 2018 yang akan sangat rentan terkena pengaturan pertandingan?

  1. Pertandingan pada “choke-point” kunci di turnamen—pertandingan ketiga di fase grup—ketika kalah bisa menguntungkan salah satu tim dan tidak berefek kepada tim lainnya.
  2. Pertandingan yang melibatkan tim yang tak membayar pemain mereka.
  3. Pertandingan yang melibatkan tim dari negara-negara dengan tradisi panjang korupsi pejabat.

Pendukung sepakbola harus sangat berhati-hati ketika ada pertandingan Rusia 2018 yang memiliki tiga faktor di atas.


Artikel ini adalah terjemahan dari artikel asli Declan Hill berbahasa Inggris berjudul Why the Match Fixers are at the World Cup in Russia” di situs DeclanHill.com. Tulisan itu juga pernah diterbitkan di PlayTheGame. Diterjemahkan oleh Dex Glenniza atas izin dari Hill.

Hill adalah jurnalis investigasi, akademisi, dan konsultan yang ahli dalam bidang pengaturan pertandingan (match-fixing) dan korupsi di olahraga internasional. Hill telah menulis dua buku, The Fix (2008) dan The Insider`s Guide to Match-Fixing in Football (2013) dan membuka diri terhadap tawaran penerjemahan buku-bukunya ke dalam bahasa Indonesia.

Komentar