Kiper Penghibur dan Baik Hati dari Bastia

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kiper Penghibur dan Baik Hati dari Bastia

Karya Galih Pernando


Di era 90an, nama Rene Higuita atau Jorge Campos jauh lebih populer ketimbang Pascal Olmeta. Kendati berasal dari Eropa, persisnya Perancis, namanya kalah terkenal dibanding dua kiper yang berasal dari Amerika Latin yang mungkin hanya muncul di layar kaca Indonesia kala berlangsung Piala Dunia. Padahal, bisa dibilang, dialah pesepakbola yang lebih tepat disebut sebagai seorang entertainer ketimbang pemain. Sebagai entertainer, namanya  memang tidak seheboh David Beckham yang sukses menjadi bintang di dalam dan di luar lapangan.

Olmeta lahir di Bastia, sebuah kota di Perancis, pada 7 April 1961. Karir sepakbola Olmeta dihabiskan sebagian besar di tanah kelahirannya dengan memulai perjalanan karir bersamaINF Vichi. Lalu ia hijrah ke kesebelasan yang lebih besar, yang juga berasal dari kota kelahirannya, SC Bastia. Setelah itu ia bermain untuk Sporting Toulon Var dan Matra Racing.

Puncak karir Olmeta jelas saat membela salah satu kesebelasan besar Perancis, Olympique De Marseille. Bersama Marseille, ia meraih tiga gelar juara Ligue 1 secara berturut-turut dan satu piala Liga Champions musim 1992/1993 (walau kiper muda, Fabien Barthez, yang bermain di laga final). Saat bermain untuk Marseille pula ia akhirnya sempat dipanggil timnas Prancis, meski menjadi pilihan ketiga.

Karena kalah bersaing dengan Barthez muda itulah ia hijrah ke Olympique Lyonnais pada musim 1993-1994. Musim terakhirnya bersama Lyon, pada 1995/1996, diiringi aksi kontroversial di akhir musim dengan melakukan pemukulan kepada rekan setim, Jean Luc Sassus, yang dituduh affair dengan pacarnya. Insiden itulah yang menjadi awal kemunduran dalam karir Olmeta.

Setelah dilepas Lyon, Liga Spanyol menjadi destinasi berikutnya dengan bermain untuk RCD Espanyol. Menyedihkan, selama 1996-1998 di Espanyol, ia tak pernah sekali pun tampil untuk Espanyol. Itulah yang membuatnya kembali ke tanah airnya untuk membela Gazelec Ajjacio sampai akhir karirnya di dunia sepakbola di musim panas 1999.

Olmeta merupakan teman baik Eric Cantona. Dua kali ia diundang bermain di laga testimonial di Old Trafford pada 1999. Pertama, laga testimonial untuk Eric Cantona, sahabatnya. Kedua, laga testimonial untuk Alex Ferguson.

Bersama Cantona yang pensiun setahun lebih dulu, Olmeta sempat membela Perancis di Piala Dunia Sepakbola Pantai yang digelar di Brazil. Bersama Eric Cantona, Prancis menduduki posisi runner up karena kalah di laga final dari Portugal dengan skor 9-. Ia dianugerahi gelar penjaga gawang terbaik kala itu.

Ada hal unik dirinya. Olmeta sering melakukan aksi konyol dibarengi kelihaian menggiring bola dan mengecoh lawan. Dengan postur setinggi 181 sentimeter, ia bisa mengelabui lawan dengan aksi-aksi kocak. Sampai-sampai menghibur para supporter dengan menari-nari saat pertandingan sedang berlangsung. Tepuk tangan riuh dan nyanyian sanjungan baginya selalu terdengar di sepanjang laga. Sehingga, itu alasan para pendukung Lyon sempat menobatkannya sebagai pemain favorit pilihan fans.

Di luar sepakbola, saat masih menjadi pemain, Olmeta merilis single lagu berjudul Tape Dans Un Ballon yang bergenre dance pop.  Rupanya hal itu membuatnya selalu menari-nari di atas lapangan, mungkin sambil mempromosikan karyanya atau mungkin juga untuk sekadar melepas kebosanan ketika timnya belum memasukan gol demi menghibur penonton.

Namun demikian, meski terlihat begitu ceria, menghibur dan juga berbakat, dia sebenarnya memiliki trauma untuk datang ke stadion dan duduk di tribun penonton. Trauma itu menerpa dirinya karena menjadi saksi mata suatu bencana yang dikenal dengan nama “Petaka dari Furiani” atau istilah lainnya “Bencana Stadion Armand Cesari”. Dia menyaksikan runtuhnya tribun di stadion sesaat sebelum pertandingan Piala Prancis antara SC Bastia melawan Olympique De Marseille yang menyebabkan 18 orang meninggal dunia. Salah satu korbannya adalah keponakan Olmeta sendiri.

Kejadian itulah yang mendorong dirinya melakukan sesuatu untuk sang keponakan. Dia mendirikan yayasan bagi anak-anak yang menderita sakit akut yang membutuhkan bantuan semangat. Yayasan itu menggunakan jargon “A Smile, a Hope for Life”. Dengan menghibur mereka lewat acara-acara seperti pertandingan sepakbola, kunjungan wisata, dan pertemuan-pertemuan antar personal, yayasan ini menolong anak-anak mengembalikan kehidupan mereka ke arah yang lebih baik dan mempertahankan harapan semangat hidup.

Berkat sifat kedermawannya, dia mendapatkan penghargaan dari Walikota Ajaccio, Medal of The City of Ajaccio.

Sebagai contoh, untuk menyambut Piala Dunia 2010 yang dilaksanakan di Afrika Selatan, laga amal dilakukan bersama bintang-bintang seperti Laurent Blanc dan Zinedine Zidane. Laga tersebut dimainkan untuk mengumpulkan materi dan dukungan finansial kepada keluarga yang anak-anaknya dirawat di rumah sakit serta bantuan berupa akomodasi dan perjalanan. Pertandingan itu juga disponsori Eric Cantona, Alex Ferguson, dan Putri Stephanie (anak dari Pangeran Monako).

Baru-baru ini, yayasan yang didirikan pada 2006 itu menggelar laga amal olahraga setengah sepakbola dan setengah rugby. Line-up diiisi skuat Perancis di Piala Dunia 1998 dan klub rugby RC Toulonnais. Bisa anda bayangkan bagaimana pertandingan itu dimainkan jika kedua jenis olahraga dimainkan secara bersamaan?

Ide itu muncul ketika dia masih membela Sporting Toulon Var di musim 1984-1986. Salah satu sesi latihan yang dialami Olmeta ketika itu adalah berlatih bersama dengan tim rugby. Olmeta sangat terkesan dengan latihan itu karena atmosfirnya yang riuh dan menyenangkan di antara kedua tim.

Sangat menarik menyaksikan legenda-legenda sepakbola seperti Desailly, Deschamp, dan Zidane bersedia untuk berganti haluan menjadi pemain rugby demi laga amal. Mereka melakukannya dengan senang dan penuh kegembiraan.

“Tidak terlalu sulit mendatangkan para pemain kelas dunia macam mereka. Mereka berjiwa laki-laki dan dermawan serta selalu bersemangat berpartisipasi pada laga amal. Mereka tidak meminta bayaran, contohnya Zidane yang menolak uang dari saya. Dia datang dengan pesawat pribadi dengan biaya sendiri dan bilang “Simpan saja uangnya untuk yayasan, mereka lebih membutuhkan ketimbang diriku’,” ungkap Olmeta.

Di dunia pertelevisian, Olmeta tampil di beberapa acara televisi dengan berpartisipasi dalam game show Fort Boyard pada 1996, 1999, 2012 dan 2013 dan berpartisipasi di acara reality show Celebrity Farm musim pertama dengan dia sendiri yang menjadi pemenang. Sampai sekarang Olmeta sering menghiasi layar kaca televisi Perancis.

Penulis lulusan UIN Sunan Gunung Djati dapat dihubungi lewat aku twitter @Galin_Rossdale.

Komentar