Profesor Snape dan Mereka yang Dicintai Setelah Pergi

Editorial

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Profesor Snape dan Mereka yang Dicintai Setelah Pergi

Nama Eric Cantona tentu tidak asing buat penggemar sepakbola. Selain karena ia membela Manchester United, berbagai hal negatif di luar sepakbola pun kerap mengangkat namanya.

Saat masih membela MU, tidak sedikit penggemar sepakbola yang membencinya. Di atas lapangan, serta yang sering digambarkan media, Cantona adalah sosok yang congkak dan angkuh. Ia pun bermain dengan penuh tempramen. Tentu, salah satu hal yang kita ingat dari Cantona adalah tendangan kungfu-nya, yang ia anggap sebagai momen terbaiknya sampai saat ini.

Setelah pensiun sebagai pesepakbola, Cantona mulai banyak bicara. Ia menjabarkan berbagai fenomena berdasarkan sudut pandanganya. Salah satunya adalah saat resesi yang melanda dunia pada 2008-2010. Ia membuat kampanye yang bertajuk “Real Revolution”; Revolusi yang betulan.

“Revolusi amat mudah dilakukan saat ini. Apa itu sistem? Sistem dibangun atas kekuatan bank. Jadi, sistem harus dihancurkan lewat bank. Sebuah revolusi yang betulan,” kata Cantona.

Cantona pun telah lama dikenal sebagai salah seorang pemikir di sepakbola. Ucapan-ucapannya menjadi pembahasan karena dituturkan dengan tidak langsung ke pokok persoalan. Siapa yang tidak tersenyum saat mendengar ia bicara seperti ini, “Saya tidak bertanding melawan sebuah tim. Saya bertanding melawan pikiran akan kekalahan.”

Ada banyak ucapan Cantona yang membuat pembacanya berpikir. Malah, sejumlah media sampai harus membuatkan 10 ucapan terbaik Cantona. Lewat ucapan-ucapan tersebut, masa lalu Cantona seolah terpinggirkan; terwajarkan. Kita memandang Cantona sebagai seseorang yang baru, yang lebih paham arti hidup daripada kita sendiri.

Socrates dengan kostum Corinthians dan tulisan
Socrates dengan kostum Corinthians dan tulisan "Democracia" di atas nomor punggung. Tulisan tersebut merupakan salah satu bentuk protes terhadap rezim militer Brasil.

Soal perjuangan melawan kekuasaan, hampir sulit untuk melupakan nama Socrates. Saat ia meninggal pada 2011 silam, banyak orbituari yang membahas apa yang pernah ia lakukan, untuk menegakkan demokrasi di tanah Brasil.

Dalam tulisannya jelang Piala Dunia 2014, Pemimpin Redaksi Pandit Football, Zen RS, menyoroti soal perjuangan Socrates dengan Diego Armando Maradona. Nama terakhir menato tubuhnya dengan wajah Fidel Castro dan Che Guevara. Kedua nama tersebut merupakan simbol perlawanan Kuba terhadap kelompok barat. Namun, jika dibandingkan, Zen menulis seperti ini,

"Itulah sebabnya, di hadapan riwayat Socrates yang seperti ini, Maradona yang men-tattoo tubuhnya dengan gambar Che Guevara dan Fidel Castro rasanya lebih mirip seorang anak muda kasmaran yang merajah tubuhnya dengan wajah pacarnya di sekolah."

Apa yang diungkapkan Zen tak lain karena gambar Guevara dan Castro di tubuh Maradona tak lebih dari sekadar gambar. Padahal, dua  gambar tersebut identik dengan perjuangan kelas dalam melawan kekuasaan. Di sisi lain, Maradona tidak demikian. Ia hidup dalam kemewahan, sembari merajam tubuhnya agar terlihat keren dan kekinian.

Penyelenggaraan Piala Dunia 2014 mendapatkan perlawanan dari masyarakat Brasil. Brasil yang negeri sepakbola itu, justru menolak warga asing berpesta pora, tetapi negerinya sendiri masih berada dalam kesusahan. Socrates memang telah mati, tetapi idenya tidak; seperti kata Alan Moore, dalam V for Vendetta-nya yang termahsyur: "Di balik topeng ini ada sesuatu yang lebih dari sekadar daging. Di dalam topeng ini ada sebuah ide, dan ide itu tahan peluru."

***


Lily

Di Hogwarts, Profesor Snape, terbaring kaku. Serangan ular Voldemort, Nagini, membuatnya tak berdaya. Setelah memberikan air matanya kepada Harry, Snape pun lega. Ia memandang wajah Harry sembari mengucapkan kata-kata terakhirnya, “Kau memiliki mata ibumu.”

Dalam beberapa jam, pandangan Harry kepada Snape berubah. Ia tahu kalau apa yang diucapkan Snape soal ayahnya adalah hal yang benar. Snape adalah orang yang melindungi ibu Harry, Lily, sejak ia kecil hingga akhir hayatnya.

"Lily, after all this time?" | "Always!"

Komentar