Penjual Ganja dan Polisi yang Sering Mengganggu Latihan Odion Ighalo

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Penjual Ganja dan Polisi yang Sering Mengganggu Latihan Odion Ighalo

Dengan tujuh gol dalam 12 pertandingan, Odion Ighalo telah mencetak 64% dari seluruh gol Watford sejauh ini. Bersanding bersama dengan Jamie Vardy, Riyad Mahrez, Romelu Lukaku, dan Graziano Pellè sebagai para pencetak gol terbanyak Liga Primer Inggris, penyerang asal Nigeria ini sedang panas-panasnya.

Sejauh ini, dalam tahun kalender 2015, Ighalo telah membukukan 23 gol untuk membantu The Hornets meraih promosi ke Liga Primer dan membuat Watford menduduki peringkat 11 di pekan ke-12 ini.

Sama seperti Vardy, bermain reguler di kompetisi papan atas sepakbola Inggris mungkin tak terbayangkan sebelumnya oleh pemain berusia 26 tahun ini. Berasal dari sebuah distrik Ajegunle dari Kota Lagos, Nigeria, ia membangun keterampilannya dalam mencetak gol dari lapangan berdebu di ibu kota Nigeria tersebut.

Daftar statistik para top skor Liga Primer Inggris sampai pekan ke-12 (sumber: Opta)
Daftar statistik para top skor Liga Primer Inggris sampai pekan ke-12 (sumber: Opta)

"Tim pertama saya, Olodi Warriors, biasa bermain di lapangan rumput yang terkenal sebagai 'Maracana', itu benar-benar besar, sepetak tanah yang terbuka lebar," kenangnya dalam sebuah laporan oleh Mirror pada Bulan September lalu.

"Di salah satu sudut ada anak laki-laki menjual ganja dan mereka selalu dikejar oleh polisi. Mereka tak sungkan untuk memotong jalan melintasi lapangan," lanjutnya.

"Kami akan tiarap ketika kami mendengar 'pop, pop, pop' dari suara tembakan dan kemudian setelah itu kami melanjutkan latihan. Ini bagian dari kehidupan, karena peluru tidak bisa membedakan mana yang pemain sepakbola dan mana yang orang jahat."

Pemain bernama lengkap Odion Jude Ighalo ini berasal dari daerah kumuh di mana listrik sangat sulit ditemukan, begitu juga dengan akses air bersih. Di lingkungnnya tersebut juga banyak terdapat jalan yang rusak.

Masalah kelengkapan peralatan menjadikan tahun-tahun awalnya sebagai pesepakbola menjadi suram, tapi Ighalo beruntung karena ibunya mampu memberikan dia sepatu sepakbola.

"Kami biasa menendang kaleng tua, botol plastik, bahkan kadang-kadang jeruk, di sekitar jalan dengan telanjang kaki," lanjutnya. "Ibuku harus bekerja keras, menjual air kemasan dan minuman ringan untuk membayar sepasang sepatu pertama saya dengan merek Adidas Copa Mundial, dan segala sesuatu yang saya hari ini miliki, saya berutang banyak padanya dan kepada Tuhan."

Setelah bermain menjanjikan bersama Olodi Warriors, pada usia 11 tahun ia pindah ke Prime FC di Kota Osogbo di Osun, yang pada saat itu bermain di Liga Primer Nigeria. Di sana ia tinggal selama lima tahun, bermain satu musim sepakbola senior sebelum pindah ke Julius Berger FC, di mana ia mencetak gol pertamanya untuk tim senior, mengantongi lima gol dari 10 pertandingan Liga Primer Nigeria pada tahun 2006, sebelum kemudian ia ditemukan oleh pemandu bakat yang merekomendasikan dia untuk kesebelasan Lyn Fotball dari Oslo di liga teratas Norwegia.

"Ada tiga pemain dari Nigeria yang pergi ke Norwegia, tapi salah satu dari mereka harus pulang karena tidak bisa menahan dinginnya cuaca di sana. Saya bisa dengan mudah mengikutinya untuk pulang, tetapi ketika saya memikirkan kesulitan yang saya tinggalkan di Nigeria, saya tidak akan menyerah," lanjut Ighalo dalam wawancara bersama Mirror di Bulan September lalu.

"Saya belum pernah melihat salju sebelumnya di Nigeria. Pertama kali salju turun di Oslo, saya seperti anak kecil. Ketika itu saya sedang makan, saya sampai menggosok-gosok kepala saya, saya berjingkrak kegirangan... itu adalah mainan baru."

Setelah mencetak sembilan gol dalam 20 pertandingan liga, ia kembali memesona scout dari kesebelasan yang lebih tinggi statusnya. Saat itu Udinese Calcio tertarik dengan penyerang bertinggi badan 1,88 meter ini.

Dia hanya bermain enam pertandingan untuk klub Serie A Italia tersebut sebelum dipinjamkan ke sister club Udinese, AC Cesena, selama musim 2010/11.

Ighalo juga sempat menghabiskan empat musim dengan Granada CF di Spanyol antara 2010 dan 2014, membantu kesebelasan asal Andalusia tersebut untuk promosi ke La Liga Spanyol. Setelah ia mencetak total 33 gol di Granada, ia pindah ke Watford.

Pada musim pertamanya di 2014/15, ia mencetak 20 gol dalam satu musim liga. Angka ini adalah yang tertinggi dalam kariernya. Menjadi mesin gol bersama kapten Troy Deeney, ia membantu TheHornets untuk menempati peringkat kedua di Football League Championship sekaligus memperoleh promosi otomatis.

Memang masih harus dilihat apakah ia akan dapat membantu Watford untuk bertahan di Liga Primer, seperti yang dia lakukan untuk Granada di Spanyol.

Namun, terlepas dari apa yang akan menantinya di depan, pemain yang baru bermain 5 kali di kesebelasan negara Nigeria ini sudah memiliki sendiri impian luhurnya: "Suatu hari, ketika saya sudah bisa mengumpulkan banyak uang dari sepakbola, saya ingin kembali ke Ajegunle dan membuat lapangan yang lebih baik, membantu pembinaan sepakbola untuk anak-anak."

Mungkin dalam tahun-tahun mendatang, Ighalo dapat membantu banyak pemain muda karena ia sudah pasti menjadi inspirasi bagi masyarakat Nigeria dan juga Benua Afrika lainnya. Kemudian jika ia benar-benar sukses, impian luhurnya untuk kampung halamannya tersebutlah yang akan menjadikan Ighalo mendapatkan tempat yang spesial di hati setiap anak Nigeria.

Sumber: Daily Mirror, Squawka, The Telegraph, The Guardian

Komentar