Indonesia Hilang Keseimbangan Tanpa Rachmat Irianto

Analisis

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Indonesia Hilang Keseimbangan Tanpa Rachmat Irianto

Indonesia gagal mengalahkan Thailand dalam lanjutan babak grup Piala AFF 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Kamis (29/12). Pertandingan berakhir sama kuat dengan skor 1-1. Gol dicetak oleh Marc Klok (50’) dari titik putih sementara gol balasan pasukan Gajah Perang dicetak oleh Sarach Yooyen (79’). Hasil ini tidak mengubah posisi klasemen sementara Grup A. Thailand dan Indonesia sama-sama mengoleksi tujuh poin tapi pemegang enam gelar Piala AFF tersebut memiliki produktivitas gol lebih baik (selisih sembilan gol).

Pertandingan ini berjalan menarik bahkan dari susunan pemain yang diturunkan pelatih. Shin Tae-yong kembali bermain dengan 4-4-2 dengan memainkan banyak pemain dengan keunggulan kecepatan. Asnawi Mangkualam dan Yakob Sayuri bermain bersama di sektor sayap kanan. Pratama Arhan dan Egy Maulana Vikri di sayap kiri. Masih ada Witan Sulaeman dan Dendy Sulistyawan sebagai dua penyerang. Enam pemain tersebut baru kali dipasang bersama sejak Shin menjadi pelatih Garuda.

Sementara Alexandre Polking konsisten dengan 4-4-2. Tapi, Adisak Kraisorn kali ini diistirahatkan. Teerasil Dangda berpasangan dengan Ekanit Panya di lini depan. Meski demikian, Polking masih mengandalkan Theerathon Bunmathan dan Sarach Yooyen sebagai pengatur serangan di lini tengah.

Gambar 1 - Hasil Pertandingan Indonesia dan Thailand

Jika berkaca pada hasil pertandingan di atas, Thailand lebih banyak memegang penguasaan bola dengan catatan 59,7 persen. Hal ini didukung dengan akurasi umpan sang Gajah Perang yang mencapai 82 persen sementara Indonesia hanya 75 persen.

Kendati demikian, tim besutan Shin Tae-yong justru lebih sering mengancam dengan catatan 10 tembakan yang tujuh di antaranya tepat sasaran. Berbanding terbalik dengan Thailand yang hanya melepaskan satu tembakan yang langsung berbuah gol. Data tersebut menunjukan bahwa meski skuad Garuda sering mengancam, tapi dari segi efektivitas jauh tertinggal dari tim tamu.

Thailand Kesulitan Membongkar Pertahanan Indonesia

Pada pertandingan sebelumnya, timnas Indonesia selalu menerapkan strategi bertahan dengan melakukan high press. Strategi tersebut berhasil membuat tim Garuda lebih banyak menguasai bola dan mencegah lawan untuk mencetak gol. Maka tidak heran jika gawang Nadeo baru kebobolan satu gol sebelum laga melawan Thailand.

Kali ini Shin justru mengubah strateginya. Ia menginstruksikan para pemainnya untuk lebih banyak menunggu di area sendiri dengan menerapkan garis pertahanan rendah. Keputusan ini wajar karena Thailand memiliki Theerathon yang ahli dalam mengirim umpan panjang yang mengarah ke Teerasil. Dua pemain ini memiliki pemahaman satu sama lain karena telah lama bermain bersama. Jika Indonesia memberikan ruang di belakang garis pertahanan, maka akan dimanfaatkan Theerathon untuk mengakses lini serang dengan lebih mudah.

Keputusan tersebut berjalan sukses hingga membuat Thailand tidak menciptakan satu pun tembakan ke gawang. Usaha dari Yooyen dan Theeraton dari lini tengah selalu gagal untuk membongkar pertahanan tim Garuda. Jordi Amat dan Fachruddin Aryanto yang mengawal lini pertahanan mampu menjaga struktur pertahanan sehingga tidak mudah terurai.

Kejutan Shin di Akhir Babak Pertama dan Awal Babak Kedua

Sepanjang babak pertama, Indonesia cenderung lebih banyak bertahan. Sebaliknya Thailand benar-benar mendominasi penguasaan bola bahkan di area lawan. Jika dihubungkan dengan komposisi pemain, terlihat seperti ada anomali. Shin memasang enam pemain dengan keunggulan kecepatan tapi sepanjang babak pertama mereka praktis belum menampakan keahliannya karena lebih sering bertahan.

Asumsi tersebut terpatahkan ketika laga memasuki akhir babak pertama. Secara mengejutkan, tim Garuda keluar dari area pertahanan dan berani menekan. Kejutan taktik dari Shin tersebut mengagetkan sang lawan sehingga beberapa kali terjadi salah umpan. Salah satunya adalah blunder dari kiper Thailand yang berhasil direbut Witan. Sayangnya, kesempatan emas tersebut terbuang sia-sia.

Melihat hasil positif di akhir babak pertama, Shin kembali menerapkan taktik ini di babak kedua. Witan, Egy, Dendy, dan Yakob yang punya kecepatan lebih aktif menekan lini belakang Thailand ketika mereka menguasai bola.

Keputusan Shin masih menunjukan hasil positif. Indonesia berhasil meraih beberapa peluang salah satunya adalah penetrasi Asnawi di sisi kanan yang diakhiri dengan tembakan dari luar kotak penalti. Keputusan Asnawi berbuah manis ketika tembakannya menyentuh tangan Theerathon sehingga menghasilkan penalti untuk Indonesia.

Jika ternyata tim Garuda mampu bermain dengan taktik high press dan berhasil, muncul pertamanaan mengapa taktik ini tidak diterapkan oleh Shin sejak awal pertandingan. Indikasinya, Shin di awal pertandingan lebih berhati-hati dan ingin menilai bagaimana pola yang diterapkan Thailand. Di sisi lain, jika sejak awal Shin menerapkan high press akan memperlebar risiko serta memudahkan lawan untuk mengeksploitasi pertahanan Indonesia.

Tanpa Rachmat Irianto, Indonesia Kehilangan Keseimbangan

Keputusan Shin Tae-yong memasang Rachmat Irianto bersama Klok di lini tengah berjalan sukses hingga menit ke-75. Klok dan Irianto bermain sangat padu sebagai dua poros lini tengah. Mereka membagi peran dan menerapkannya dengan sangat disiplin. Thailand beberapa kali memancing dua pemain ini untuk keluar dari area pertahanan tapi selalu gagal.

Kehadiran Irianto membuat beban dua bek tengah menjadi lebih ringan. Irianto berdiri di depan Fachruddin dan Jordi untuk menjaga area di depan kotak penalti. Ekanit Panya yang ditugaskan beroperasi di ruang antara lini belakang dan lini tengah tampak kesulitan karena Irianto selalu hadir di area tersebut.

Pada posisi unggul, Indonesia justru tidak mengubah taktik bertahannya. Thailand yang bermain dengan 10 pemain sejak menit ke-62 tidak membuat mereka bermain lebih bertahan sebab mereka tertinggal satu gol dari penalti Klok. Irianto masih sulit untuk dilewati dan menguasai ruang di depan pertahanan Indonesia. Pada situasi ini, angin kemenangan sedang memihak tim Garuda.

Akan tetapi, Shin ternyata menarik Irianto pada menit ke-75 digantikan oleh rekan satu klubnya, Ricky Kambuaya. Rian dan Ricky memang beroperasi pada posisi yang sama tapi dua pemain ini memiliki gaya bermain yang berbeda. Rian mengutamakan kestabilan, penguasaan ruang, dan ketenangan sementara Ricky jauh lebih agresif.

Keputusan ini mengindikasikan bahwa Shin menginginkan anak asuhnya untuk tampil lebih agresif agar mampu menambah keunggulan. Masuknya Muhammad Rafli pada menit ke-75 menandakan bahwa Shin ingin menghadirkan seorang target man. Dengan pergantian pemain ini, struktur serangan Indonesia menjadi 4-1-4-1.

Kendati demikian, keputusan tersebut ternyata menjadi awal bencana di lini belakang. Hilangnya sosok gelandang bertahan yang kuat dan tenang membuat Thailand lebih nyaman dalam menekan dan menyerang. Hal ini yang menjadikan struktur pertahanan Indonesia sering tidak seimbang. Puncaknya adalah keberhasilan Thailand menyamakan kedudukan setelah ada salah umpan di sisi kanan pertahanan Indonesia.

Komentar