Permusuhan Abadi di Sepak Bola Bulgaria

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Permusuhan Abadi di Sepak Bola Bulgaria

The Eternal derby of Bulgarian Football adalah pertandingan sepak bola paling populer dan sukses di Sofia dan Bulgaria. Pertandingan antara CSKA Sofia dengan Levski Sofia ini, merupakan salah satu pertandingan derbi paling sengit di dunia. Buktinya, media Copa90 memilih Derbi Abadi Bulgaria ini sebagai yang paling gila kedua di kawasan Eropa Timur.

Begitu juga dengan media FourFourTwo yang menempatkan laga CSKA melawan Levski ini di peringkat ke-37 sebagai Derbi paling panas di dunia. Peringkat itu di atas The Sheffield derby, The Basque derby, dan lainnya. Derbi Abadi Bulgaria ini, dikenang karena permusuhan dan kekerasan di dalam sepak bola.

Derbi ini adalah pertemuan antara tim ibu kota Bulgaria yang secara historis berada di sisi berbeda dari rezim Komunis setelah Perang Dunia II. Maka nuansa politik menjadi latar belakang Derbi Abadi Bulgaria ini. Berawal dari Levski yang lahir jauh sebelum Perang Dunia kedua, tepatnya pada 1914.

Saat itu, Levski digunakan sebagai nama klub olahraga karena terinspirasi Vasil Levski. Ia adalah seorang pemimpin gerakan kemerdekaan Bulgaria yang digantung Ottoman pada 1873. Kemudian Levski berhasil memiliki lima gelar liga di dalam lemari kabinet miliknya sehingga memiliki dukungan yang besar di Sofia.

Koleksi gelar itu sudah diraih Levski sebelum CSKA berdiri pada 1948. Namun kesuksesan Levski itulah yang membuatnya dipandang curiga oleh rezim. Apalagi Levski dibentuk sebelum berdirinya pemerintahan komunis di Bulgaria. Ditambah Levski memiliki hubungan nama dengan pahlawan revolusioner.

Levski sendiri memiliki makna kebebasan dalam bahasa Bulgaria. Rima-rima kebebasan juga sering dinyanyikan para suporternya di tribun sepak bola. Sementara CSKA mewakili sisi lain dari perpecahan politik di Bulgaria. Sebab pada dasarnya, CSKA adalah tim tentara yang memiliki singkatan Central Sport Club of The Army.

Persaingan pun dimulai pada akhir tahun 1940-an setelah didirikan CSKA. Sebab baru saja berdiri, CSKA langsung menjadi juara dalam kompetisi sepak bola Bulgaria pada 1948. Sejak itu juga CSKA dengan Levski benar-benar mendominasi persepakbolaan Bulgaria hingga satu dekade terakhir. Namun CSKA diyakini selalu diperlakukan dengan baik oleh rezim komunis yang bertahan hingga Tahun 1990.

Sementara Levski yang dianggap sebagai tim rakyat, selalu memandang rival sekotanya itu dengan rasa paranoia dan ketidakadilan. Kekhawatiran Levski, mungkin tidak sepenuhnya tidak berdasar. Namun jika mengingat CSKA sebagai tim tentara, tentunya mereka memiliki keuntungan yang signifikan. Salah satunya adalah perekrutan pemain yang bisa didapatkan dari seluruh negeri.

Puncak kecurigaan itu pun muncul ketika CSKA sanggup mengklaim sembilan gelar liga secara beruntun dari 1952 sampai 1962.

Final Piala Bulgaria 1985 Mengubah Segalanya

Derbi Abadi Bulgaria tenggelam ke titik nadir klimaksnya ketika bertemu di final Piala Bulgaria di Stadion Vasil Levski pada 19 Juni 1985. Pertandingan ini digelar tiga pekan setelah Tragedi Heysel sehingga pemerintah Bulgaria memerintahkan agar sekitar stadion diawasi dengan ketat.

Laga ini juga menandai debut Hirsto Stoichkov dalam Derbi Abadi Bulgaria. Namun yang menjadi pertunjukan utama adalah buruknya sportivitas sehingga mengakibatkan perkelahian di dalam pertandingan yang sengit ini. CSKA mendominasi pertandingan ini dan mencetak gol kontroversial melalui Georgi Slavkov.

Saat itu, Slavkov yang mengejar bola justru mengenai lengan sehingga bek dan kiper Levski sempat berhenti menunggu keputusan wasit. Namun nyatanya, hal itu tidaklah terjadi. Malahan Slavkov mendapatkan kemudahan untuk memecah kebuntuan CSKA. Lalu ia merayakan gol di depan gawang rival yang membuat marah para suporter Levski.

Babak kedua, pelanggaran 50:50 diberikan kepada CSKA yang menjadi gol Illiya Voynov melalui tendangan bebas. Peristiwa ini memicu tekel-tekel keras pada sisa pertandingan. Namun Asparuh Yasenov sebagai wasit justru memberikan hadiah penalti kepada CSKA karena pemainnya terpeleset. Yasenov pun kembali dihadang kemarahan para pemain Levski.

Para pemain Levski bisa lega karena kipernya, Borislav Mihaylov, berhasil menebak arah tendangan eksekutor. Namun insiden tekel keras pemain CSKA, Yanchev, kepada Emil Spasov, menjadi keributan besar di lapangan yang melibatkan ofisial dan pemain cadangan.

Kartu merah pun dilayangkan kepada Yanchev yang melakukan tekel keras tersebut. Begitu pun juga kepada Spasov yang melakukan cengkraman kepada leher Yanchev. Sebelumnya, Yasenov sudah memberikan kartu merah kepada pemain Levski, Plamen Nikolov. Total, tiga kartu merah dikeluarkan Yasenov yang justru menambah bahan bakar kepada api pembicaraan tentang buruknya wasit di sepanjang pertandingan.

"Setelah peluit akhir berbunyi, para pemain Levski berkumpul di sekitar Asparuh Yasenov. Pemain seperti Borislav Mihaylov, kiper tim nasional, Nasko Sirakov mantan pemain nasional dan pesepakbola Real Zaragoza dan Espanyol, pemain yang seharusnya bertindak seperti profesional, semuanya memaki, memukul, mengancam dan mendorong dia saat kami berada di sana," tulis Stoichkov dalam biografinya.

Final Piala Bulgaria 1985 pun menjadi insiden yang cukup buruk dalam sepak bola Bulgaria. Tentu saja keributan masal ini memancing amarah para suporter. Sebuah pertandingan yang dirusak oleh kepemimpinan wasit dan permainan kotor ini menyebabkan pemerintah komunis sampai turun tangan menerapkan larangan dan hukuman yang sangat keras bagi kedua klub.

Dampaknya, pers memenuhi pemberitaan agar dua klub dihukum. Sekretaris Jenderal Partai Komunis Bulgaria, Todor Zhivkov, secara pribadi terus memerintahkan hukuman. Dua hari kemudian, Federasi Sepak Bola Bulgaria bertindak. Kedua klub pun diskors. Gelar liga yang baru dimenangkan Levski dicabut dan diberikan kepada peringkat ketiga, Trakia Plovdiv.

Jatah CSKA di Piala UEFA 1985/86 harus direlakan kepada Lokomotiv Sofia di peringkat empat. Beberapa pemain menerima larangan bermain sepak bola satu tahun. Bahkan Stoichkov dan Mihaylov diganjar hukuman larangan seumur hidup. Hukuman ini terasa begitu berat namun asosiasi sepak bola Bulgaria berada di bawah tekanan dari partai komunis.

Apalagi Levski yang saat itu merupakan tim terkuat mereka dengan rata-rata pemain 20 tahunan. Diharapkan jika pemain-pemainnya itu bisa sukses di masa depan. Salah satunya Spasov yang sangat terpukul oleh hukuman larangan bermainnya. Sebab, dia sedang bernegosiasi dengan FC Porto saat satu pekan sebelum insiden tersebut.

Padahal, untuk meninggalkan Bulgaria sangat sulit di era komunis Eropa Timur. Adanya minat dari Porto adalah peluang untuk Spasov berpetualang. Namun transfer dibatalkan karena ia dilarang pergi. Satu tahun kemudian, barulah Spasov bisa pindah ke Swedia dan Belgia.

"Keputusan konsensus adalah hasil dari posisi prinsip Persatuan Sepak Bola Bulgaria bahwa perdamaian dan keamanan warga negara serta pemeliharaan ketertiban umum selama sebelum dan sesudah pertandingan adalah prioritas utama untuks emua pihak," tulis BFS, Asosiasi Liga Bulgaria, seperti dikutip dari Bulgaria Posten.

Lalu Komite Sentral Partai Komunis Bulgaria, mengeluarkan keputusan desakan membubarkan kedua tim. CSKA pun harus didirikan kembali sebagai Sredets dan Levski dengan nama Vitosha. Siapa pun akan terkena sanksi jika menyebutkan nama lama klub-klub tersebut. Artinya, pertandingan final Piala Bulgaria 1985 itu benar-benar mengubah sepak bola Bulgaria.

Barulah terjadi pergolakan signifikan dalam sepak bola Bulgaria ketika Presiden Bulgaria, Todor Zhivkov, mengundurkan diri pada November 1989. Khususnya bagi Levski dan CSKA yang memulihkan kembali namanya dan mengklaim gelar sejarah mereka. Sejak itu juga para pemain-pemain Bulgaria diperbolehkan meninggalkan negara tersebut.

Penurunan Kualitas Pasca Perubahan

Pada 1990-an, terjadilah eksodus pemain-pemain berbakat Bulgaria, seperti Stoickov yang pindah ke Barcelona. Perubahan ini memang mendatangkan uang bagi klub-klub Sofia, namun kualitas mereka menjadi anjlok. Setelah perubahan tersebut, mungkin pertandingan Levski melawan FC Schalke di perempat final Liga Eropa 2006, adalah terakhir kali klub Bulgaria mencapai level tersebut.

CSKA dan Levski memang masih dianggap sebagai dua tim paling populer dan banyak pendukungnya di Bulgaria. Namun tidak satu pun dari klub ini menjadi juara Liga Pertama Bulgaria setelah 2009. Memang sebagian besar disebabkan juga oleh kebangkitan klub-klub lain seperti Litex Lovech dan Ludogortes Razgard.

Litex memenangkan dua gelar liga beruntun dari 2009. Sementara Ludogorets mencatatkan 11 gelar beruntun sejak 2012. Pada 2010-an, CSKA dan Levski sama-sama memiliki ketidakstabilan keuangan. Bahkan CSKA sempat terdegradasi ke level ketiga sepak bola Bulgaria pada 2014/15. Sementara Levski mengalami masalah keuangan yang serius dalam beberapa tahun terakhir dengan sering bergantinya kepemilikan.

Kendati demikian, derbi ini masih menjadi pertandingan yang paling banyak dihadiri penonton di Liga Bulgaria. Permusuhan antara kedua belah pihak tetap ada sejak pembentukan CSKA. Setiap kali kedua belah pihak bertemu, tidak diragukan lagi bahwa laga ini masih merupakan pertarungan antara dua klub paling sukses dengan dukungan terbaik di negara itu, meskipun sekarang tidak sedang lagi memperebutkan gelar. Maka dari itu laga ini akan selamanya menjadi Derbi Abadi Sepak Bola Bulgaria.

Komentar