Akankah Ada ?Remontada? untuk Atalanta?

Cerita

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Akankah Ada ‘Remontada’ untuk Atalanta?

Atalanta mengakhiri musim Serie-A 2019/20 dengan rekor poin tertinggi selama klub berdiri dengan 78 angka. Poin plus, produksi 98 gol Duvan Zapata, cs. menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah kompetisi sepak bola Italia.

Kesabaran kepada Gian Piero Gasperini menanamkan filosofi sepak bolanya di Bergamo terus berbuah manis. Gasperini pertama kali membuat kejutan di skena calcio dengan mengantar Genoa menembus peringkat kelima Serie-A musim 2008-09. Sosok sekaliber Diego Milito dan Thiago Motta mekar di bawah taktik 3-4-3 miliknya.

Setahun setelah treble winners, Inter terpukau dengan cara kerja Gasperini. Namun, hasil sekali imbang dan empat kekalahan di semua ajang memaksa Gasperini segera angkat kaki. Sempat berkarier di Palermo dan Genoa lagi, Gasperini akhirnya mendapati tim biru hitam lainnya untuk ditukangi: Atalanta Bergamo.

Juga ada lima hasil tanpa menang bagi Gasperini di Atalanta. Namun bedanya, Presiden klub, Antonio Percassi mempunyai kesabaran. Percassi sendiri yang berbicara langsung kepada para pemain di pusat kebugaran untuk percaya kepada proses.

Pada musim perdana Gasperini di Stadion Atleti Azzurri d’Italia, Atalanta menembus empat besar. Posisi tertinggi dengan raihan poin terbanyak dalam sejarah klub saat itu. Kelak kita tahu, mereka kembali pecahkan dalam waktu singkat.

Pada musim lalu, mereka finis di peringkat ketiga. Alhasil, satu tiket perdana tampil di Liga Champions sukses dikantungi. Sempat muncul kekhawatiran penurunan performa, karena saat pertama kali main di Europa League mereka terjun peringkat ke posisi ketujuh.

Untung saja, tidak terjadi. Pada level domestik, pemecahan rekor poin bagi klub dan jumlah gol terbanyak di Serie-A menjadi bukti. Seandainya mereka menang dari Inter pada laga terakhir, posisi kedua bisa menjadi milik mereka. Rekor lain dalam era emas klub.

Nafas mereka di Liga Champions juga panjang. Sempat babak belur pada tiga pertandingan, Atalanta lolos dari maut berkat koleksi tujuh poin dari tiga laga terakhir babak grup. Mereka menemani Manchester City sembari mengangkangi dua klub kawakan dari Eropa timur.

“Liga Champions untuk Atalanta ialah suatu tujuan yang tidak pernah kami taklukan dalam hidup. Ini datang dengan cara yang sangat mulia. Kami akan tampil sebaik mungkin,” kata pelatih Gasperini saat memastikan diri tampil di sana.

Pada fase gugur, wakil Spanyol, Valencia digilas dengan agregat 8-4. Meski sensasional, ada duka dari setiap kemenangan. Pada perjumpaan pertama, tidak disangka muncul cluster San Siro, karena terjadi bom biologis penyabaran virus Covid-19. Mimpi buruk terbesar tahun 2020 beranak pinak dari tribune berisi 40 ribu penonton yang berguncang dalam kemenangan bersejarah.

Bahkan, Gasperini juga merasakan gejala Covid-19. Dengan entengnya dia mengabaikan gangguan pada sistem pernapasan untuk memimpin Atalanta pada laga kedua. Indera perasanya tidak bisa berfungsi, sekalipun sedang menyantap makanan dari juru masak restauran pemilik bintang michelin.

Kemudian disusul kiper mereka, Marco Sportiello yang juga terpapar virus. Kemungkinan ada nama-nama anggota tim Atalanta lainnya yang bernasib serupa. Sebab, Valencia sebagai lawan saja seperempat personelnya terinfeksi Covid-19 setelah duel tersebut.

Untung saja, tidak ada korban jiwa dari kedua tim. Sebagai pekerja di bidang olahraga, mereka memiliki antibodi yang mumpuni. Sekalipun memang bukan berarti sama sekali imun terhadap virus. Sembari tetap tidak bisa disangkal tragedi di Stadion San Siro berkontribusi atas merebaknya virus di kawasan Lombardi, basis klub Atalanta.

Lombardi terdampak paling parah Covid-19 secara nasional di Italia. Lebih dari 16.000 terinfeksi pada awal Juni. Sempat beredar video viral, tentara Italia yang menurunkan kendaraan tempur untuk memindahkan kumpulan jenazah.

VIDEO: Momen Terbaik Paris Saint-Germain 2019/20



Lanjutan Kisah Peri

Tiba di perempatfinal, Atalanta disambut tim raksasa Prancis, Paris Saint-Germain. La Dea, berpeluang melanjutkan kisah peri mereka. Sayangnya, Atalanta tidak bisa diperkuat Josip Ilicic. Pemain yang memborong empat gol pada laga kedua melawan Valencia terpaksa absen, karena masalah pribadi.

Gosip beredar, Ilicic alami depresi setelah mengetahui istrinya selingkuh. Hatinya remuk, tatkala karier sepak bolanya meroket di usia kepala tiga, kisah asmaranya justru hancur lebur. Gasperini memastikan timnya terus memberi dukungan moral kepada Ilicic. Selama tiga musim berseragam biru-hitam, Ilicic menyumbang 49 gol.

Atalanta layak mengandalkan Luis Muriel dan Duvan Zapata yang sama-sama mencetak 18 gol di Serie-A. Di belakang mereka, trequartista Alejandro Gomez mengorkestrasi penyerangan dengan kecerdasan menguasai permainan. Sementara, dua wingback seperti Robin Gosens dan Hans Hateboer juga teramat signifikan perannya untuk pola 3-4-1-2 Gasperini.

Situs analisis taktik, Tifo juga secara terbuka kalau permainan Atalanta bukan sesuatu yang mudah dipahami. Gaya main mereka cair, karena sedari awal Gasperini tidak ragu mengubah susunan formasi dan menempatkan pemain di posisi berbeda. Semua menyesuaikan lawan yang dihadapi.

Pola 3-4-1-2 punya banyak variasi serangan yang terimplementasi sepanjang pertandingan. Terkadang, padat di sisi kiri lapangan untuk menghasilkan kekosongan di depan gawang lawan. Penyerang tidak ragu bermain melebar, sehingga posisi mereka malah tergantikan wingback yang kehadirannya tidak disadari.

Makin berbahaya, karena Papu Gomez dan Ilicic memiliki spontanitas gaya bermain yang hanya dipahami rekan mereka sendiri. Gomez secara eksentrik pernah menyebut kalau posisi terbaik di lapangan ialah dekat wasit. Kesendirian pengadil lapangan yang tidak terlibat dari permainan, coba Gomez optimalkan demi leluasa mengontrol laga.

Tidak heran, kesuburan gol Atalanta terbagi rata. Hanya Ilicic yang sanggup mencetak di atas 20 gol. Selain mencetak rekor gol sepanjang masa Serie-A, La Dea juga tertinggi untuk menghasilkan tembakan dan terbanyak dalam sentuhan di kotak penalti.

Lawan mereka nanti malam jelas bukan tim selevel Shaktar Donetsk, Dinamo Zagreb, atau Valencia. Paris Saint-Germain tampil sebagai unggulan dengan raihan treble winners domestik kelima dalam sejarah. Jika Atalanta dibangun lewat filosofi Gasperini, kita tahu bagaimana dukungan finansial Nasser Al-Khelaifi mengubah peruntungan Les Parisien sejak 2011.

Melihat susunan bracket, PSG jelas yang terkuat untuk mencapai final. Hanya pengalaman pasukan Diego Simeone yang mampu menandingi materi pemain PSG. Ongkos 222 juta euro memboyong Neymar tentu untuk menghadirkan trofi Si Kuping Besar ke ibu kota Prancis.

Kylian Mbappe dapat dipastikan bisa bermain setelah cedera pergelangan kaki. Kehadirannya memberi teror nyata bersama kumpulan penyerang bertalenta tim Paris. Dapat ditebak, Neymar dengan skil yang sangat mumpuni menjadi ancaman terbesar bagi tiga bek tengah Atalanta.

Ketika menghadapi penyerang skilful, trio Toloi-Palomino-Djimsiti rentan kelabakan. Ini aspek terlemah La Dea. Mereka barang kali dilarang menggiring bola sampai ke tengah lapangan sebagai salah satu variasi serangan tim di laga nanti. Sebab sedikit saja ketiganya salah posisi, Mauro Icardi tanpa ampun mengeksekusi peluang.

Pada musim ini, PSG begitu gagah perkasa di Liga Champions. Real Madrid mereka kangkangi di fase grup. Selanjutnya giliran Borussia Dortmund mereka bungkam sekalipun sempat kalah di laga pertama. Mereka layak masuk dalam bursa juara.

Sayang, kiprah PSG di Liga Champions memang terlalu banyak cemar. Musim lalu mereka tersingkir dari Manchester United karena kalah produktivitas gol tandang. Meski sempat unggul 2-0 di Stadion Old Trafford, mereka terkejar 1-3 oleh Marcus Rashford, cs.

Kenangan buruk berjudul remontada selamanya melekat bersama kemewahan PSG era baru. Sulit dimengerti bagaimana mereka pernah unggul 4-0 dari Barcelona pada leg 1 babak 16 besar Liga Champions 2016-17, lantas terbabat 1-6 pada leg kedua. Muntab yang terlampiaskan dengan setoran uang lebih dari 300 juta euro untuk merekrut Neymar dan Mbappe di bursa transfer.

Remontada secara harfiah dalam bahasa Spanyol berarti, ‘aksi membalikkan keadaan setelah tertinggal’. Padanan bahasa Inggris untuk kata, ‘comeback’. Berhubung duel nanti hanya berlangsung satu laga, praktik remontada hanya bisa berlangsung maksimal sampai adu penalti.

Mungkin pada babak pertama ada tim yang unggul besar, lalu terbalap saat wasit meniup panjang peluit. Jangan pernah sekali-kali meremehkan magis Liga Champions. Istilah ‘Miracle of Istanbul’, ‘Keajaiban di Muenchen’, ‘Kejutan Porto 2004’, dll. mewarnai kisah turnamen elite ini.

PSG jelas unggulan untuk mengandaskan Atalanta. Mereka enggan ada lagi remontada dilakukan tim lawan. Sekalipun punya potensi melakukannya, Atalanta pasti lebih memilih menang dengan cara nyaman dan meyakinkan. Melukai PSG dengan cara serupa jelas menambah perih proyek sepak bola lewat jalur cepat.

Remontada untuk Atalanta paling tepat dapat diartikan sebagai bangkit dari keterpurukan akibat terpaan virus di kota mereka. Membalikkan keadaan dari derita yang lebih riil daripada sekadar hasil 2x45 menit. Menolak lagi bersikap serampangan, karena menyepelekan virus tanpa vaksin perenggut nyawa ratusan orang.

Remontada untuk Atalanta juga semacam kiriman pesan kepada Ilicic untuk pulih dari depresi. Meyakininya kalau ada hidup yang lebih baik setelah dikhianati.

“Kami tahu penduduk Bergamo menunggu pertandingan ini. Ada tambahan motivasi untuk bisa mewakili kota kami dengan cara terbaik dan membuat mereka tersenyum,” ungkap Gasperini.

Hanya dengan mengeluarkan kemampuan terbaik kedua tim pantas merasa puas di akhir laga. Tontonan sepak bola ideal dari kedua tim yang mengagungkan sepak bola atraktif. Berjalan secara adil, tanpa perlu ada yang bersikap kontroversial.

Dengan cara begitu, duel PSG versus Atalanta semestinya terkenang dalam sejarah. Ah, babak yang tertunda lama pun akhirnya tiba.

Sumber: GdS/Calciomercato/UCL.

Komentar