Bagaimana Sepakbola Memanfaatkan Tiktok?

Cerita

by Redaksi 11

Redaksi 11

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Bagaimana Sepakbola Memanfaatkan Tiktok?

Artikel ini lanjutan dari naskah berjudul, “Ketika Sepakbola Juga Ber-TikTok Ria”.

Belum semua klub sepak bola memiliki akun TikTok. Perlahan mereka sadar pentingnya membuat akun resmi di sini. Statitistik sebagai aplikasi paling banyak diunduh pada 2020 terlalu sulit untuk diabaikan begitu saja. TikTok dengan karakteristiknya, menyajikan peluang untuk klub sepak bola mengembangkan brand demi menyasar segmentasi tertentu.

Barcelona termasuk klub yang cepat untuk menyadari peluang tersebut. Blaugrana menyadari TikTok cocok untuk menjangkau penggemar dari demografi millenial (kelahiran 1981-1996) dan generasi z (1997-2010). Hanya dalam dua bulan (Juli-September 2019), El Barca menjadi tim sepakbola pertama yang menyentuh satu juta pengikut di Tiktok.

“Kesenangan dan hiburan, melibatkan para pemain, menjadi dua alasan Barcelona sukses di kanal ini. Cara terbaik untuk terhubung dan melibatkan keikutsertaan dengan audiens kami melalui saluran komunikasi yang baru,” tulis pernyataan resmi Barca.

VIDEO: Bedah keuangan pemain sepakbola Bareng Jouska ID



Klub lain yang lebih dulu menjangkau satu juta pengikut, yakni Liverpool. Meskipun dalam rentang waktu yang lebih lama (Mei-November 2019), The Reds juga memiliki kesadaran kalau medium ini efektif mendekatkan mereka dengan audiens baru, khususnya Gen Z.

“Kami adalah industri yang perlu memanfaatkan teknologi demi memastikan kami tidak melewatkan seluruh generasi muda yang tumbuh dewasa tanpa memiliki kecintaan kepada sepak bola,” ucap Kepala Eksekutif Liverpool, Peter Moore kepada majalah Arabian Business.

Lansiran data Influencer Marketing Hub pada November 2019, Barcelona berpotensi sanggup meraih keuntungan rata-rata sebesar 671 paun untuk setiap kiriman promosi di akun TikTok mereka. Sedangkan, Liverpool hampir separuhnya dengan estimasi 398 paun.

Segalanya mungkin bertambah berkali lipat kalau melihat data baru pada 2020. Barcelona sanggup menyentuh angka empat juta pengikut. Real Madrid lantas menyalip Liverpool. Sedangkan The Reds masih menjadi klub Inggris paling populer dengan 2,4 juta pengikut dan 22 juta likes.

Sebagaimana dunia teknologi, segalanya bergulir teramat cepat. Pada konteks yang lebih luas, Charli D’Amelio menjadi pengguna Tiktok dengan pengikut terbanyak sampai Mei 2020. Padahal, pada awal Januari 2020 dia sama sekali tidak masuk 10 besar.

Peningkatan drastis terjadi setelah dia terlibat dalam NBA All Stars pada pertengahan Februari. Juga tentunya konten lain, seperti #DistanceDance yang viral. Dua puluh juta pengikut dia rebut hanya dalam waktu Maret-April 2020. Gadis 15 tahun ini menggeser nama-nama yang lebih dulu mapan sedari zaman musical.ly (pendahulu TikTok). Dengan 57 juta followers dan 4 miliar likes, estimasi pendapatan Charli mencapai 48.000 dollar untuk setiap kiriman video singkat yang dimonetisasi.

Dinamis bukan hanya tampak pada gerak joget video TikTok. Hanya dalam kurun waktu empat tahun dibuat, TikTok mampu merebut perhatian dalam lanskap media sosial. Mulanya, perusahaan teknologi ByteDance membuat Douyin untuk pasar Tiongkok pada September 2016. Baru pada 2017, aplikasi diberi nama TikTok untuk segmentasi internasional.

Satu momen penting saat mereka merger dengan musical.ly pada 2018. Akuisisi krusial meningkatkan basis pengguna anak muda pada layanan digital ini. Kemudian statistik ‘wah’ sebagai aplikasi bukan gim yang paling banyak diunduh pada 2020 di App Store dan Playstore sebanyak 1,5 miliar kali. Sejauh ini TikTok punya 800 juta pengguna aktif di seluruh dunia.

Klub sepakbola ataupun pesepakbola mungkin tidak meraih pendapatan sebesar Charli dari TikTok. Sebab, pemasukan utama mereka tetap dari bisnis industri si kulit bundar. Mencakup hak siar televisi, tiket pertandingan, penjualan merchandise, kontrak sponsor di seragam, kontrak ekslusif dengan jenama internasional, dll.

Namun mengabaikan potensi TikTok jelas naif juga. Satu klub yang bisa disorot, yaitu Manchester United. Seperti pada media sosial lainnya, MU termasuk klub top yang selalu lambat membuat akun resmi media sosial.

Sampai paruh musim Premier League 2011-12, hanya The Red Devils dan tim promosi, Swansea City yang belum punya akun twitter resmi. Padahal klub lain kadung memulai menangkap tren si burung biru dalam kurun waktu 2008-2010.

Begitupun akun Youtube resmi. MU baru meluncurkannya pada akhir tahun 2017. Bagaimana untuk TikTok? Sudah barang tentu hanya mereka di antara Big Six yang belum mendaftar.

Tentu sebagai klub Inggris yang memiliki 137 juta penggemar di seluruh dunia, MU sah-sah saha punya pertimbangan sendiri dalam strategi media sosial menengok untung-rugi. Sekalipun daftar belakangan, dalam waktu singkat biasanya The Red Devils segera membalap.

Apapun alasannya, TikTok punya potensi bagus dalam mengembangkan brand klub sepak bola. Sanggup menjangkau segmentasi penggemar usia 25 tahun ke bawah yang menjadi basis pengguna aplikasi ini. Siapa cepat mengoptimalisasi, sangat mungkin memengaruhi keuntungan finansial yang dalam jangka panjang bisa signifikan.

Pada tataran sederhana, penggemar Manchester United mungkin sekadar kecewa tidak menemukan akun TikTok klub favoritnya. Namun tatkala prestasi United kering dalam jangka waktu lama, sementara Manchester City sanggup mengembangkan citra klub di dalam dan di luar lapangan, bukan tidak mungkin pada tahun-tahun mendatang terjadi pergeseran kekuatan.

Sesuatu yang meskipun berat diakui, tapi sedari Sir Alex Ferguson pensiun, indikasinya cukup kelihatan.

Elaborasi dengan Sepakbola

Lantas bagaimana mengelaborasi konten sepak bola dengan TikTok?

Pakar media baru, Marshall McLuhan terkenal dengan teorinya yang menyebut, “Medium adalah pesan itu sendiri.” Dia mengembangkan konsep yang sebelumnya memisahkan ‘pesan’ dengan ‘media’.

Bagi McLuhan, media yang dipilih untuk menyampaikan pesan sama pentingnya atau bahkan lebih penting daripada pesan itu sendiri. Bukan ‘pesan’ yang membentuk kesadaran sampai mengubah perilaku, melainkan medium yang memengaruhi alam bawah sadar orang yang menerima pesan. Medium yang dipilihlah yang justru membentuk pesan.

Terasa benar argumennya. Contoh kasusnya, sekalipun sama-sama media sosial, tapi pendekatan penggunaannya satu sama lain mestilah berbeda.

Berangkat dari teori McLuhan inilah, gaya komunikasi informal akun twitter klub Bundesliga dan AS Roma terasa mungkin teraplikasi dan diimitasi. Sebab, twitter dengan pembatasan jumlah karakter cenderung dipakai untuk mengobrol topik tertentu yang ringan dan tidak melulu komprehensif.

Sedangkan, Instagram sebagai media berbagi gambar jelas memungkinkan foto dan olahan grafis menjadi kekuatan utama pembentuk pesan. Sementara situs resmi klub lazim dipakai menyampaikan informasi formal dari organisasi, seperti informasi lengkap peresmian transfer, transkrip utuh wawancara, dan konten ekslusif lainnya.

Demikian juga dengan Tiktok. Karakternya spesifik sebagai video di bawah satu menit yang berisi konten hiburan seperti lipsync, dance, sketsa komedi, meme, dan vlog. Maka berbeda dengan layanan video semacam Youtube dan IGTV, karena durasi dan cara main algoritma yang tidak sama.

Bukan berarti ada yang lebih unggul mutlak, tapi kekhasan memungkinkan adanya diferensiasi produk. Faktor penting dalam pemasaran.

Carlo de Marchis, editor Sport: The Digital (r)evolution menjabarkan elemen penting pembeda TikTok untuk brand tim olahraga. Berhubung segmentasi audiens yang disasar yakni remaja (sesuatu yang selalu krusial untuk klub olahraga), Tiktok menantang untuk selalu ikut tren unik dan challenge yang melibatkan audiens.

Rentang idenya meliputi: Konten keahilan spesifik, seperti juggling bola. Tantangan unik, seperti menyepak ke tiang gawang atau mengeksekusi penalti dengan mata tertutup. Video mengkreasi ulang aksi ikonik dari lapangan hijau. Serta lipsync komentator terkenal juga boleh dicoba.

Apa yang De Marchis jabarkan ternyata memang tepat. Pesepakbola mulai bertiktok ria, saat muncul #ToiletPaperChallenge, tantangan menyepak tisu tanpa jatuh demi membangun kesadaran hidup higenis di masa pandemi.

Marcelo melakukan ini sebagai video pertamanya. Jelas unik, karena butuh keahlian khusus yang biasanya pesepakbola tunjukkan pada sesi latihan.

Alphonso Davies viral saat dia menirukan perayaan gol para penyerang. Bukan sekadar menirukan gaya-gaya keren mereka, tapi dia punya humor dengan menyelipkan selebrasi gol komikal Thomas Mueller yang hanya berjingkrakan minim estetika. Davies menerapkan poin ketiga De Marchis soal mengkreasi ulang aksi ikonik di lapangan hijau.

De Marchis menekankan, sekalipun formatnya video, tapi Tiktok bukan medium tepat untuk menampilkan highlights pertandingan ataupun wawancara pemain. Tetap bedakan format video untuk Youtube, Instagram, dan Tiktok. Tren yang ada di Tiktok biasanya membuat orang-orang cenderung aktif, karena melibatkan tampilan keahlian ataupun akting.

Mungkin semua orang terkesan paham. Namun dalam pengaplikasiannya tidak semua akurat. Inter Milan, klub elite pertama yang mendaftar Tiktok (video perdana: 15 Desember 2018), sejauh ini tidak masuk 10 besar tim dengan followers atau likes terbanyak. Bahkan hanya ada tiga dari puluhan konten yang menembus jutaan penonton.

Mengapa begitu? Sepertinya, La Beneamata kurang melibatkan pemain bintang mereka. Terbukti, sekali saja menayangkan video Lautaro Martinez berjalan memberikan kostum sehabis pertandingan, itu sanggup menembus enam digit viewers.

Kemudian video Romelu Lukaku sekadar tertawa di museum Inter dan Christian Eriksen yang menyapa pendukung dari atas balkon juga hampir menembus jutaan penonton. Namun, tidak ada video bintang mereka melakukan tantangan tertentu. Justru, konten “Christmast Dance Challenge” dilakukan kru medsos Inter. Itu berhasil menjadi salah satu video terbanyak yang mendapat views plus likes.

Berbeda dengan Barcelona. Sedari awal Blaugrana memanfaatkan hype perekrutan Antoine Griezmann, tur musim panas di Jepang dan Amerika Serikat, serta menyorot megabintang Lionel Messi dalam acara penganugerahan UEFA. Begitupun Liverpool yang memanfaatkan momentum juara Liga Champions 2019-20 pada awal-awal pembuatan konten Tiktok.

Tidak dapat disangkal, branding terbaik klub olahraga tetap berangkat dari hasil di lapangan. Barcelona tengah menjalani periode emas klub bersama Lionel Messi. Liverpool mulai bangkit lagi pada era Juergen Klopp. Begitupun Real Madrid dan Bayern Muenchen yang konsisten mendominasi. Mereka masih menjadi kekuatan utama di Liga Champions Eropa dalam kurun waktu yang lama.

Barulah dari sana merembet ke luar lapangan. Mulai dari pemeringkatan Delloite Money League, laporan Forbes setiap tahunnnya, termasuk popularitas di media sosial yang kasat mata. Dalam konteks Tiktok, mereka melanjutkan tren bagus pada rapor yang lain kepada aplikasi baru nan potensial ini.

Memang tidak semua bisa cocok dengan karakter media sosial tertentu. Lionel Messi sampai sekarang memutuskan Twitter bukan medium terbaiknya menyampaikan pesan. Cristiano Ronaldo barang kali kadung nyaman menjadi orang terpopuler di Instagram. Satu ukuran bukan berarti cocok untuk semua orang.

Tiktok memang seksi untuk menjangkau Gen Z yang kebiasaannya masih terus diteliti. Sulit ditampik pula potensi pundi-pundi. Dengan karakter dan algoritmanya yang khas, Tiktok menyajikan ruang luas untuk eksplorasi. Bagaimanapun perkembangannya, perlu terus pelaku social media marketing cermati.

Setidaknya, Tiktok kadung menjadi suaka dari kebosanan selama karantina korona. Terselip sebagai kabar bahagia pada tahun 2020 yang belum berjalan separuh tapi banyak duka. Aplikasi yang bisa dipandang remeh, karena alay atau apalah, nyatanya sanggup memberikan suatu kesamaan kolektif antarlintas negara.

Peran yang biasanya dijalankan oleh gelaran turnamen-turnamen olahraga. Sayangnya, Piala Eropa dan Olimpiade saja mesti satu tahun tertunda.

Jadi jangan malu untuk bertiktok ria.

Daftar Klub dengan Pengikut TikTok Terbanyak (?)

  1. Barcelona - @fcbarcelona - 4,3 juta,
  2. Real Madrid - realmadrid - 2,7 juta,
  3. Liverpool - @lfc - 2,4 juta,
  4. Bayern Muenchen - @fcbayern - 1,7 juta,
  5. Manchester City - @mancity - 958 ribu,
  6. Dortmund - @bvb - 937 ribu,
  7. PSG - @psg - 890 ribu,
  8. Atletico Madrid (827 ribu)
  9. Ajax Amsterdam (795 ribu)
  10. Chelsea (793 ribu)

Daftar Klub dengan Likes TikTok Terbanyak (?)

  1. Barcelona - @fcbarcelona - 34,3 juta,
  2. Liverpool - @lfc - 22,5 juta,
  3. Real Madrid - @realmadrid - 19,4 juta,
  4. Bayern Muenchen -@fcbayern - 15,8 juta,
  5. Ajax Amsterdam - @afcajax - 10,3 juta,
  6. Dortmund - @bvb - 950 ribu,
  7. Atletico Madrid - @atleticodemadrid - 660 ribu,
  8. Manchester City - @mancity - 590 ribu,
  9. Chelsea - @chelseafc - 560 ribu,
  10. PSG - @psg - 480 ribu.

Data diambil dari 63 akun TikTok klub sepak bola pada Minggu, 31 Mei 2020 jam 21.00 WIB. Artikel ini lanjutan dari naskah berjudul, “Ketika Sepakbola Juga Ber-TikTok Ria”.

(Independent/Adweek/TikTok).

Komentar