Jadon Sancho dan Reiss Nelson: Kisah Perantau Langka dariInggris

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Jadon Sancho dan Reiss Nelson: Kisah Perantau Langka dari Inggris

Oleh: Andreas Launardo*

Pergi jauh dari rumah adalah salah satu keputusan besar dalam hidup. Coba tanyakan itu pada dua pemain Inggris yang sedang menjadi perbincangan hangat di Jerman sana.

Perkenalkan: Jadon Malik Sancho. Sancho adalah mantan pemain muda akademi Manchester City yang memilih “hijrah” ke Jerman, tepatnya ke Dortmund. Ia perlahan mendobrak lewat penampilannya di sisi sayap Borussia Dortmund dengan mengantongi delapan asis. Ia bahkan dihadiahi Gareth Southgate untuk mendapatkan caps pertamanya di timnas Inggris. Ia masuk sebagai pemain pengganti dan bermain selama 12 menit di lapangan saat menghadapi Kroasia serta bermain penuh saat menghadapi Amerika Serikat.

Satu bocah lainnya adalah pemain muda orbitan Arsene Wenger yang sudah ada di Arsenal sejak usia sembilan tahun: Reiss Luke Nelson. Ia sempat bermain di pertandingan pra-musim dan pertandingan liga juga Europa League. Musim ini, ia mengambil keputusan dengan bermain di Jerman setelah menandatangani perpanjangan kontrak di Arsenal.

Hoffenheim adalah tempat belajar yang baik buat bocah ini, mengingat pelatih mereka adalah Julian Nagelsmann yang dikenal sebagai salah satu generasi pelatih muda di Jerman. Nagelsmann juga punya reputasi yang mempercayai pemain muda untuk bermain. Setidaknya sampai awal Desember 2018, enam gol dihasilkan bocah ini meski kebanyakan penampilannya dimulai dari bangku pemain pengganti, sesuatu yang sangat baik mengingat ini musim pertamanya.

Sancho pindah ke Dortmund di usia 17 tahun sementara Nelson setahun lebih tua. Pindah ke tanah yang asing di usia yang masih sangat muda, tentu bukanlah sesuatu yang mudah. Penulis kebetulan juga memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar pulau. Dari sebuah kota kecil di Kalimantan menuju salah satu kota besar dengan julukan “kota pelajar”, Yogyakarta. Jauh dari keluarga untuk pertama kalinya adalah salah satu tantangan pertama berada di kota yang jauh. Belum lagi adaptasi dengan kota yang jelas secara lingkungan, kultur, dan bahasa, sangat berbeda.

“Saya merasa siap untuk langkah berikutnya dan saya merasa Borussia Dortmund adalah klub yang hebat untuk mengembangkan karier,” kata Sancho dalam sebuah wawancara dengan BBC.

Ini membawa permainan saya ke tingkat yang berbeda, hanya karena saya bermain dan mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia apa yang dapat saya lakukan di lapangan,” lanjutnya.

“Saya selalu ingin sebisa mungkin menjadi pemain terbaik. Saya masih berumur 18 tahun dan saya pikir pergi ke Bundesliga akan memberi saya tantangan dan melakukan itu akan membuat saya menjadi pemain sepakbola yang lebih baik dan manusia yang lebih baik di sepanjang hidup saya,” lanjut Nelson di wawancara yang sama.

Menantang diri di kota orang adalah alasan mereka berdua melanjutkan karier di Jerman, begitu pula alasan saya dulu untuk melanjutkan kuliah di luar Kalimantan. Saat banyak rekan sekolah saya dulu memilih untuk tetap tinggal, saya malah memilih Yogyakarta untuk, sedikit mengutip wawancara Sancho tadi “mengembangkan karir serta membawa diri saya ke tingkat yang berbeda.”

Dari Hiruk Pikuk Kota London Menuju Kota Kecil di Jerman

Jerman (dalam hal ini Bundesliga) mungkin menjadi salah satu tempat yang baik untuk memberi kesempatan para pemain muda,terutama dalam hal ini pemain muda Inggris, untuk berkembang menjadi lebih baik, menempa diri lewat pengalaman-pengalaman baru, di mana sang pemain dituntut untuk keluar dari zona nyaman agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru.

Baca juga: Ramai-ramai Meninggalkan Inggris

Reiss Nelson memilih tinggal di kota Heidelberg yang lebih tenang dibandingkan Sancho yang tinggal di kota Dortmund. Nelson dalam wawancara mengatakan beberapa hal dengan tempat tinggal barunya:

“London adalah tempat yang sangat besar tetapi sekarang saya berada di kota kecil bernama Heidelberg dan saya di sini bersama keluarga saya, saya senang saat ini dan saya bermain, jadi semuanya berjalan dengan baik,”

“Hoffenheim adalah sebuah desa kecil. Aku tinggal bersama ibu dan saudara laki-lakiku di sini?. Mereka sedang menjelajahi Heidelberg dan mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka menyukainya, jadi itu semua baik untukku.”

Dia menambahkan: “Saya dapat berbicara sedikit bahasa Jerman. Saya mendapatkan pelajaran bahasa Jerman dan itu berjalan dengan baik. Anak-anak kadang mengejek saya bicara, cara saya berbicara, tapi itu tidak masalah.”

Berada di kota yang baru mengajarkan banyak hal yang belum pernah kita temui di tempat tinggal kita yang lama. Nelson yang telah tinggal lama di kota besar London, di usia 18 tahun pergi menuju sebuah kota kecil di Jerman untuk mendapatkan perlahan kesempatan -walau kebanyakan sebagai pemain pengganti- di tim pertama dan menikmati perkembangan dirinya di sana dengan lampu sorot media massa yang relatif tidak seribut di Inggris sana.

Mendapatkan menit bermain yang lebih di tim utama Hoffenheim baik bagi Nelson saat nanti kembali ke Arsenal.

“Arsenal adalah klub masa kecil saya,” katanya. ”Saya sudah bersama mereka sejak saya berusia delapan tahun, jadi itu 10 tahun.”

“Saya hanya ingin kembali ke sana lebih kuat karena pada saat saya di Arsenal saya berumur 16 tahun, 17 tahun dan saya tidak merasa percaya diri.”

“Saya tidak berpikir saya adalah seorang pria dewasa, tapi sekarang saya merasa lebih kuat dan saya pikir beberapa bulan lagi atau bahkan setahun lagi di Hoffenheim akan membuat saya lebih kuat dan memberi saya kepercayaan dan keyakinan untuk kembali ke Arsenal dan melakukannya dengan lebih baik.”

“Aku ingin menjadi legenda Arsenal. Dan, itu yang terbaik untuk Inggris.”

Jauh dari Rumah, Jauh dari Keluarga

Berada jauh dari orang yang dicintai, dalam hal ini keluarga, juga menjadi alasan yang begitu berat untuk pergi ke kota baru, kota yang begitu asing dengan tempat tinggal kita selama ini.

“Pindah dari rumah adalah tantangan terbesar. Meninggalkan ibu dan saudara perempuan, saya sangat merindukan mereka. Tapi saya ingin melakukan yang terbaik untuk saya, dan itulah yang saya lakukan,” kata Sancho dalam wawancaranya yang lain.

“Itu sangat sulit, terutama merindukan Ibuku. Tetapi jika Anda benar-benar percaya pada diri sendiri, anda harus melakukan yang terbaik untuk diri anda. Saya sekarang bersama Ayah saya di Jerman di sebuah apartemen.

“Tidak semua orang merasa nyaman bergerak dari rumah. Jika Anda siap bermain di luar negeri dan Anda percaya pada diri sendiri, mengapa tidak?”

Dalam wawancaranya Sancho juga mengatakan beberapa hal tentang kota yang di tinggalinya sekarang:

“Kota ini bagus. Saya pergi untuk berjalan-jalan, saya belajar bahasanya juga, jadi semuanya berjalan dengan baik sejauh ini,”

“Ayahku ada di sini sekarang, jadi dia yang menjagaku. Aku memiliki koki -Dortmund merekomendasikan dia- dan dia banyak membantuku, membuatku tetap sehat dan bugar,”

“Ada banyak orang asing di ruang ganti jadi saya pikir itu hanya normal bagi mereka, tapi senang berada di sekitar semua orang. Ada budaya yang berbeda dan Anda bisa belajar berbagai hal.”

Suka duka di tanah perantauan mengajarkan banyak hal untuk perkembangan kita menjadi diri yang lebih baik. Untuk para pemuda Inggris yang kalah dengan para pemain asing di negaranya sendiri, mungkin keluar untuk pergi merantau —seperti tren yang dimulai oleh Sancho dan Nelson— adalah alternatif pilihan baru yang baik untuk melatih diri beradaptasi di lingkungan yang berbeda, sesuatu pilihan yang mungkin tak pernah dilakukan selama bertahun-tahun oleh para pemain muda Inggris dibandingkan para pemain muda dari negara lain.


*Penulis merupakan penggemar Arsenal sejak era Invincibles, bisa dihubungi lewat akun Twitter di @HighFlyingCow

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar