Antara Leonardo DiCaprio dan Michael Ballack

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Antara Leonardo DiCaprio dan Michael Ballack

Karya Dani Suryadi


Pekan lalu, saat sedang asik saya nonton TV, muncul berita tentang film yang diprediksi para pengamat akan menjadi salah satu nominator film terbaik piala Oscar tahun depan, The Revenant.  Film yang direncanakan akan keluar bulan Desember 2015 ini disutradarai salah satu sutradara terbaik saat ini, Alejandro Gonalez Iñárritu.

Film terakhirnya yang berjudul Birdman meraih empat penghargaan di Academy Awards 2014. Saya pribadi lebih menyukai salah satu karya filmnya yang berjudul Amores Perros (2000) dibanding film tersebut. Di tulisan ini saya takkan membahas tentang Iñárritu, yang menjadi ketertarikan saya adalah pemeran utama di film terbarunya itu: Leonardo DiCaprio.

DiCaprio dipercaya menjadi pemeran utama film terbaru Innaritu itu.  Siapa yang tidak kenal Leonardo DiCaprio? Pria kelahiran 11 November 1974 yang memiliki darah Italia-Jerman dari ayahnya dan Russia-Jerman dari sang ibu adalah salah satu aktor paling populer saat ini.

Leonardo DiCaprio mengawali karir filmnya saat dia berusia 18 tahun dalam film berjudul Critters 3 (1991).  Namanya semakin melambung memerankan Jack Dawson di film Titanic. Namanya bahkan selalu lebih besar daripada beberapa film yang dia terlibat sebagai aktornya seperti seperti The Man in The Iron Mask (1998), Catch Me If You Can (2002), Gangs of New York (2002), The Departed (2006), Shutter Island (2010), Inception (2010), dan Django Unchained (2012).

Di awal kemunculannya, banyak pengamat film meyakini Leo akan lebih besar daripada nama-nama terdahulu seperti Henry Fonda, Gregory Peck, Steve Mcqueen atau bahkan Marlon Brando. Bagaimana tidak, di film keempatnya What’s Eating Gilbert Grape (1993), saat itu dia masih berusia 19 tahun, dia  sudah menjadi salah satu nominator Academy Awards. Namun ia gagal membawa piala.

Pada 2004, film The Aviator membawanya masuk menjadi nominator untuk Best Actor, kembali lagi dia gagal. Tahun 2006 dia kembali  menjadi nominator lewat film Blood Diamond, kembali dia belum beruntung. Akhirnya, pada 2013, banyak pengamat film meyakini dia akan berhasil  meraih piala Oscar lewat aktingnya yang luar biasa di film The Wolf of Wall Street. Sayang, piala Oscar seperti enggan disentuh tangan Leo. Ia lagi-lagi pulang dengan tangan hampa dan harus mengakui keunggulan Matthew McConaughey lewat Dallas Buyer's Club.

Apa yang dialami Leo seperti halnya seorang pesepakbola yang selalu gagal di final Liga Champions, kemudian gagal di final Piala Eropa, dan lebih menyakitkannya lagi kemudian gagal di final Piala Dunia. Pemain seperti itu mungkin akan gampang diledek sebagai pemain spesialis runner up. Saya yakin semua pembaca langsung terpikir salah satu nama pesepakbola yang nasibnya tak lebih baik dari Leonardo DiCaprio. Siapa lagi kalau bukan  Michael Ballack.

Jika kita perhatikan beberapa peran yang dimainkan DiCaprio seperti dalam film The Quick and the Dead, Romeo and Juliet, Titanic, The Departed, dan pastinya The Great Gatsby, nasib karakter yang diperankan DiCaprio, seperti halnya Ballack, selalu bernasib naas di final (ending).

Ballack lahir pada 26 September 1976. Ia mengawali karirnya di FC Kaiserslautern dan berhasil membawa timnya meraih juara Bundesliga di musim 1997/1998. Namun namanya semakin melambung seiring penampilannya yang luar biasa di lini tengah Bayern Leverkusen yang berhasil dibawanya sampai di Stadion Hampden Park, Glasgow, lokasi final Liga Champions 2001/2002. Sayang gol cantik Zinadine Zidane membuatnya menangis malam itu.

Di sinilah “kutukan” seperti dimulai.

Sebulan kemudian Rudi Voeller membawa Jerman dengan Michael Ballack sebagi komponen utamanya di Piala Dunia 2002,  Di Jerman saat itu muncul ungkapan “Ballack adalah Jerman dan Jerman adalah Ballack” karena vitalnya peran Ballack di masa itu. Timnas Jerman di awal abad ke-21 adalah era Ballack. Ia pun menjawab peran dan harapan itu dengan membawa timnas Jerman menuju final melawan Brazil.

Tapi sedihnya, Ballack tak bisa bermain di final karena karena akumulasi kartu. Gagal bermain di final saja tidaklah cukup. Sebab di final pun Jerman akhirnya dikalahkan Brazil lewat dua gol Ronaldo Luis Nazario de Lima. Ballack pun menangis keras untuk kedua kalinya.

Setelah kegagalannya membawa Leverkusen juara Liga Champions 2001/2002 Ballack pun memutuskan bermain untuk Bayern Munchen. Selama dia bermain untuk Munchen, tak pernah sekali pun gelar juara Bundesliga pindah ke tim lain. Selalu trofi Bundesliga jatuh ke tangan Ballack dan Muenchen.

Seperti jenuh karena tak ada lagi tantangan domestik, juga karena masih bernafsu dengan Liga Champions, akhirnya ia hijrah ke Chelsea. Di musim keduanya bersama Chelsea, ia lagi-lagi merasakan final Liga Champions. Meskipun berhasil mengeksekusi tendangan penalti di babak adu penalti, tapi Chelsea gagal mengalahkan Manchester United di final Liga Champions musim 2007/2008.

Nestapa masih belum usai bagi Ballack. Tak lama setelah kegagalan di Liga Champions 2008 itu, Ballack berhasil membawa Jerman melaju ke babak final Piala Eropa 2008. Jerman menghadapi Spanyol kala itu.

Tidak sedikit orang yang meyakini Ballack akan berhasil mengangkat trofi. Bagaimana tidak, melihat sejarah pemain yang gagal di final Liga Champions, seperti Ignacio Zoco, Amancio Amaro yang bermain untuk Real Madrid dikalahkan Inter Milan di final Liga Champions 1963/1964 namun berhasil meraih juara Eropa pada 1964 atau Manny Kaltz dan Horst Hrubesch yang saat itu bermain untuk Hamburg SV dikalahkan Nottingham Forest di final Liga Champions 1979/1980 tetapi berhasil membawa Jerman (Barat) juara Piala Eropa 1980. Ada contoh di mana kegagalan Liga Champions tak berimbas ke Piala Eropa. Kira-kira begitulah.

Tapi Spanyol yang juara. Gol tunggal Torres membawa Spanyol juara Piala Eropa 2008. Malam itu Ballack tak menangis. Dia hanya melihat ke atas langit sambil sesekali tersenyum sinis.

Dicaprio dan Ballack seperti seorang pemuda yang sedang menjalin hubungan serius dengan seorang perempuan yang sangat cantik, saling mencintai, bahkan perempuan itu tak pernah menolak untuk diajak menikah. Tapi sayang, entah kenapa, di akhir kisah perempuan itu malah memilih menikah dengan pemuda lain. Seakan-akan hanya perempuan itu sajalah yang bisa menentukan seperti apa akhir dan final dari segalanya.

Seandainya Ballack dan DiCaprio sepasang kekasih, Dicaprio adalah kekasih yang akan selalu membisikan potongan bait lagu Only You Know  milik Celine Dion:

“Cause I know that you’ve been waiting , been such a long time, and only you know where you have been  to, only you know what you have been through, there’s better things you’re gonna get into, and I wanna be there too….”

Penulis bekerja sebagai analis kimia. Dapat dihubungi melalui akun twitter: @dnsryd.

Komentar