Sulitnya Sepakbola Filipina Lepas dari Bayang-bayang Basket

Cerita

by Redaksi2022

Redaksi2022

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sulitnya Sepakbola Filipina Lepas dari Bayang-bayang Basket

Jika berbicara olahraga Filipina di era modern, basket adalah yang nomor satu. Kendati demikian, sebenarnya Filipina memiliki sejarah yang cukup erat dengan sepakbola.

Sepakbola mengalir dalam kehidupan masyarakat Filipina di bawah kolonialisme Spanyol. Hal tersebut tergambar lewat seniman Inggris, Charles Wirgman yang saat itu berekspedisi ke Manila. Wirgman melihat pemandangan masyarakat yang sudah mengenal sepakbola. Mereka berkumpul, saling berebut sebuah bola dengan kakinya.

Gairah sepakbola Filipina yang berapi-api, menciptakan kompetisi pertama se-Asia bernama Far Eastern Championship Games (FECG) tahun 1913 di Manila. Timnas Sepakbola Filipina langsung merengkuh gelar juara perdana mengalahkan Tiongkok. Selepas kompetisi pertama, Filipina menjadi selalu menjadi runner-up tujuh kali.

Eksistensi sepakbola cukup digandrungi, hingga akhirnya Amerika Serikat (AS) datang membawa segudang program olahraga basket (juga bisbol). Program ini digagas Direktur Young Men’s Christian Association (YMCA), Elwood Brown, yang memasukkan kurikulum basket ke setiap instansi pendidikan.

Demi mempercepat program tersebut, Brown meminta serdadu AS untuk bermain basket di hadapan rakyat Filipina. Mereka memperhatikan dengan seksama para serdadu dan perlahan mulai mencicipi basket. “Orang-orang Filipina peniru yang handal,” jelas Brown dalam Sport and American Occupation of the Philippines: Bats, Balls, and Bayonets.

Semakin hari, popularitas olahraga basket merebak ke berbagai lapisan masyarakat. Menurut Elwood Brown, program olahraga basket seketika mengalihkan kebiasaan masyarakat Filipina bermain sepak takraw dan sabung ayam.

Di sudut-sudut kota Manila, pemandangan arena basket dengan satu ring sederhana umum ditemukan. Setiap sore menjelang petang, masyarakat Filipina sudah barang tentu menghabiskan waktu dengan bermain basket.

Kesederhanaan sarana menjadi salah satu daya tarik basket. Basket hanya sepuluh pemain (masing-masing tim lima), sedangkan sepakbola butuh 22 pemain (masing-masing tim 11).

Joaquin M. Henson dalam The Philippine Star mengatakan kecilnya arena tanding basket, membuat penonton bisa lebih dekat jaraknya dengan pemain basket. Tidak ada pagar pembatas layaknya tribun sepakbola.

Kesederhanaan basket serta kurikulum pendidikan gagasan Brown ini menghasilkan talenta-talenta berbakat. Pada kompetisi FECG pertama 1913, Timnas Basket Filipina langsung memetik emas. Dari sepuluh kali kompetisi sampai 1934, Filipina mencetak sembilan kemenangan, dan hanya sekali gagal tahun 1921. Seiring waktu, Timnas Basket Filipina tidak berhenti meraih kesuksesan. Bisa dibilang, Filipina merajai basket tingkat Asia Tenggara, bahkan di tingkat global pun cukup gemilang.

Seluruh faktor di atas menjadikan basket berkembang pesat dan dicintai masyakarat Filipina dibanding sepakbola. Apalagi, terdapat sinisme yang masih mengakar peninggalan kolonialisme Spanyol. Kala itu, lapangan-lapangan sepakbola yang jumlahnya sudah sedikit tak dapat digunakan oleh masyarakat Filipina secara leluasa.

Ekosistem sepakbola Filipina sebenarnya sempat menunjukkan tanda-tanda kebangkitan di era 1950an. Bukan tanpa alasan, organisasi Cina mendanai kompetisi regional yang melahirkan talenta-talenta muda. Namun, aliran dana dari Cina tidak berlangsung lama karena manuver Ketua Persatuan Sepakbola Filipina (PFA), Fernando Alavarez.

Alvarez menerapkan aturan baru pembagian pemain setiap tim menjadi 60% asli Filipina dan 40% dari Cina. Pasalnya, tim-tim yang berlaga di kompetisi regional tidak sedikit diisi oleh pemain asal Cina. Alhasil, ekosistem sepakbola Filipina remuk redam akibat hengkangnya Cina.

Jauh berbeda dengan basket yang konsisten melakukan pembinaan lewat liga basket profesional sejak 1975, perkembangan sepakbola Filipina terbilang stagnan. Di level Asia Tenggara (Piala AFF) pun, Filipina tidak pernah meraih titel juara. Mereka bahkan tak pernah lolos final. Prestasi terbaiknya hanya menjadi semifinalis (2010, 2012, 2014, dan 2018).

Tentu ada gap yang sangat jauh antara sepakbola dan basket. Filipina selalu diidentikan dengan basket, bukan sepakbola. Jika tidak mau dibayang-bayangi kedigdayaan basket, mereka harus segera membuktikan diri.

Komentar