Mengibarkan Kemenangan Tanpa Simbol: Menyoal Sanksi WADA terhadap Indonesia

Cerita

by redaksi

Mengibarkan Kemenangan Tanpa Simbol: Menyoal Sanksi WADA terhadap Indonesia

Mendekati upacara kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Fatmawati merajut helai demi helai kain merah dan putih. Dua kain untuk bahan Bendera Sang Saka Merah Putih didapatkan dari perwira Jepang Hitoshi Shimizu. Jepang berikrar akan memerdekakan Indonesia.

Istri Soekarno itu tidak bisa membendung air mata kebahagiaan kala merajut bendera. Tidak menyangka, Indonesia bisa merdeka dan memiliki kedaulatan sendiri; berkibar hingga saat ini.

Berkibarnya bendera Indonesia adalah simbol kemenangan. Namun, saat Thomas Cup 2020 (2021), Indonesia tidak bisa mengibarkan Merah Putih walaupun berpredikat juara. Sebagai gantinya, bendera Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang berkibar ketika seremoni.

Permasalahan berakar sejak 19 Oktober 2016. Indonesia diperingatkan WADA untuk segera mematuhi program doping sebanyak 3.000 sampel hingga 10 November. LADI menyanggupi peringatan tersebut. Sanksi pun direvisi, sehingga Indonesia bisa menyelamatkan Asian Games 2018.

Surat peringatan datang untuk yang kedua kali pada Mei 2021 dan Indonesia selamat lagi. Namun, 15 September, surat peringatan WADA tidak digubris oleh LADI terkait 70-an sampel dari 300 doping. Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali, berdalih LADI sedang pergantian kepengurusan.

Pergantian kepengurusan diklaim sebagai awal malapetaka yang berimbas terhadap Indonesia di Thomas Cup 2020. LADI tidak kunjung membalas surat dari WADA hingga waktu yang ditentukan. Indonesia pun dijatuhi sanksi selama satu tahun. Jika Indonesia bisa lekas memenuhi standar, sanksi akan segera dicabut.

Tidak hanya larangan mengibarkan bendera, masalah ini juga merembet pada penyelenggaraan kompetisi global. Indonesia terancam tidak bisa menjadi tuan rumah kompetisi internasional.

Sebelum Indonesia, Rusia disanksi terkait masalah doping di Olimpiade Tokyo 2020 terlebih dahulu. Akibatnya, Rusia tidak bisa menggunakan semua perangkat negara, seperti bendera, lagu kebangsaan, dan pakaian. Pejabat Rusia juga dilarang hadir di tempat pertandingan.

Berkibar Tanda Kemenangan

Juara tanpa kibaran bendera tentu terasa menyedihkan. Apalagi, Indonesia punya catatan baik di ajang Thomas Cup: 14 kali juara. Urutan pertama terbanyak mengoleksi gelar juara. Indonesia menang, tapi yang juara federasi olahraganya. Task failed successfully.

Sejarah panjang bendera begitu bermakna bagi warga negaranya. Selain bentuk kemerdekaan, berkibar juga memaknai kemenangan atas kompetisi olahraga antar negara.

Presiden Amerika ke-32, Franklin D. Roosevelt, menggunakan olahraga tinju sebagai alat diplomasi saat perang dunia kedua dengan Jerman. Kemenangan tinju Amerika mengobarkan semangat juang prajurit perang.

Presiden Afrika Selatan ke-11, Nelson Mandela, juga menggunakan Piala Dunia Rugbi 1994 di Afsel. Bedanya, Mandela ingin merajut hubungan damai ras kulit hitam dan putih usai era Apertheid.

Ikon yang Tidak Tergantikan

Sebelum berkibar pada 17 Agustus 1945, para pemuda sudah lebih dulu mengibarkan Merah Putih. Bondan Winarno dalam bukunya “Berkibarlah Benderaku-Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka” menyebut bendera Merah Putih berkibar pada 28 Oktober 1928. Saat itu, para pemuda menyatakan berbahasa satu, berbangsa satu, dan bertumpah darah, Indonesia. Bahkan, secara perdana, lagu “Indonesia Raya” ciptaan Wage Rudolf Supratman diputar.

Lebih jauh, Bondan mengutip sejarawan Muhamad Yamin tentang kajian cikal bakal Merah Putih dimulai sejak 6.000 tahun lalu. Nenek moyang melakukan pemujaan terhadap matahari dan bulan. Matahari melambangkan merah, sedangkan bulan berwarna putih.

Bendera Indonesia bukan hasil pemikiran yang enteng. Banyak anggapan bendera Indonesia lahir dari bendera Belanda yang dipotong bagian berwarna birunya. Soekarno menolak anggapan itu. Merah Putih sudah hadir sejak lama.

“Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah Putih ini. Jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia”, teriak Sukarno pada pidatonya berjudul ‘Apa Sebab Revolusi Kita Berdasar Pancasila’ pada tahun 1955.

Sang Proklamator saja tidak ingin menggantikan bendera Merah Putih. Namun, kenyataannya, gelaran Thomas Cup mengubah semua itu. Merah Putih tak lebih beda dari bendera federasi.

Komentar