Cara Sukses a la Dries Mertens

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Cara Sukses a la Dries Mertens

Halaman kedua...

"Saya bermain sepakbola ketika saya berusia lima tahun, satu tim dengan kakak saya, Jerome, di Stade Leuven. Sebagai anak kecil, saya sering pergi menyaksikan Jeroen berlatih, dan itu menginspirasi saya. Tetap saya sempat dilarang bergabung karena saya terlalu muda," kata Mertens ketika diwawancarai Mijnleuven.

"Awalnya, sepakbola bukan tujuan saya. Saya bermain sepakbola hanya karena saya menyukainya. Namun ketika saya pindah ke Anderlecht, saya secara jelas ingin menjadi pesepakbola profesional. Ketika saya memutuskan itu, saya senang karena orang-orang di sekitar saya mendukungnya," tambahnya.

Mertens memang tak memiliki bakat yang spesial pada awal kariernya sebagai pesepakbola. Bahkan ia dilepas Anderlecht pada usia 16 tahun karena dianggap tak memiliki potensi, terlebih ia dianggap memiliki tubuh terlalu kecil. Menurutnya, saat-saat itu adalah hal tersulit dalam kariernya. Namun ia percaya bahwa kerja keras bisa mengantarkannya pada kesuksesan.

"Saya memiliki masa sulit pada usia 16 tahun. Saya bermain untuk Anderlecht dan berlatih dengan keras hampir setiap hari, padahal saat itu teman-teman saya sering melakukan pesta. Saya melakukan itu karena saya sering mendapatkan komentar kalau saya terlalu kecil untuk bermain di level tertinggi," beber Mertens. "Tapi saya terus percaya pada diri sendiri dan orang di sekitar saya. Itulah cara saya dalam meraih kesuksesan."

Etos kerja itulah yang membuat Mertens terus menapaki kariernya meski terbuang dari Anderlecht. Bahkan sebenarnya ia juga sempat diragukan oleh Gent yang merekrutnya selepas tak punya klub. Ia terus dipinjamkan sampai akhirnya dipermanenkan oleh AGOVV Apeldoorn, kesebelasan yang mengorbitkan Klaas Jan Huntelaar dan Nacer Chadli.

Tak peduli di manapun ia bermain, Mertens selalu memberikan segala kemampuannya untuk meningkatkan kemampuan diri. Termasuk saat di AGOVV yang saat itu berlaga di Divisi Dua Belanda. Penampilannya di AGOVV inilah yang membuatnya direkrut Utrecht dan kemudian diboyong oleh PSV Eindhoven.

Mertens saat membela PSV (via: footballtop.ru)

Keuletan dalam berlatih serta profesionalisme (dan tentu termasuk kemampuannya) yang dimiliki Mertens juga lah yang membuatnya dilirik oleh Rafael Benitez untuk diboyong ke Napoli pada 2013. Dengan attitude-nya yang seperti itu, pelatih asal Spanyol tersebut percaya bahwa kemampuan Mertens masih bisa terus berkembang meski saat direkrut ia sudah mencapai usia emas pesepakbola, 26 tahun.

"Saya tahu betul Dries, dan saya tahu apa saja yang bisa ia lakukan," kata Benitez pada Voetbal International pada awal 2014. "Ia adalah contoh pemain profesional dan terus berkembang bahkan hingga saat ini, khususnya dengan pergerakan bertahannya serta penempatannya. Bahkan ia bisa jauh lebih baik lagi," tambah Rafa.

Ucapan Benitez itu terbukti sekarang ini. Meski usianya mendekati 30 tahun, Mertens ternyata masih bisa mempelajari bagaimana caranya bermain sebagai false nine. Padahal cukup sulit bagi pemain di usia matang bisa bermain di posisi baru, tak seperti pemain muda yang masih dalam proses berkembang. Untuk bisa sejauh ini, ia bermodalkan kerja keras, percaya diri, dan fokus dalam menjalani karier sebagai pesepakbola yang telah dicitacitakannya.

"Dalam hidup ini, banyak hal yang tidak jelas dan samar. Tapi satu hal yang pasti, sepakbola akan menjadi bagian hidup saya," kata Mertens saat mengikrarkan diri untuk terus mengejar kariernya sebagai pesepakbola.

Mertens pada akhirnya membuktikan diri, meski tak memiliki tubuh yang besar (saat ini bertinggi 169 cm), ia tetap bisa menggapai cita-citanya untuk menjadi pesepakbola. Bahkan lewat keyakinan dan keseriusan dalam mengejar karier, meski awalnya tak berencana menjadi pesepakbola, Mertens pun kini bisa menjadi penyerang top di Serie A.

foto: bwin.it

Komentar