Stigma Prancis yang Menyebabkan Hooligan Berbuat Onar

Cerita

by redaksi Pilihan

Stigma Prancis yang Menyebabkan Hooligan Berbuat Onar

Publik Prancis dihebohkan dengan kerusuhan antara hooligan, sebutan untuk suporter Inggris, dengan warga Marseille, Perancis. Kedatangan para hooligan Inggris tersebut untuk mendukung timnas Inggris yang akan bertanding melawan Rusia pada Minggu (12/06) WIB. Di beberapa media Eropa diberitakan bahwa puluhan hooligan terlibat bentrok dengan warga Marseille.

Seperti yang diberitakan Telegraph, bentrokan dipicu karena para suporter Inggris berteriak mencari anggota kelompok ISIS. Peristiwa tersebut terjadi di Old Port. Warga-warga sekitar dan para hooligan itu terlibat baku hantam dengan saling melemparkan kursi-kursi pub dan juga meja-meja yang berserakan di wilayah tersebut. Untuk mengamankan situasi, polisi harus menembakkan gas air mata dan memukuli para suporter yang dianggap sebagai biang kerusuhan.

Telegraph juga melansir kesaksian dari salah seorang suporter Inggris bernama Simon. Dia menyatakan bahwa yang memicu kerusuhan tersebut bukanlah suporter Inggris. Mereka hanya sedang minum-minum di depan pub bernama Queen Victoria pub dan bar bernama O`Malley, sebelum tiba-tiba mereka diserang oleh sekelompok warga dan pemuda sekitar.

Terlepas dari siapa yang memulai bentrokan tersebut, yang menarik dari kerusuhan di Marseille tersebut adalah teriakan “ISIS, where are you?”. Sepertinya aksi kekerasan oleh para holigan dengan warga Marseille tersebut bukan lah tanpa dasar apapun. Sensitivitas warga Eropa terhadap para imigran muslim asal Timur Tengah belakangan ini cukup menyita perhatian publik dunia. Pasalnya arus gelombang imigran asal Timur Tengah yang terjadi beberapa tahun terakhir diiringi dengan beberapa teror bom oleh beberapa orang yang mengaku dirinya bagian dari ISIS.

Saya teringat berita yang dirilis oleh Superball Tribunews pada 23 Mei lalu. Di situ diberitakan bahwa seorang hooligan Inggris, James Shayer, mengaku akan melakukan penyerangan terhadap warga muslim di kota Marseille pada Piala Eropa 2016. Rencana James tersebut sangat tepat sekali dengan bentrokan yang terjadi di Kota Marseille pada 11 Juni 2016 ini.

Dalam berita tersebut disebutkan, bahwa Shayler merupakan seorang hooligan yang pernah dipenjara karena memimpin penyerang terhadap polisi Prancis pada Piala Dunia 1998 silam usai negaranya menang atas Tunisia di Marseille. Usai Piala Dunia 1998 silam, Shayler mendekam di penjara Prancis selama dua bulan karena melempar rudal ke arah polisi.

Bagaimanapun spekulasi yang beredar terhadap bentrokan Marseille, publik sepak bola harus tetap menghormati otoritas Prancis yang masih melakukan penyelidikan. Namun setidaknya para publik sepakbola bisa menalar lebih luas atas bentrokan yang mencoreng Piala Eropa 2016.

Anda pasti belum lupa dengan tragedi bom dan penembakan di Paris pada bulan November 2015 lalu. Setidaknya 128 orang meninggal dalam tragedi penembakan dan serangan bom tersebut. dan ISIS mengklaim bertanggungjawab atas aksi tersebut.

Dari spekulasi yang bermunculan, sikap defensif otoritas negara-negara di Eropa atas imigran muslim yang terjadi hingga saat ini adalah stigma para imigran tersebut disusupi oleh anggota ISIS. Seiring berjalannya waktu, gelombang imigran tersebut disertai dengan beberapa tragedi teror ISIS. Maka tidak bisa disalahkan bila para warga Eropa akan terhegemoni dengan mengidentikkan imigran muslim tersebut dengan ISIS.

Namun itulah spekulasi, tidak bisa dibenarkan atau dipersalahkan secara sepihak. Perlu diketahui bahwa Marseille merupakan salah satu kota dengan keberagaman etnis terbesar di Prancis, dengan perkiraan 220.000 populasi warga muslim menempati kota ini. Dan Prancis adalah salah satu negara yang berkomitmen untuk menampung imigran asal Timur Tengah, terutama Suriah.

Hal tersebut secara resmi pernah dinyatakan oleh otoritas Prancis, bahwa negaranya berkomitmen untuk menerima para pencari suaka yang sebagian besar asal Suriah. Pengungsi tersebut adalah pengungsi Suriah yang datang tiap bulan sekitar 400 jiwa ke Yunani.

Seperti yang dilaporkan Reuters dalam Republika pada pekan lalu, Perdana Menteri Yunani, Manuel Valls, sedang berada di Athena guna menyampaikan jaminan bahwa Paris akan menjunjung tinggi komitmennya untuk menerima tambahan 32.000 pencari suaka selama dua tahun ke depan.

Suriah sendiri merupakan negara terparah yang terkena dampak kesewenang-wenangan ISIS. Di satu sisi Prancis menunjukkan perhatian yang besar terhadap para pencari suaka tersebut, namun di sisi lain Prancis terkenal dengan Charlie Hebdo dan karyanya yang dihujat umat muslim sedunia sebagai penghina muslim.

ISIS bukanlah islam dan sikap keterbukaan otoritas Prancis untuk menerima para imigran Suriah tersebut adalah sikap yang sangat mulia. Pagelaran sebesar Piala Eropa dibuat bukan hanya sekadar kompetisi saling unjuk kebolehan di lapangan hijau. Lebih dari itu, sepak bola adalah tentang rasa persatuan dan persahabatan yang diwujudkan di lapangan hijau, seperti halnya kampanye respect dan no racism yang sering digaungkan di setiap kompetisi sepakbola.

Baca juga:

Peta Konflik Suporter dan Ancaman Kerusuhan di Euro 2016

(gigih)

Komentar