Ange Postecoglou dan Mengapa Pelatih Asia Jarang Berkarier di Eropa?

Cerita

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ange Postecoglou dan Mengapa Pelatih Asia Jarang Berkarier di Eropa?

Moncernya penampilan Tottenham Hotspur di bawah Ange Postecoglou memantik pertanyaan, siapa pelatih dari konfederasi AFC selain Ange yang kariernya mentereng di Eropa?

Angelos Postecoglou lahir pada 27 Agustus 1965 di Nea Filadelfeia, Athena, Yunani. Di umur 5 tahun, Ange beserta ayah dan ibunya keluar dari Yunani menuju Australia menggunakan sebuah perahu karena di negara tersebut terjadi kudeta militer.

Di negeri Kangguru-lah karier sepakbola Ange dirintis, mulai dari menjadi pemain hingga pelatih. Karier melatihnya dimulai dari menjadi manajer South Melbourne (1995-2000), Australia U-20 dan U-17 (2001-2006), Panachaiki (Divisi 3 Yunani, 2008), Whittlesea Zebras (2009), Brisbane Roar (2009-2012), Melbourne (2012/2013), Timnas Australia (2013-2017), Yokohama F. Marinos (2018-2021), serta Celtic (2021-2023).

Tidak mengherankan jika penggemar Tottenham berharap di tangan Ange-lah penantian gelar juara mereka bisa berakhir. Seandainya bisa meraih gelar juara bersama Tottenham, maka Ange tentu makin diperhitungkan dalam jajaran pelatih elit dunia. Namun, apakah akan ada pelatih Asia yang mengikuti jejak Ange?

Karier kepelatihan Ange memang terbentuk di Asia. Meski ia pernah menangani klub Panachaiki pada 2008 silam, klub tersebut saat itu berada di divisi tiga liga Yunani.

Ada beberapa pelatih yang pernah berlabuh di Asia sebelum berprestasi di Eropa. Satu yang paling terkenal adalah Arsene Wenger. Sebelum bergabung dengan Arsenal pada 1996, Wenger melatih Nagoya Grampus di Liga Jepang. Namun, kariernya tidak sepenuhnya terbentuk di Asia. Sebelum menukangi Nagoya, Wenger merupakan pelatih AS Monaco dan AS Nancy.

Meski meraih gelar Piala Kaisar bersama Nagoya, Wenger diragukan mampu membawa Arsenal berprestasi. Kapten The Gunners saat itu, Tony Adam, sempat meragukan Wenger.

"Awalnya saya berpikir, apakah orang Prancis Ini mengetahui sepakbola? Ia menggunakan kacamata seperti guru sekolah," ujar Adams dikutip dari The Guardian.

Keraguan juga datang dari Sir Alex Ferguson dengan mengatakan "Mereka bilang Wenger merupakan seseorang yang pintar, kan? Bisa bicara lima bahasa. Saya memiliki bocah berusia 15 tahun asal Pantai Gading yang juga bisa bicara lima bahasa."

Setelah didatangkan dari Yokohama F Marinos, Ange pun diragukan oleh suporter Celtic meski ia sudah mempunyai jejak kepelatihan yang tidak bisa disebut buruk. Pelatih berusia 58 tahun itu empat kali menjuarai Liga Australia, satu kali J League 1, dan 1 kali juara Piala Asia. Di sisi lain, saat itu Celtic ditinggal banyak pemain pilarnya.

Namun, Ange berhasil membuktikan bahwa Celtic bisa meraih gelar juara di tangannya. Dua musim bersama The Bhoys, Ange berhasil mempersembahkan 2 gelar Cup Winner, 1 gelar Scottish Cup Winner, dan 2 trofi juara Liga Skotlandia.

Pelatih Asia Terganjal Lisensi Eropa

Selain diragukan, kepindahan Ange ke Celtic tidak terlalu mulus karena ia tidak memiliki lisensi UEFA Pro. Apa pentingnya lisensi tersebut?

Lisensi UEFA pro merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pelatih agar ia bisa melatih klub divisi teratas. Ange, yang hanya memiliki lisensi AFC pro, tentu tak bisa langsung melatih karena belum ada peraturan yang menyetarakan lisensi UEFA pro dengan AFC pro.

Namun, prestasi Ange sebelum melatih Celtic menjadi pertimbangan manajemen klub untuk mengajukan "recognition of competence procedure" kepada UEFA agar Ange bisa melatih Celtic.

Hal ini diatur dalam UEFA Coaching Convention yang diterbitkan pada 2020. Pada Pasal 6 yang membahas Hak dan Kewajiban Anggota UEFA, klub mempunyai hak meminta UEFA mengakui kompetensi seorang pelatih yang dididik di luar negara anggota UEFA mana pun sehingga mereka bisa melatih di wilayah anggota UEFA.

Di sisi lain, meski belum memiliki lisensi UEFA pro, Ange sudah meraih cukup banyak trofi bersama klub dan satu trofi bersama timnas Australia. Atas dasar ini, salah satu legenda Celtic Paul Lambert menganggap latar belakang Ange bukan sebuah masalah dengan mencontohkan Arsene Wenger dan Wim Jansen.

"Tidak masalah dari mana dia (Ange) berasal. Wim Jansen datang dari Jepang dan tidak ada yang mengenalnya. Arsene Wenger datang dari Jepang dan menjadikan Arsenal seperti sekarang ini, jadi saya rasa tidak ada seorang pun yang boleh menghakimi," kata Lambert pada 4 Juni 2021 dikutip dari Skysports.

Masih dari tanah Skotlandia, ada satu pelatih yang mencetak rekor sebagai pelatih Inggris keturunan Asia Selatan pertama yang menangani klub Skotlandia, yakni Shadab Ikhtifar. Pada 2021, Shadab dikontrak Fort William FC yang berlaga di Highland League atau setara divisi kelima Skotlandia.

Tidak seperti Ange yang berhasil mencetak catatan apik, Shadab terpuruk bersama Fort William. Dalam 17 kali penampilan di bawah Shadab, klub tersebut menelan 13 kali kekalahan, 3 kali seri, dan 1 kali kemenangan, sehingga harus terdegradasi ke North Caledonian League atau divisi keenam.

Saat ini, ada beberapa pelatih Asia, khususnya yang berasal dari Australia yang melatih di Eropa, seperti Tanya Oxtoby, pelatih timnas perempuan Irlandia Utara, serta Joe Montemurro, pelatih Juventus woman.

Sementara itu, beberapa pelatih yang sudah berpengalaman melatih klub Eropa tidak mendapatkan kendala saat melatih klub Asia. Mereka adalah Nuno Espirito Santo, Steven Gerrard, dan Slaven Bilic.

Ini dikarenakan AFC mempunyai kebijakan yang menyetarakan AFC pro dengan UEFA pro. Hal itu tertuang dalam AFC Regulations Governing the Recognition of Experience and Current Competence.

Dengan kebijakan tersebut, tidak mengherankan banyak pelatih asal Eropa yang meniti karier di Asia, baik di klub maupun di timnas.

***

Bukan sesuatu yang mudah bagi pelatih asal Asia untuk bisa melatih klub Eropa. Pembuktian kualitas berupa raihan trofi harus terlebih dahulu didapatkan.

Ange sudah membuktikan diri bisa bersaing di level Eropa. Akankah pelatih-pelatih Asia menyusul dan bahkan melampaui prestasinya?

Komentar