Preview Tottenham Hotspur vs Chelsea: Antara Pesaing Gelar dan Pejuang Papan Tengah

Taktik

by Aulia Taqiaturrahmah

Aulia Taqiaturrahmah

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Preview Tottenham Hotspur vs Chelsea: Antara Pesaing Gelar dan Pejuang Papan Tengah

Pertandingan pekan ke-11 Liga Primer Inggris 2023/24 mempertemukan Tottenham Hotspur yang akan menjamu Chelsea, Selasa (7/11). Terakhir kali bertandang ke Tottenham Hotspur Stadium, Chelsea menelan kekalahan 2-0. Meskipun hanya itulah satu-satunya kekalahan mereka dalam lima pertemuan terakhir, situasi terkini menunjukkan keunggulan tuan rumah yang masih belum kalah di Liga Inggris. Kontras dengan Chelsea yang kini bertengger di posisi 12 klasemen sementara.

Spurs bersama Ange Postecoglou menjadi tim yang sulit dihentikan. Pelatih berdarah Yunani itu dapat menginstruksikan permainan yang sesungguhnya sangat terstruktur menjadi terlihat fleksibel. Spurs mampu mengacak-acak formasi lawan sekaligus membidik ruang yang mungkin bisa mereka eksploitasi.

Di lain pihak, London derby nanti merupakan reuni juru taktik Chelsea, Mauricio Pochettino yang pernah punya sejarah lima tahun menukangi Spurs dan selalu finis di empat besar. Kali ini dia datang sebagai rival sekota. Meskipun catatan bersama Chelsea masih jauh dari mengesankan, Poch telah menemukan pakem sehingga anak asuhnya menunjukkan peningkatan performa usai, contohnya ketika melawan Fulham dan Burnley.

Eksplosivitas Serangan Spurs

Spurs tampil meyakinkan dengan formasi 4-2-3-1 di atas kertas. Pada fase menyerang kedua fullback-nya maju mengisi ruang antar lini, membuat koneksi menghubungkan poros ganda dengan lini pertahanan. Pos fullback yang di isi Pedro Porro di kanan dan Destiny Udogie di kiri, akan menciptakan situasi menang jumlah di lini tengah.

Klub berjuluk The Lily Whites ini sering unggul penguasaan bola dengan umpan-umpan cepat. Targetnya jelas agar arah serangan selalu ter-progresi menuju sepertiga akhir. Dengan keunggulan jumlah, segitiga koneksi umpan selalu ada baik di sektor sayap maupun tengah lapangan.

Selain poros ganda mereka–Pape Sarr dan Yves Bissouma, James Maddison turut mengawal sebagai pusat kontrol arah serangan. Meskipun area jelajahnya tampak dibebaskan, tugas yang dibebankan pemakai nomor 10 itu jelas sebagaimana nomor punggungnya: playmaker. Maddison adalah solusi agar serangan Spurs tidak buntu. Kelebihannya tidak hanya sebagai pemain kreatif, namun dia juga aktif turun menjemput bola saat timnya membangun serangan.

Ketika laga berlangsung pergerakan para pemain Spurs kelihatan sporadis. Kebebasan posisi ini membuka banyak peluang skenario mencetak gol. Sementara instruksi Postecoglou bertujuan membuat pergerakan yang tampak fluid itu jelas, yaitu mendekati kotak penalti lawan dan memanfaatkan ruang yang terbuka. Oleh karena itu, pola Spurs mencetak gol sesungguhnya dapat dipetakan.

Di lini terdepan, kelebaran dijaga para pemain sayap–biasanya diisi oleh Richarlison di kiri dan Dejan Kulusevski di kanan. Melalui koneksi yang tercipta sejak di wilayah sendiri, keduanya dapat menyuplai asis via umpan tarik dari halfspace atau lari memotong diagonal lapangan (cut inside).

Son Heung-Min yang kini bermain sebagai penyerang tengah mendukung fleksibilitas bangun serangan. Dia dapat menjadi target umpan lambung yang diarahkan langsung ke belakang lini pertama memanfaatkan kecepatan pemain Korea Selatan itu. Ditambah kemampuan dari posisi naturalnya sebagai sayap kiri, Son juga dapat mengantisipasi area yang ditinggalkan Richarlison.

Spurs yang bermain dengan intensitas tinggi menuntut para pemain untuk menguasai permainan dengan visi yang bagus, sehingga dengan mudah menemukan skema paling efektif mengeksploitasi ruang yang ada. Ada kalanya guna mendistraksi, para pemain mendesak dengan membuat formasi mereka asimetri bergantung kecenderungan formasi lawan. Ruang yang sempit mempercepat aksi yang dilakukan sehingga menyebabkan lawan melakukan kesalahan.

Koneksi dan Kemistri Chelsea

Bertolak belakang dengan Spurs, Chelsea memulai musim dengan jatuh bangun. Kesulitan mendulang poin di pekan-pekan awal menjadikan anak asuh Pochettino diragukan. Meskipun terlihat mudah diobok-obok, peningkatan performa sesungguhnya menjadikan Chelsea tim yang solid.

Sejak awal pondasi ini sebenarnya sudah ada andai penerapannya benar. Hasilnya baru terlihat jika mengintip statistik. Lembaga penyedia statistik Opta mencatat bahwa musim ini xG conceded atau kesempatan gawang Chelsea jebol berada di peringkat keenam terbaik liga. Artinya, secara posisional Chelsea mampu meminimalisir gol-gol dari posisi mudah.

Krisis kemenangan Chelsea yang terjadi, berakar pada bursa transfer tidak karuan. Imbasnya skuad Chelsea kini dihuni pemain-pemain yang tidak familiar terhadap satu sama lain. Koneksi sebenarnya ada secara formasi, namun seperti sia-sia tanpa kemistri, sehingga para pemain sering tidak responsif bahkan saat melalui momen paling sederhana, misalnya percobaan tembakan Nicholas Jackson di laga kontra Bournemouth.

Belakangan Pochettino agaknya sudah menemukan formulasi yang pas untuk skuadnya. Menurunkan 4-3-3, ketiga gelandang Chelsea menjadi sorotan. Enzo Fernandez yang lihai menemukan ruang, mampu mengalirkan bola. Jika diberi lisensi lebih untuk menyerang tugas defensif dapat diserahkan kepada Conor Gallagher dan Moisés Caicedo.

Jika mencontoh apa yang mereka lakukan ketika membantai Burnley, Chelsea bukan tidak mungkin mengimbangi permainan cepat Spurs. Dengan Enzo yang secara posisi diberikan kebebasan dalam ruang jelajahnya, menemukan ruang, dan bersinergi dengan Gallagher dan Caicedo yang mengawalnya sekaligus menjaga kelebaran.

Kunci dari kokohnya pertahanan klub berjuluk The Blues ini terletak pada koneksi antar lini. Eksekusi yang benar bahkan bisa menciptakan situasi serangan balik berbahaya jika Chelsea mampu memblokade serangan lawan dan membalikkan situasi, sebagaimana yang terjadi pada dua gol yang menjebol gawang Fulham. Apalagi ada Raheem Sterling yang fasih bermain di semua posisi lini terdepan.

Duel sesungguhnya nanti terjadi apabila The Lilywhites didesak bermain di sisi terluar lapangan. Situasi tersebut memaksa pemain sayap turun atau fullback yang tadinya invert melebar dan naik. Dengan demikian, tercipta rongga bagi Chelsea mengumpan ke sisi jauh yang tidak terjaga akibat asimetri formasi Spurs.

Chelsea juga keunggulan dalam jumlah pemain versatile. Selain Enzo dan Sterling, ada Marc Cucurella yang dapat bermain di sayap kanan maupun kiri. Kemampuan para pemain di banyak peran berpotensi mereka saling cover area yang ditinggalkan satu sama lain. Selama ritme permainannya padu, lini tengah Chelsea mampu membendung tekanan bahkan mencuri kesempatan serangan balik.

Secara umum, laga nanti akan mempertontonkan adu penguasaan bola, provokasi, dan kecepatan antartim untuk mengekspos ruang terbuka dalam dinamika di atas lapangan. Jika Chelsea berhasil mengantisipasi serangan Spurs, beban pikiran Pochettino ‘tinggal’ bagaimana pemainnya mengeksekusi penyelesaian kesempatan gol dengan baik.

Catatan di Fase Bertahan

Bagaimanapun formasi Chelsea sudah paripurna secara posisi, nantinya sia-sia tanpa sinkronisasi antarpemain dan antarlini. Pada aspek ini tim tamu bisa dikatakan lebih baik, dengan pemosisian yang memudahkan menutup celah dengan cepat kala menghadapi transisi bertahan. Ditambah insting Robert Sanchez yang sangat baik mampu melakukan penyelamatan-penyelamatan mustahil. Tinggal bagaimana Thiago Silva dan rekan-rekan beknya mengantisipasi percobaan Spurs membuka ruang tembak.

Di sisi lain, taktik Postecoglou yang efektif sesungguhnya masih punya cela saat menghadapi serangan balik. Mengerahkan banyak penyerang menyisakan sedikit orang di lini pertahanan. Seringnya hanya tinggal dua bek tengah yang bentrok dengan penyerang lawan. Keselamatan gawang Vicario lebih sering bergantung pada kemampuan individu–intersep dan blokade–penjaga gawang dan pemain bertahan, sehingga menjadi rawan pada transisi bertahan.

Komentar