Lelahnya Mengurai Masalah Sepakbola Liga 3

Editorial

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Lelahnya Mengurai Masalah Sepakbola Liga 3

Putaran Nasional Liga 3 2021/2022 telah digelar sejak 6 Februari lalu. Tunggu sebentar, sebelum memasuki tahapan berikutnya itu, berikan saya di waktu dan batas yang sedikit ini untuk mengungkapkan kekhawatiran. Dan kemudian mengurai kekhawatiran-kekhawatiran yang menjadi nyata selama bergulirnya Liga 3.

Kekhawatiran itu sudah muncul jauh sebelum Putaran Nasional bergulir. Sekadar mengingatkan, bayangkan ruwetnya Liga 3 di setiap musim pada waktu sebelum-sebelumnya. Bayangin aja dulu. Sekedar bayangin dulu dan harap diingat-ingat lagi....

Sudah cukupkah mengingat dan membayangkannya? Oke, cukup. Sekarang di keterbatasan ini, kita sebenarnya tidak perlu mengingat waktu terlalu jauh. Dalam hitungan bulan, tragedi mengenaskan Liga 3 musim ini pun sudah terjadi sejak Zona Provinsi dibuka pada Oktober 2021.

Sebab kericuhan sudah terjadi antara PS Delta Khatulistiwa melawan Persiwah Mempawah dalam pertandingan Zona Kalbar Liga 3 musim ini, Senin (11/10/2021). Bahkan kericuhan ini sampai harus dibawa ke ranah hukum. Dibawanya isu sepakbola ke ranah meja hijau seolah klub-klub Liga 3 mengabaikan komisi disiplin yang ada di tubuh federasi.

Kericuhan di lapangan, rupanya tidak hanya mencapai ranah meja hijau saja. Seorang politisi pun sampai harus turun ke lapangan saat Persekap Kota Pasuruan melawan AFA Syailendra pada pertandingan Grup L Liga 3 Jawa Timur, Minggu (14/11/2021). Naasnya, politisi yang bernama Ismail Marzuki itu harus terkena bogem mentah Kapten Syailendra, Ilham Wibisono.

Ismail yang merupakan Ketua DPRD Kota Pasuruan itu, turun ke lapangan setelah Ilham merayakan kemenangan Syailendra dengan skor 2-0. Beberapa keributan yang disebutkan itu masih belum termasuk dengan kejadian serupa lainnya. Belum juga termasuk dengan kejadian wasit yang menjadi pusat amukan massa.

Seperti laga PS Gasma Enrekang melawan Nene Mallomo Sidrap pada Zona Sulawesi Selatan, Jumat (24/12/2021). Pertandingan ini harus dihentikan karena wasit dianiaya sampai mengalami robek di bagian wajah.

Masalah Liga 3 yang Terus Berkelanjutan

Kemudian Liga 3 musim ini masuk ke tahap berikutnya, yaitu Putaran Nasional. Apakah dengan lajunya Liga 3 ke tahap selanjutnya itu menjadikan lapangan lebih ramah dan cair? Silahkan bayangkan, jawabannya ada di dalam pikiran kalian.

Toh pengeroyokan wasit kembali terjadi. Kali ini terjadi pada pertandingan Grup O Putaran Nasional Liga 3 antara Farmel FC Farmel FC melawan NZR Sumbersari, Rabu (9/2). Bahkan kejadian itu sampai menjadi sebuah pemberitaan media asing, yaitu Daily Star!

Berbicara soal Farmel, kesebelasan ini kembali menjadi perhatian publik ketika bertanding melawan Bandung United, Minggu (20/2). Wasit dikambing hitamkan kembali pada laga kali ini. Namun bukan sebagai korban kekerasan, melainkan adanya keputusan-keputusan kontroversial dari Andri Novendra selaku pengadil lapangan.

Keputusan Andri memberikan empat kartu merah kepada pemain-pemain Bandung menjadi sorotan pada laga ini. Keputusan sang pengadil pun dibahas oleh Manu Heredia yang merupakan jurnalis Be Soccer dari Spanyol.

"Divisi tiga Indonesia. Kehancuran yang dilakukan wasit kepada Bandung United pada babak kedua. Mereka sangat marah sehingga pada akhirnya kehilangan gol," tulis Heredia pada akun Twitternya.

Oh ya, belum lagi dengan sempat ramainya dugaan suap yang kembali menguap di pertandingan Liga 3. Masih ditunggu jawaban dari hasil penyelidikan kepolisian atas penyuapan yang terjadi pada Gresik Putra Paranane itu. Apakah pada akhirnya nama-nama dalang pengaturan skor akan terkuak sampai ke akar-akarnya? Atau justru kembali tenggelam hilang layaknya Satgas Anti Mafia Bola?

Baru-baru ini pun terjadi dugaan aksi rasisme atas pemain dan suporter Persikota Tangerang kepada para Belitong FC pada pertandingan Putaran Nasional Grup O Liga 3 musim ini, Kamis (24/2). Kejadian ini menambah suram soal akar sepakbola yang lebih dalam lagi kepada soal kemanusiaan.

Fiuh! di sisi lain, saya cukup lelah jika harus mengurai masalah-masalah di lapangan Liga 3 yang kebanyakan. Hampir setiap laga selalu ada kabar mengenaskan dari Liga 3 musim ini. Kericuhan dan kegaduhan divisi sepakbola Indonesia ini pun belum dihitung dengan apa yang terjadi selama gelaran Liga 2 2021/2022.

Maka rasanya aneh jika tidak ada evaluasi besar-besaran dari federasi itu sendiri. Sebab belum ada perbaikan signifikan setelah berjalan selama bertahun-tahun. Rasanya tetap sama dengan era sebelum sepakbola Indonesia dilanda pandemi COVID-19.

Liga 3 musim ini seperti salah satu cerminan kompetisi yang diburu-buru. Seharusnya Liga 3 menjadi kenikmatan rakyat yang eksistensinya tidak terjamah di divisi tertinggi sepakbola Indonesia. Toh ukuran sehatnya ekosistem sepakbola Indonesia bukan hanya di Liga 1 saja. Melainkan seiring dengan piramida kompetisi lainnya yang harus berjalan dengan rapi.

Maka bukan suatu sanggahan bila wajah sepakbola Indonesia sebenarnya ada di dalam Liga 3. Atas banyaknya masalah yang ada di Liga 3, sudah saatnya PSSI tidak terlalu fokus untuk melakukan gimmick mengantarkan keberangkatan Arhan.

Akan lebih bijak jika federasi kembali memprioritaskan perbaikan sistem kompetisi yang lebih sehat dan rapi. Atau, ah sudahlah. Sistem yang baik adalah sound system. Tabik!

Komentar