Leeds United dan Ekspektasi Tinggi yang Mengiringi

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Leeds United dan Ekspektasi Tinggi yang Mengiringi

Oleh: Karol Wojtyla

Tahun 2021 dijalani dengan penampilan yang buruk oleh Leeds United. Dari tiga pertandingan yang telah dilakoni, semua berakhir mengecewakan. Dicukur 3-0 oleh Tottenham Hotspur, kalah memalukan di Piala FA oleh klub EFL League Two, Crawley Town dengan 3-0, dan terakhir kalah 0-1 saat menjamu Brighton & Hove Albion dalam lanjutan English Premier League.

Ketiga kekalahan itu memiliki kemiripan, yakni anak asuh Marcelo Bielsa gagal mencetak gol. Situasi yang membuat sang pelatih khawatir.

“Aku khawatir. Kehilangan tiga pertandingan tanpa mencetak gol bukanlah sesuatu yang bisa terjadi tanpa rasa khawatir,” ujar pelatih Leeds, Marcelo Bielsa, dilansir Yorkshire Post, Senin (18/1).[1]

Mengawali tahun dengan tiga kekalahan beruntun dan tidak mencetak gol sama sekali memang sesuatu yang buruk. Namun sebagai klub promosi, sejauh ini Leeds United tampil cukup bagus. Setidaknya jika menengok tabel klasemen, The Whites tampil menawan dengan mendulang 23 poin dari 18 pertandingan, bercokol di posisi ke-12 klasemen sementara Premier League.

Leeds United juga menjadi klub promosi yang sampai saat ini terbebas dari zona degradasi. Sementara dua tim promosi lainnya, yaitu Fulham dan West Bromwich Albion masih harus berkutat di zona degradasi.

Lantas, apa yang membuat Leeds United memiliki ekspektasi tinggi?

Para penikmat dan pencinta sepak bola melihat Leeds United adalah tim besar yang memiliki sejarah besar di kancah sepak bola Inggris dengan meraih tiga trophy First Division. Setelah absen selama enam belas tahun, akhirnya Leeds mampu kembali bermain di liga yang menurut banyak orang merupakan liga terbaik di dunia.

Tentu kehadirannya sudah sangat dinantikan oleh para pencinta sepak bola Inggris maupun dunia, khususnya fans Leeds United itu sendiri. Apalagi Leeds dinahkodai oleh Bielsa yang kedatangannya juga banyak mengundang sorot mata, Tak sedikit yang menantikan gebrakan apa yang akan dibuat oleh “El Loco”.

Pelatih asal Argentina tersebut memang banyak dikagumi oleh pencinta sepak bola, bukan karena prestasi, tetapi karena filosofi dan racikan taktiknya yang begitu idealis dengan metode kepelatihan yang dikenal cukup keras.

Kehebatannya dalam meramu taktik banyak menginspirasi pelatih top dunia, contohnya Mauro Pochetttino yang mampu membawa Spurs ke final Liga Champions untuk pertama kalinya sepanjang sejarah klub, atau Diego Simeone yang sampai saat ini masih sukses menangani Atletico Madrid. Bahkan pelatih sekaliber Pep Guardiola memuji Bielsa sebagai pelatih terbaik di dunia, meski hanya sedikit memenangkan piala bergengsi.

Prestasi individu yang paling berkesan tentu saja saat Bielsa dianugerahi FIFA Fair Play Award 2019. Setelah membawa Leeds promosi ke Premier League pada tahun 2020, Bielsa masuk nominasi The Best FIFA Men’s Coach, menyingkirkan Thomas Tuchel yang musim lalu mampu mengantarkan Paris Saint-Germain lolos ke final Champions League.

Bielsa menyuguhkan sepak bola menyerang yang atraktif berbasis ball possession dan permainan yang sangat terbuka. Dengan formasi 4-1-4-1 dan kerap menjadi 3-3-3-1 saat menyerang, Bielsa menerapkan build up serangan cepat dari belakang ke depan. Transisi bertahan ke menyerang yang agresif dan intensitas pressing yang tinggi menuntut para pemainnya untuk segera memenangkan kembali penguasaan bola, lalu mengkombinasikannya dengan umpan-umpan pendek ataupun diagonal ke sisi sayap.

Filosofi bermain inilah yang membuat penggemar sepak bola melihat Leeds tidak seperti tim promosi, atau pun tim semenjana Premier League lainnya yang mengandalkan counter attack maupun reactive football.

Dari ulasan di atas sebenarnya sudah cukup untuk membangkitkan ekspektasi tinggi di khalayak penikmat sepak bola terhadap Leeds maupun Bielsa sendiri. Tetapi apakah layak jika Leeds mendapatkan ekspektasi tinggi untuk tampil bagus setiap pertandingan dan menempati 10 besar klasemen Premier League di akhir musim? Atau bahkan mendapatkan tiket ke Europa League untuk musim depan? Jawabannya tentu tidak.

Jika kita analisis lebih dalam, komposisi pemain dan kedalaman skuad Leeds sebenarnya tidak begitu mentereng. Perlu kita ingat, anak asuh Bielsa berangkat dari Divisi Championship yang belum teruji kematangannya di Premier League.

Leeds United hanya diisi Kalvin Phillips, Stuart Dallas, dan Patrick Bamford sebagai pemain kunci. Leeds juga kedatangan Rodrigo, Diego Llorente, Raphinha, dan Robin Koch, namun sejauh ini mereka mampu bersaing di papan tengah Liga Inggris.

Selain itu kita bisa mengambil sisi positif dari ketiadaan pemain berlabel bintang. Dengan komposisi skuad yang seadanya, Bielsa cukup sering memberikan jam terbang ke para pemain muda untuk unjuk gigi. Sebut saja wonderkid, Illan Meslier yang sejak akhir musim lalu sudah dipercaya untuk mengisi posisi di bawah mistar gawang.

Lalu ada Pascal Struijk, pemain yang mempunyai darah keturunan Indonesia ini mampu mengisi kekosongan di posisi bek tengah maupun gelandang bertahan, kemudian ada Ian Poveda, winger lincah yang sejauh ini telah bermain sebanyak sepuluh pertandingan Premier League. Bahkan jika kita mengintip skuad Leeds U-23, mereka memuncaki klasemen sementara England U-23 Premier League Division 2. Jadi, jangan heran jika nanti banyak pemain akademi yang dipromosikan ke tim senior.

Kembali ke segi permainan, permainan menyerang yang dibangun Bilesa ini pun sangat terlihat. Dari statistik yang disajikan WhoScored, Leeds telah melesatkan 30 gol (terbaik ke-8 di Premier League) dari 266 tendangan yang dilakukan. Sementara dari segi penguasaan bola, Leeds berada di urutan ke-3 dengan rata-rata 57.9% ball possession.[2]

Namun, catatan impresif saat menyerang tidak diimbangi dengan pertahanan yang solid. Leeds telah kemasukan 34 gol dari 259 tendangan yang dihadapi. Hanya West Brom yang mampu mengalahkan catatan ini dengan kebobolan 41 gol.

Tetapi tentu saja kita sudah tahu bahwa itulah risiko tim dengan sepak bola menyerang, kesulitan jika berhadapan dengan tim yang mengandalkan low block defence dan counter attack, ditambah lagi minimnya kreativitas dan penyelesaian yang buruk dari lini serang. Dua kelemahan ini terbukti di tiga pertandingan terakhir Leeds dan beberapa pertandingan lainnya.

Meskipun statusnya sebagai tim besar tanah Britania Raya dan ditukangi oleh pelatih “gila” dengan filosofi “attacking-minded football”, tidak serta-merta para pencinta sepak bola, khususnya fans Leeds United harus menaruh ekspektasi tinggi kepada tim ini. Musim masih panjang dan masih banyak yang harus dibenahi. Jadi, kita nikmati saja setiap pertandingan yang akan dilalui Leeds!

[1]https://www.yorkshirepost.co.uk/sport/football/leeds-united/concerns-mounting-leeds-united-and-marcelo-bielsa-3103599

[2]https://www.whoscored.com/Regions/252/Tournaments/2/Seasons/8228/Stages/18685/TeamStatistics/England-Premier-League-2020-2021

*Mulai ngefans Leeds semenjak main FM 20, dan ingin melihat Leeds juara EPL, bisa dihubungi di akun Twitter @karolwjty

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Komentar