Untuk Tempat yang Lebih Hangat dan Lebih Santai

Backpass

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Untuk Tempat yang Lebih Hangat dan Lebih Santai

Peter Schmeichel mundur di puncak. Pria kelahiran 18 November 1963 itu menyudahi delapan tahun kariernya di Manchester United di akhir musim 1998/99.

Sebelum pamit Schmeichel menjadi bagian dari malam ajaib di Camp Nou. Empat hari sebelum kemenangan dramatis di final Liga Champions tersebut Schmeichel turut membawa United menang di final Piala FA. Mundur enam hari lagi, Schmeichel turut serta memastikan gelar juara Liga Primer Inggris menjadi milik Setan Merah.

Usia Schmeichel saat meninggalkan United baru 35 tahun. Dengan usianya saat itu Schmeichel masih bisa bermain di level tertinggi selama lima hingga tujuh tahun lagi. Keputusan Schmeichel, walau demikian, sudah bulat. Sudah tak sanggup mengikuti kepadatan jadwal sepakbola Inggris, katanya.

Andrew Cole, rekan satu timnya di United, masih menyesali keputusan Schmeichel bahkan hingga dirinya menulis kolom untuk The National pada 2010.

“Di usia 35,” tulis Cole, “dia (Schmeichel) berkata musim dingin Inggris dan jumlah pertandingannya menggerogoti tubuhnya dan [Schmeichel] memilih bermain di iklim Portugal yang lebih hangat, di [negara yang] jumlah pertandingannya lebih sedikit.”

“Melihat ke belakang, dia harusnya bertahan di Manchester. Jika melihat usia Edwin van der Sar, penjaga gawang utama United saat ini (saat Cole menulis komentar ini), yang bulan depan berulang tahun ke-40, terlihat bahwa penjaga gawang masih bisa bermain di dekade kelima hidup mereka.”

Cole pantas kecewa. Masa-masa setelah kepergian Schmeichel tidak mudah. Tak satu pun dari Mark Bosnich, Massimo Taibi, Ricardo, Raimond van der Gouw, Nick Culkin, Andy Goram, Tim Howard, Roy Carroll, Fabien Barthez (bahkan Fabien Barthez!), maupun Paul Rachubka sanggup menambal lubang yang ditinggalkan Schmeichel. Pencarian United baru berakhir pada 2005, dengan kedatangan Van der Sar.

Walau demikian, di hari kepindahannya, Schmeichel tak membuat banyak kegaduhan. Dia pamit baik-baik dan pihak manajemen mengizinkan Schmeichel memenuhi permintaan yang sudah dia ajukan sejak November 1998.

“Dia menikmati kesuksesan yang sangat besar dengan United, seorang pelayan yang luar biasa bagi klub, dan meninggalkan kami di puncak kariernya,” ujar chairman United saat itu, Martin Edwards, dikutip dari The Guardian. “Semua orang di sini memahami dan menghormati keputusannya dan kami semua, para pemain, dan para fan, mendoakan yang terbaik dan mendoakan banyak kesuksesan kepadanya di masa depan.”

Dari Manchester yang mendung Schmeichel pindah ke Lisbon yang hangat. Dari Manchester United yang bergelimang sukses Schmeichel bergabung dengan Sporting Clube de Portugal yang nirgelar dalam 17 tahun terakhir.

“Ketika aku tiba di Manchester United, klub tidak menjuarai gelar apa pun dalam 26 tahun, dan kami langsung menjadi juara di musim pertama[ku],” ujar Schmeichel saat diperkenalkan kepada publik di Estadio Jose Alvalade. “Sekarang, di Sporting, ini motivasi baruku.”

Normalnya Sporting tak punya cukup dana untuk mendatangkan pemain sekelas Schmeichel, tapi musim itu ada pengecualian. Leoes baru saja menjual bintang berusia 19 tahun, Simao Sabrosa, ke FC Barcelona. Dana penjualan sang pemain sayap muda cukup untuk menutup biaya transfer sang penjaga gawang kelas satu.

Normalnya seorang pemain sayap diganti dengan pemain seposisi untuk memastikan serangan tak menjadi tumpul. Namun keputusan Sporting mengalokasikan dana penjualan Simao untuk Schmeichel terbukti tepat. Kehadiran sang penjaga gawang berkebangsaan Denmark mengakhiri puasa gelar klub. Bersama Schmeichel, Sporting menjuarai Liga Primer Portugal 1999/2000.

Musim kedua, walau demikian, tak semulus musim perdana. Pada sebuah sesi latihan di bulan Oktober 2000 Schmeichel menderita cedera lutut. Begitu lama Schmeichel absen sampai publik merasa harus bertanya-tanya tentang masa depannya. Begitu besar tekanan publik sampai Schmeichel, pada Januari 2001, merasa perlu angkat bicara.

“Aku ingin mengakhiri semua spekulasi yang ada saat ini menyangkut masa depanku dan aku telah mengabari pihak Sporting bahwa aku akan mengambil opsi perpanjangan kontrak otomatis satu tahun,” ujar Schmeichel sebagaimana dikutip dari BBC. “Aku cukup bugar untuk berlatih tapi tak cukup bugar untuk bertanding.”

Kesepakatan awal menyebutkan Schmeichel terikat kontrak berdurasi dua tahun, berakhir pada Juni 2001. Schmeichel berhak meminta perpanjangan kontrak otomatis yang akan membuatnya menjadi pemain Sporting hingga Juni 2002 dan dia telah menyatakan keinginannya mengaktifkan klausul tersebut. Walau demikian, klausul tersebut tak pernah secara resmi diaktifkan. Schmeichel memilih membiarkan kontraknya habis setelah dua tahun.

“Aku sangat menikmati waktuku di Lisbon,” ujar Schmeichel sebagaimana dikutip BBC. “Bergabung dengan Sporting adalah pengalaman luar biasa. Walau demikian, aku rasa sekarang adalah waktu yang tepat bagi kedua belah pihak untuk move on.”

Dari Portugal Schmeichel kembali ke Inggris. Selepas Sporting, Schmeichel membela Aston Villa. Setahun saja Schmeichel di Birmingham, karena pada 2002 dia kembali ke Manchester—tapi untuk membela Manchester City, bukan United.

Kembali ke Tempat yang Lebih Dingin dan Lebih Sibuk

Ada satu pemandangan terkenal ketika Schmeichel mengapteni Manchester City untuk berhadapan dengan United di Liga Primer sebelum ulang tahunnya yang ke-39.

Saat itu, di terowongan Maine Road, Schmeichel mencoba menyapa beberapa mantan rekannya di United, namun semua pemain United terlihat dingin. Hanya Barthez yang besikap hangat. Bahkan Gary Neville, Kapten United saat itu, tidak terlihat antusias dan enggan bersalaman dengannya.

“Ia meninggalkan Man United pada usia apa lah, 35, dan dia mengatakan dia pensiun pada dasarnya, untuk pergi ke luar negeri,” kata Neville, dikutip dari Mirror.

“Pada saat dia kembali, dia bermain untuk Manchester City. Kamu tidak bisa bermain untuk Manchester City. Aku penggemar United dan aku tidak bisa bermain untuk Manchester City, aku tidak bisa bermain untuk Leeds, dan aku tidak bisa bermain untuk Liverpool. Itu sudah tertulis di batu. Kamu tidak bisa lah bermain untuk klub-klub itu, terlepas dari apa yang terjadi.”

“Dia memenangi trigelar dengan United di `99, mengatakan bahwa dia pensiun... dia harus terus bermain untuk United selama dua atau tiga tahun ke depan jika itu terjadi. Kami berjuang di posisi penjaga [gawang di periode] antara Peter dan Edwin [Van der Sar].”

“Yang aku pikirkan sebelum pertandingan itu jika berbicara dengan pemain lawan, itu akan mengalihkan perhatianku.”

“Jadi kalau ada masalah tidak berjabat tangan dengan Peter Schmeichel, aku juga tidak berjabat tangan dengan saudaraku (Phil Neville) ketika dia menjadi Kapten Everton. Dan itu bukan karena aku tidak suka saudaraku. Aku menyukainya, dia baik-baik saja.”

“Berjabat tangan itu di akhir pertandingan saat kamu sudah selesai bertarung.”

Pada pertandingan itu, Schmeichel kebobolan di awal laga oleh Ole Gunnar Solskjær, tapi Man City berhasil menang 3-1 karena dwigol yang dicetak Shaun Goater.

Meski dikenal di Man United dan sempat santai sejenak di Sporting, Peter Schmeichel banyak terlibat di Man City setelah pensiun. Anaknya yang juga penjaga gawang, Kasper Schmeichel, bahkan didaftarkan sebagai pemain akademi Man City, bukan Man United. Pada akhirnya, sama seperti ayahnya, Kasper berhasil menjadi juara Premier League bersama Leicester City.

Komentar