Edwin van der Sar dan Pentingnya Sikap Sabar

Backpass

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Edwin van der Sar dan Pentingnya Sikap Sabar

Pernahkah Anda jatuh cinta kepada seseorang dan baru berhasil meminang sang pujaan setelah enam tahun penantian? Atau pernahkah Anda merasa gagal hanya karena rekan-rekan Anda sudah memiliki karier cemerlang sementara Anda masih bertahan dalam sebuah rutinitas yang itu-itu saja? Jika Anda pernah atau mungkin sedang mengalami hal-hal semacam itu, maka sepenggal kisah Edwin var der Sar seharusnya bisa Anda nikmati.

Pria dengan tinggi nyaris dua meter ini lahir di Belanda pada 29 Oktober 1970. Tepat pada usia sepuluh tahun, van der Sar menjalani debut sebagai penjaga gawang di sebuah tim junior bernama Foreholte. Posturnya yang tinggi menjulang di antara bocah-bocah lainnya jadi salah satu alasan pelatih mempercayakan gawang kepada van der Sar.

Setelah satu dekade malang melintang di kejuaraan junior, pada 1990 van der Sar resmi memulai karier profesional bersama Ajax Amsterdam. Namun butuh lima belas tahun bagi seorang van der Sar untuk mencapai puncak karier. Tepatnya pada Juni 2005, saat usianya mencapai 35 tahun, dia bergabung dengan Manchester United. Itulah momen yang mengubah lelaki jangkung, kurus, dan berpipi tirus itu menjadi seorang penjaga gawang paling mengerikan di Eropa.

Di bawah naungan Sir Alex Ferguson (pelatih Manchester United 1986-2013), Van der Sar meraih banyak trofi dan memecahkan rekor dunia. Dia mempersembahkan tiga trofi Liga Primer berturut-turut, satu trofi Piala Liga, satu trofi Community Shield, satu trofi Liga Champions, dan satu trofi Piala Dunia Antarklub selama pengabdiannya di Old Trafford.

Tidak hanya berupa trofi, prestasi membanggakan sebagai seorang penjaga gawang dia torehkan juga dalam wujud rekor dunia. Hingga saat ini, van der Sar tercatat sebagai kiper dengan catatan tidak kebobolan terlama di liga Inggris. Gawang yang dia kawal nirbobol selama 1311 menit pertandingan di musim 2008/09. Sebuah rekor fantastis yang sampai tulisan ini dibuat belum dipecahkan oleh kiper mana pun di seluruh Inggris Raya.

Sebenarnya ia bisa saja mendarat di Old Trafford enam tahun lebih awal. Tepatnya pada 1999, Sir Alex sudah kepincut dengan Van der Sar yang saat itu masih berkostum Ajax. Tak heran mengingat van der Sar telah meraih banyak trofi bersama Ajax. Salah satu yang paling fenomenal adalah gelar Liga Champions dan Piala Interkontinental pada 1995. Jika di final antar klub terbaik Eropa dia mencatatkan clean sheet melawan AC Milan, maka di level dunia dia menggagalkan dua penendang Gremio (wakil Brasil) di babak adu penalti.

“Kami seharusnya merekrut Van der Sar ketika Schmeichel pergi, tetapi Martin Edwards (mantan Direktur Eksekutif United) terlanjur jalin kesepakatan dengan Mark Bosnich. Jadilah kami tidak bisa mendapatkan tanda tangannya. Namun saya harus senang karena berhasil mendapatkannya kemudian,” ujar Ferguson kepada Mark Ogden, jurnalis dari The Telegraph.

Kisah tersebut layaknya hubungan asmara. Menyimpan rasa, memendam cinta selama kurang lebih enam tahun sampai sang pujaan resmi dipinang. Sebuah akhir bahagia yang penuh kesabaran.

Sebelum era Van der Sar, Ferguson telah gonta-ganti kiper sebanyak sepuluh kali. Mark Bosnich, Massimo Taibi, Ricardo, Raimond van der Gouw, Nick Culkin, Andy Goram, Tim Howard, Roy Carroll, Fabien Barthez, dan Paul Rachubka adalah daftar kiper United selama enam musim. Begitu van der Sar datang, enam musim itu hanya diisi oleh satu nama saja di bawah mistar gawang. Bukankah ini membuktikan bahwa kesabaran berbuah manis?

Namun bagi segenap pendukung setia United, kesabaran itu mungkin tidak akan pernah ada bilamana Van der Sar jadi hengkang ke Liverpool. Alkisah pada 1999, Van der Sar sudah melakukan tur stadion Anfield dan melakukan komunikasi intens dengan Gerrard Houllier yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pelatih Liverpool.

“Saya sempat berkeliling Anfield dan bertemu para petinggi klub dan beberapa pemain. Saya sempat memikirkan tawaran mereka. Namun ketika (tawaran) Juventus datang, saya langsung mendapatkan kesimpulan bahwa akan lebih bagus jika saya mengambil tantangan yang lebih besar di Italia,” ujar Van der Sar saat diwawancara FourFourTwo.

Alih-alih mengulang kesuksesan selama di Ajax, di Juventus dia malah jarang bermain. Kedatangan Gianluigi Buffon perlahan menggerus kesempatannya. Dia hanya membela Si Nyonya Tua selama dua musim. Perlu diketahui, saat itu usianya sudah menginjak 30 tahun. Dengan portofolio mentereng selama di Belanda, usia itu mestinya jadi pembuktian kariernya sebagai penjaga gawang hebat.

Tak puas jadi opsi kedua, Van der Sar memutuskan hengkang dari Juventus. Pada saat itu, ia sempat berpikir pindah ke Liverpool, klub yang dulu menginginkan jasanya. Namun The Reds sudah merekrut Jerzy Dudek, kiper dari klub Belanda lainnya, Feyenoord.

Dengan usia kepala tiga dan masih butuh tempat utama di bawah mistar, pilihan paling realistis adalah memperkuat klub medioker. Dalam hal ini, Fulham jadi pelabuhan selanjutnya. Selama empat musim jadi pujaan publik Craven Cottage, dia tampil dalam 127 penampilan. Meski tidak memperkuat klub besar, Van der Sar masih jadi andalan tim nasional Belanda untuk Piala Eropa 2004.

Akhirnya, kerja keras, konsistensi, dan kesabaran seorang van der Sar membuahkan hasil. Pada 2005, United resmi meminang dirinya yang enam tahun lalu hanya sekadar melirik tanpa langkah konkret. Keduanya pun sama-sama diuntungkan dari drama kesabaran ini. United akhirnya punya kiper hebat lagi setelah kepergian Peter Schmeichel. Bagi Van der Sar, kepindahannya ke klub sebesar United menyelamatkan kariernya. Bayangkan betapa tidak menariknya buku biografi Van der Sar jika dirinya dan setan merah tidak berjodoh.

Komentar