Segitiga Simulasi: Miley, Messi, Media

Panditcamp

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Segitiga Simulasi: Miley, Messi, Media

Ditulis oleh Arif Utama


Pecinta musik diseluruh dunia dibuat kaget melihat aksi Miley Cyrus di MTV VMA 2013. Saat itu, Miley menggunakan pakaian yang seronok dan melakukan aksi tak senonoh bersama Robert Thicke. Penampilannya ini bahkan membuat Dewan Pengawas Televisi Amerika, PTC, mengecam aksinya karena dianggap melakukan hal yang tidak pantas

Tak pelak, aksi itu membuat citra Miley seperti berubah. Dari yang mulanya terkesan sebagai good girl menjadi lebih bitchy.

Miley sendiri memiliki karir yang sempurna untuk seorang entertainer. Ia memiliki bakat yang terbaik, ia langsung berada di tempat yang terbaik, dan ia memiliki karir yang dapat dibilang mudah. Menjadi suatu keanehan pada saat itu mengapa Miley begitu ingin untuk melepaskan embel-embel good-girl yang sudah lama melekat pada dirinya.

Ia memulai karir saat berusia sembilan tahun. Saat itu ia mendapatkan peran dalam serial TV  di Kanada berjudul "Doc" yang tayang dari 2001 hingga 2004. Kemudian, ia bermain di film "Big Fish" pada 2003. Setelah itu talentanya terus terasah dan ia berhasil mendapatkan peran sebagai Miley Stewart yang merupakan karakter utama serial komedi “Hannah Montana”. Serial itulah yang membuatnya menjadi salah satu artis terkenal, termahal, dikagumi, dan meraih banyak penghargaan pada masanya.

Hal ini memiliki dampak. Ia menjadi seorang media-darling. Apapun yang ditulis mengenai Miley akan langsung dilumat habis oleh massa. Akan tetapi, hal tersebut pula yang membuat karakter aslinya terbunuh.

Miley sendiri mengaku bahwa masa-masa Hannah Montana merupakan sesuatu hal yang tak mengenakkan dalam hidupnya. Ia diharuskan untuk menjaga citranya sebagai anak baik-baik. Bahkan, bisa dibilang, akibat karirnya yang melesat dengan cepatitu, ia tak dapat menikmati kebebasan layaknya remaja pada umumnya.

"Ketika aku tidak lagi menjadi Hannah Montana, aku bertanya kepada diriku, ‘siapa aku?’"

Hal ini yang membuat karirnya melejit, hal ini pula yang sempat menjatuhkan karirnya. Beredar video saat Miley menghisap ganja bersama teman-temannya. Media yang pada awalnya terus-menerus memuji gadis yang memiliki karir luar biasa ini, tiba-tiba menghakimi Miley habis-habisan. Hal inilah membuat orangtuanya harus turun tangan langsung untuk membelanya.

Akan tetapi, ia sudah lelah akan semua cap dan ilusi yang diciptakan media sebagai orang yang baik. Ia selalu berusaha untuk menjadi berandalan dan lepas dari bayang-bayang ilusi yang dibuat oleh media. Namun, pada saat itu Miley masih dianggap anak baik-baik dan hanya mencari perhatian belaka.

Hingga akhirnya ia merilis video music ‘We Can’t Stop’ dan ‘Wrecking Ball’ di berbagai media. Ditambah dengan aksinya saat MTV VMA 2013, Miley akhirnya meruntuhkan citra sebagai gadis lucu dan baik menjadi “gadis begajulan”.  Hal ini membuat penggemarnya kecewa atas sikapnya dan hingga kini ia terus dibanding-bandingkan dengan dirinya dulu yang begitu manis.

Dalam sepakbola sendiri,  banyak sekali pemain sepakbola yang menjadi korban penggambaran media. Ronaldo dicap sebagai pemain arogan (padahal ia atlet yang paling banyak menyumbangkan uang untuk kegiatan sosial), Busquets dicap sebagai diver (padahal ia punya kecerdasan taktikal di atas rata-rata), dan Luis Suarez dianggap pemain yang jahat (padahal ia kepala keluarga yang hangat dan romantis).

Ganasnya media tak memilih mangsa, bahkan ia dapat mengancam karir seorang Lionel Messi yang dikenal sebagai orang yang suci dalam sepakbola.

Ditambah performanya yang menurun selama 2013 dan 2014, ia pun merasakan tekanan yang semakin hebat. Pada saat itu ia memang mengalami musim yang buruk, kalah di semifinal Liga Champions di 2013, dan kalah di Piala Dunia 2014. Belum lagi ditambah persoalan pajak yang mendera Messi.

“ Mungkin tahun lalu (2013-2014), merupakan bukan tahunku, karena ada beberapa situasi yang menggangguku didalam dan diluar lapangan. Disukai atau tidak, hal ini akan mempengaruhi performa di lapangan.”

Akan tetapi, sejalan dengan perbaikan performanya di tahun 2015, ia kembali membuat media kembali berpihak padanya. Akan tetapi, ada perubahan yang terjadi dari Messi. Ia mulai bertingkah layaknya seorang badboy; merajah tubuhnya dengan tattoo, dan bertindak sesuka hati.

Tatto Messi semakin banyak sekarang. Dan kian banyak pula aksi-aksi “begajulan” yang ditampilkan oleh Messi.

Dalam turnamen Pra-Musim, Messi tertangkap kamera saat bersitegang dengan pemain AS Roma, Mapou Yanga-Mbiw. Messi yang pada saat itu tersulut emosinya dan mencekik Mbiwa pada saat itu. Beruntung wasit hanya memberikan kartu kuning terhadap keduanya.

Insiden ini membuat wakil presiden Barcelona sampai turun tangan langsung untuk memberikan penjelasan atas sikap Messi. Alasan yang diberikan wakil presiden begitu mudah; hal itu normal dalam sepakbola.

Juga beberapa waktu lalu Messi sempat menghadiri undangan Presiden Gabon. Messi sendiri didatangkan oleh Presiden Gabon untuk meresmikan Stadion baru yang akan di bangun. Pada saat itu ia hanya menggunakan kaos dan jins pendek serta sandal. Belum lagi soal Messi ternyata dibayar pada saat itu. Hal ini dijadikan media sebagai alat eksploitasi habis-habisan untuk meruntuhkan citra baik Messi dan membangun citra baru dirinya sebagai orang yang sebenarnya berwatak jahat.

"Juru selamat sepak bola (Messi) datang ke Gabon berpakaian seperti saat ia pergi ke kebun binatang: kotor, belum bercukur, dan tangannya dimasukkan ke kantung celana, seperti mencari kacang untuk dilemparkan!"

Layaknya Miley, mungkin memang Messi juga sudah muak akan tekanan yang diberikan media. Messi sendiri merupakan salah satu pemain yang awalnya dikenal “saleh” dan tidak neko-neko.

Debutnya sendiri begitu gemilang, ia langsung mencetak gol. Saat itu ia berusia 17 tahun. Tak butuh waktu lama, karirnya terus-menerus menanjak dan ia menjadi idola baru di dunia sepakbola. Ia telah menjadi sorotan dalam usia seperti itu. Bahkan, Raheem Sterling sekalipun baru merasakan sorotan media pada usia 18, itupun tak se-intens apa yang dirasakan Messi.

Media bisa dengan mudahnya menaikkan dan menjatuhkan seseorang. Hal inilah yang terjadi terhadap Messi dan Miley. Media saat ini memiliki kecenderungan untuk menyuguhkan sebuah simulasi, yaitu “tiruan” terhadap kenyataan, suatu gambaran dari realitas, namun karena terus menerus diulang-ulang maka publik yang mengunyahnya pun kehilangan jejak untuk mengetahui mana yang simulasi dan mana yang memang sesungguhnya.

Ketika Miley terlihat sebagai gadis manis dan baik hati, itu sebenarnya bagian dari simulasi yang dibuat oleh media. Maka ketika Miley ingin mengubah kesan itu menjadi gadis yang begajulan, toh Miley juga melakukannya melalui media: televisi, surat kabar, youtube, dll. Begitu juga Messi. Semua kesan sebagai anak saleh itu juga disimulasikan melalui media, dan sosok bad boy bertatto juga toh dipancarkan oleh media.

Messi dan Miley hanyalah contoh kecil bagaimana kuatnya media dapat mempengaruhi dan menggiring kita kepada reaksi yang mereka inginkan. Media dapat membuat kita mengidolakan dan memusuhi pemain yang sama dalam waktu yang berbeda . Akan tetapi, terpenting bagi kita sebagai pecinta sepakbola: duduk dan menonton aksi Messi di lapangan hijau.

Toh kita tidak tahu yang sebenarnya seperti apa. Messi baik hati atau arogan? Miley itu gadis baik atau bitchy? Memangnya kita pernah kenalan dan ngobrol dengan mereka berdua?

Selamat datang hiper-realitas.

Penulis adalah peserta kelas menulis di #PanditCamp dengan akun Twitter @utamaarif

Komentar