Dari Saksi Pembunuhan ke Pahlawan Nasional

Backpass

by

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Dari Saksi Pembunuhan ke Pahlawan Nasional

Jakub Blaszczykowski atau akrab disapa Kuba, adalah pesepakbola asal Polandia yang saat ini memegang rekor pemain dengan jumlah penampilan terbanyak bersama Timnas Polandia. Dia digadang-gadang menjadi pahlawan timnas selanjutnya setelah Zbigniew Boniek, Grzegorz Lato, dan Kazimierz Deyna. Padahal pada usia 11 tahun, Kuba nyaris berhenti total dari aktivitasnya mengolah si kulit bundar.

Tepatnya pada September 1996, pria yang lahir pada 14 Desember 1985 ini, menjadi saksi pembunuhan ibu kandungnya sendiri. Peristiwa tragis itu semakin memilukan karena sang ayah lah yang menjadi pelakunya. Oleh karena sang ayah dipenjara, Kuba diasuh oleh neneknya.

Pada masa-masa itu, Kuba masih sangat trauma. Dia tidak mau keluar rumah sehingga urusan sekolah dan sepakbolanya terganggu. Saat itu dia masih tercatat sebagai pemain junior di sebuah kesebelasan lokal bernama Rakow Czestochowa.

Merasa khawatir dengan masa depan serta perkembangan mental Kuba, sang paman bernama Jerzy Brzeczek membujuk sang keponakan agar kembali ke lapangan sepakbola. Kebetulan Brzeczek adalah mantan kapten Timnas Polandia. Dia membantu Kuba untuk mendapatkan masa uji coba di sebuah kesebelasan bernama Wisla Krakow, di mana dia akhirnya memukau sang manajer bernama Werner Licka.

Secara mengejutkan, Kuba termasuk salah satu pemain junior yang cepat promosi ke tim senior. Dia resmi memulai debut di kesebelasan senior pada 20 Maret 2005. Pada musim itu pula, Kuba langsung meraih gelar Ekstraklasa, yakni sebuah liga sepakbola tertinggi di Polandia.

Berkat penampilan impresif di klub, dia dipanggil oleh manajer timnas senior pada 2006. Tepat satu tahun ketika dia memulai debut di Wisla Krakow. Debutnya di timnas adalah melawan Arab Saudi pada laga uji tanding jelang Piala Dunia 2006 di Jerman. Namun ketika pelatih baru saja mengumumkan 23 nama yang akan dibawa ke Jerman, Kuba menderita cedera yang memaksanya harus tinggal di Polandia untuk menjalani pemulihan.

Kekecewaan itu berlanjut pada Piala Eropa 2008. Saat itu Kuba masih mampu membela Polandia di babak kualifikasi, tetapi dia tidak dibawa ke Austria dan Swiss karena sialnya sedang dalam kondisi cedera. Sehingga, sudah dua kejuaraan penting dia lewatkan karena cedera. Dia tentu saja kecewa, tetapi tidak memupus harapannya untuk kembali tampil membela timnas. Kendati demikian, dia dinobatkan sebagai pesepakbola terbaik Polandia tahun itu versi PSSI-nya Polandia.

Akhirnya pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, Kuba bisa tampil sebagai pemain. Tahun itu dia kembali mendapat penghargaan individu berupa pesepakbola terbaik. Masa puncaknya bersama timnas terjadi pada Piala Eropa 2012 di mana Polandia tampil sebagai tuan rumah bersama Ukraina. Saat itu dia dipercaya sebagai kapten kesebelasan. Sebuah momen yang tidak akan pernah dia lupakan ketika memimpin tim di hadapan puluhan ribu pendukung di tanah airnya sendiri.

Saat pertandingan melawan Rusia dalam babak penyisihan Grup A, Kuba mencetak gol penyama kedudukan pada menit ke-57. Dia merayakan gol itu dengan sangat emosional yakni menunjuk langit dengan kedua jari telunjuknya sambil menengadah. Diketahui, gol itu dia persembahkan untuk mendiang ibunda.

“Sebelumnya dalam hidup saya, itu (kematian ibu) adalah peristiwa yang tidak pernah ingin saya bicarakan. Saya coba melupakannya tetapi tidak bisa. Sekarang saya cukup dewasa untuk membicarakannya,” ujar Kuba kepada Evening Standard.

Bahkan dia juga sudah cukup dewasa ketika menghadiri upacara pemakaman sang ayah yang tak lain adalah pelaku pembunuhan ibunya. Beberapa bulan sebelum Piala Eropa 2012 digelar, dia mendapat kabar bahwa ayahnya telah meninggal. Sang ayah tutup usia pada 56 tahun. Dia menghabiskan masa hukuman selama 15 tahun di penjara akibat menghilangkan nyawa istrinya sendiri. Sebagai seorang anak, Kuba merasa perlu memberi penghormatan terakhir kepada sang ayah.

Ketika pada suatu hari akhirnya dia memutuskan gantung sepatu, maka sepakbola Polandia resmi kehilangan seorang petarung, baik di dalam maupun di luar lapangan.

Komentar