Ketika Gladbach Berstatus Klub Elite Eropa

Cerita

by Redaksi 7

Redaksi 7

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ketika Gladbach Berstatus Klub Elite Eropa

Borussia Moenchengladbach lolos ke 16 besar Liga Champions walau kalah dua gol tanpa balas di Santiago Bernabeu, Kamis (10/12) dini hari. Tergabung di Grup B bersama Real Madrid, Inter Milan, serta Shakhtar Donetsk, Gladbach mematahkan prediksi banyak pihak. Mereka mampu memuncaki klasemen hingga matchday 5 dan lolos sebagai runner-up.

Melaju ke fase gugur, anak-anak asuh Marco Rose akan memarkahi level baru bagi klub yang satu dekade terakhir bangkit ke papan atas Bundesliga tersebut. Beberapa musim terakhir, Gladbach selalu gagal melewati fase grup Liga Champions. Di bawah eks pelatih Red Bull Salzburg itu, die Fohlen hendak mengembalikan status sebagai klub elite Eropa yang mereka capai pada 1970-an.

1970-an adalah masa keemasan klub yang berbasis di Nord Rhine-Westphalia itu. Pada kurun 1972-1980, Gladbach lolos ke satu final European Cup (kini Liga Champions) serta empat final Piala UEFA. Dari lima kesempatan, Gladbach memenangi dua titel Piala UEFA, satu-satunya trofi kontinental yang berhasil mereka menangkan hingga kini.

Suporter Gladbach boleh optimistis. Manajemen sehat serta rekrutmen efektif membuat Rose memiliki sederet talenta top untuk bicara banyak. Di sisi lain, sejarah klub ini memang bersinonim dengan perkembangan cepat.

Borussia Moenchengladbach didirikan pada 1900 dengan nama Borussia 1900. Sepuluh tahun kemudian mereka baru mengadopsi nama kota kelahiran menjadi Borussia 1900 M. Gladbach. Hingga 1950, kota asal Gladbach masih dikenal dengan nama Muenchen-Gladbach. Orang-orang seringkali bingung membedakan kota ini ini dengan Muenchen-nya Bavaria. Pemerintah pun mengganti nama kota dengan Moenchengladbach, sekaligus untuk menghormati kaum biarawan (Jerman: moenchen) yang menempati daerah itu sejak 974.

Pada masa awal, Gladbach berkiprah di Verbandsliga, divisi tertinggi yang mungkin mereka capai. Setelah perang, kompetisi sepakbola dilanjutkan pada 1946 dan Gladbach mencapai divisi teratas liga regional di wilayah mereka, Oberliga West, pada 1950.

Kiprah Gladbach di Oberliga West tak memungkinkan mereka masuk ke divisi teratas saat Bundesliga dibentuk pada 1963. Mereka baru memenangkan promosi ke Bundesliga pada 1965. Pada masa ini, di bawah pelatih legendaris Hennes Weisweiler, Gladbach mengusung permainan cair nan ofensif yang mengandalkan para pemain muda. Berbekal jebolan tim muda seperti Jupp Heynckes dan Bernd Rupp, serta pemain legendaris Berti Vogts dan Heinz Witmann, Gladbach menjelma kekuatan dominan Bundesliga.

Gaya permainan Weisweiler menyerbu Bundesliga layaknya badai. Skuad muda Gladbach rutin membabat lawan-lawannya dengan skor mencolok. Gaya permainan yang energik, super ofensif, dan mengandalkan kreativitas individual ini membuat Gladbach dijuluki die Fohlen (Indonesia: anak kuda).

Weisweiler mengantarkan Gladbach meraih trofi Bundesliga pertama pada 1970. Semusim kemudian, mereka menjadi tim pertama yang berhasil mempertahankan titel. Gladbach kembali menorehkan tonggak bersejarah dengan meraih trofi Bundesliga tiga kali beruntun (1975-1977). Die Fohlen menyamai rekor rival kompetitif mereka, Bayern Muenchen, yang meraih hat-trick tiga musim sebelumnya.

Di kancah Eropa, Gladbach pertama mengenalkan diri pada 1960/61. Menyusul kemenangan atas Karlsruher SC di final DFB-Pokal, yang sekaligus menjadi trofi mayor pertama klub, Gladbach lolos ke Piala Winners. Namun, kiprah Gladbach di Piala Winners hanya berjalan singkat. Die Fohlen kalah agregat 11-0 dari wakil Skotlandia, Glasgow Rangers.

Pada 1971, Gladbach menyita perhatian dan mengejutkan banyak pihak di European Cup. Mereka menghadapi jawara Italia, Inter Milan. 20 Oktober 1971, Jupp Heynckes dan kawan-kawan membantai Inter 7-1. Tetapi Gladbach harus menelan kekecewaan usai UEFA memutuskan untuk membatalkan laga tersebut. Pasalnya, pertandingan berjalan tak kondusif karena para suporter melempari lapangan dengan berbagai benda. Striker Inter, Roberto Boninsegna, terkena lemparan kaleng minuman dan harus mendapat perawatan medis.

Leg kedua di Milan pun dihitung sebagai leg pertama. Di kandang sendiri, Inter menang 4-2. Partai ulangan kemudian digelar di Stadion Olimpiade Berlin. Laga ini berkesudahan 0-0 dan Inter berhak lolos ke babak selanjutnya dengan agregat 4-2.

Dua musim kemudian, die Fohlen mencicipi final kontinental pertama sepanjang sejarah. Final Piala UEFA ini mempertemukan Gladbach dengan rakasasa Inggris, Liverpool. The Reds memenangi final itu dengan agregat 3-2.

Gladbach akhirnya meraih titel kontinental pertama pada 1975. Pada musim terakhir Weisweiler, Gladbach menghadapi wakil Belanda, FC Twente, di final Piala UEFA. Anak asuh Weisweiler memenangi laga itu dengan agregat 5-1.

Pada Juli 1975, Weisweiler memutuskan mundur dan digantikan oleh eks pelatih Bayern, Udo Lattek. Pergantian ini menandai babak baru bagi klub. Beda dengan Weisweiler yang memberi kebebasan individual di atas lapangan, Lattek cenderung hati-hati dalam pendekatan permainan.

Pendekatan Lattek pun mampu meneruskan warisan kesuksesan Weisweiler. Ia menggenapi trofi Bundesliga Weisweiler pada 1974/75 dengan kemenangan suksesif pada 1975/76 dan 1976/77. Anak asuh Lattek bahkan mampu mencetak sejarah dengan membabat Dortmund 12-0 (1977/78). Hingga saat ini, kemenangan Gladbach itu menjadi kemenangan dengan skor terbesar di Bundesliga.

Yang lebih istimewa adalah, di bawah Lattek, Gladbach menembus final Liga Champions pertama—dan satu-satunya hingga kini—sepanjang sejarah klub. Final di Olimpico, Roma, pada 1977 mempertemukan Gladbach dengan Liverpool-nya Bob Paisley.

Die Fohlen melalui jalan yang cukup menantang untuk mencapai final. Mereka berhasil mengibaskan Austria Vienna di ronde pertama. Dua ronde setelahnya, Gladbach menang tipis dengan margin satu gol atas kampiun Italia, Torino, serta Club Brugge. Di semifinal, juara Uni Soviet yang kini jadi raksasa Ukraina, Dynamo Kyiv, memaksa Gadbach bertanding hingga perpanjangan waktu. Gladbach akhirnya menang agregat 2-1 setelah babak perpanjang tersebut.

Di final, lawan Gladbach adalah tim kuat dengan bintang-bintang macam Kevin Keegan, Ray Clemence, hingga Terry McDermott. Waktu itu The Reds sedang menjelang masa kejayaan, di mana mereka merengkuh empat gelar Liga Champions dalam kurun delapan tahun.

Skuad Liverpool pun tak bisa ditandingi Gladbach selama 90 menit. Anak asuh Paisley menyarangkan tiga gol lewat Terry McDermott, Tommy Smith, serta penalti Phil Neal. Gladbach hanya membalas satu gol lewat Allan Simonsen.

Kekecewaan di final itu sedikit terobati dengan trofi Piala UEFA kedua pada 1979. Gladbach mengalahkan Red Star Belgrade dengan agregat 1-0. Trofi ini adalah titel kontinental terakhir Gladbach sekaligus kado perpisahan Udo Lattek.

Akhir musim 1978/79, Lattek mundur dan digantikan Jupp Heynckes yang baru pensiun sebagai pemain pada 1978. Di musim perdananya, Heynckes membawa die Fohlen kembali masuk final Piala UEFA, tapi kali ini kalah prduktivitas gol tandang dari Eintracht Frankfurt dalam dua leg babak final.

Heynckes memang mempertahankan Gladbach di papan atas Bundesliga. Namun, ia kesulitan meraih trofi dan die Fohlen mengakhiri masa jaya sekaligus pelan-pelan memasuki era dekadensi. Heynckes mundur pada 1987 dan Gladbach semakin kacau sejak itu.

Pada 1964 hingga 1987, Gladbach ditukangi oleh tiga pelatih yang bertahan lama: Weisweiler, Lattek, dan Heynckes. Tetapi, sejak 1987 hingga 2008, die Fohlen berganti-ganti pelatih hingga 16 kali—belum termasuk pelatih interim.

Dekadensi Gladbach berujung pahit dengan degradasi ke Bundesliga 2 pada 1999. Mereka promosi kembali pada 2001. Tetapi, die Fohlen tak menjadi kekuatan berarti dan kembali degradasi pada 2007.

Perkembangan berarti Gladbach baru terlihat pada 2011. Setelah berkutat di papan bawah Bundesliga sejak promosi kembali pada 2008, die Fohlen kembali ke papan atas berkat Lucien Favre. Pelatih asal Swiss itu membawa Gladbach dua kali lolos ke Liga Champions.

Sempat mengalami penurunan performa di bawah Andre Schubert dan Dieter Hecking, kini estafet pelatih Gladbach sepertinya berada di tangan yang tepat. Rose berhasil bawa Gladbach ke Liga Champions di musim pertamanya, menyalip Bayer Leverkusen di pekan-pekan terakhir. Kini, jika Rose bisa membawa Gladbach ke fase gugur, ia dalam trek yang tepat untuk pelan-pelan mendekati masa kejayaan klub.

Borussia Moenchengladbach berlaga di Bundesliga 1 2020/21. Seluruh pertandingan die Fohlen dapat Anda saksikan di Mola TV. Klik di sini untuk menyaksikan seluruh tayangan langsung pertandingan Gladbach, juga tayangan ulang dan highlights pertandingan-pertandingannya.

Komentar