Perubahan Kecil yang Membuat Real Madrid Menguasai Babak Kedua

Analisis

by Dex Glenniza 165898

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Perubahan Kecil yang Membuat Real Madrid Menguasai Babak Kedua

Real Madrid berhasil menciptakan sejarah di Stadion Millennium, Cardiff, Minggu (04/06) dinihari tadi. Mereka menjadi kesebelasan pertama yang mampu menjuarai dua Liga Champions UEFA berturut-turut (di era Liga Champions, sejak 1992) dan juga memenangkan total 12 gelar yang merupakan angka terbanyak.

Juventus, lawan mereka, sebenarnya berhasil mengawali pertandingan dengan sangat menjanjikan di 19 menit awal, termasuk mencatatkan tiga tembakan. Akan tetapi sebuah serangan balik yang mematikan membuat Real Madrid unggul di menit ke-20 melalui Cristiano Ronaldo.

Pertandingan sempat memanas kembali dengan gol salto indah Mario Mandžukić tujuh menit berselang. Akan tetapi di babak kedua, Los Blancos mampu mencatatkan tiga gol lagi melalui Casemiro, Ronaldo, dan Marco Asensio. Real Madrid berhasil menang dengan skor meyakinkan, 4-1.

Juventus menguasai area sayap, Real Madrid menguasai lapangan tengah

Dari pemilihan formasi di awal, Massimiliano Allegri sebagai manajer Juventus memasang formasi dasar 3-4-2-1. Pada kenyataannya di atas lapangan, formasi ini berbentuk asimetris, tapi bukan berarti tidak seimbang.

Susunan pemain Juventus dan Real Madrid

Andrea Barzagli bermain sebagai bek tengah sebelah kanan, tapi lebih sering terlihat sebagai full-back kanan. Ia ditugaskan menjaga pergerakan Ronaldo dan memenangkan duel udara di area sayap. Hal ini membuat Daniel Alves, wing-back kanan Juventus, lebih leluasa untuk menguasai penyerangan lewat sayap kanan. Ia sering berhadapan dengan Marcelo di sisi tersebut.

Sementara di sisi yang berseberangan, Alex Sandro dan Mandžukić hampir selalu memenangkan jumlah pemain saat menyerang. Mereka “mengerubungi” Daniel Carvajal yang membuat Real Madrid kewalahan diserang dari kedua belah sayap.

Namun, penguasaan Juventus terhadap area sayap ini membuat mereka mengalami kekalahan saat berduel di lini tengah. Juventus sendiri terlihat seperti tidak keberatan dengan hal ini, karena mereka sadar jika mereka bisa merepotkan Real Madrid dengan permainan seperti ini.

Gol pertama Real Madrid memang dihasilkan dari sebuah serangan balik yang berawal dari intersep di lini tengah, lini “kekuasaan”-nya Real Madrid.

Akan tetapi, gol cantik Mandžukić berawal dari skema yang apik dari sayap ke sayap: Leonardo Bonucci mengirim bola panjang dari sayap kanan ke sayap kiri, diterima Alex Sandro yang mengirim crossing ke dalam kotak penalti, disambut oleh Gonzalo Higuaín dengan dada kemudian mengoper ke Mandžukić, lalu Mandžukić menahan dengan dada membelakangi gawang, tapi kemudian melakukan tendangan salto. Seluruh proses di atas terjadi tanpa bola sekalipun menyentuh tanah.

Perubahan kecil Real Madrid di babak kedua yang krusial

Gol Mandžukić tersebut mungkin merupakan momen terbaik pada pertandingan semalam. Tapi hanya momen tersebut yang mendefinisikan perjuangan Juventus di final Liga Champions 2016/2017. Karena setelah itu, Real Madrid berhasil menguasai pertandingan dengan mampu mencatatkan lebih banyak tembakan, umpan silang, dan juga duel.

Di babak kedua, Zinedine Zidane tidak melakukan perubahan besar-besaran. Namun ada satu perubahan kecil yang ia lakukan yang mampu mengubah jalannya pertandingan untuk memberikan output yang lebih riil bagi Real Madrid, yaitu bergesernya posisi Toni Kroos.

Grafis sentuhan Toni Kroos yang menunjukkan perubahan posisi permainannya di babak kedua (kanan) jika dibandingkan dengan di babak pertama (kiri) yang lebih bergeser ke tengah - Sumber: Squawka

Di babak pertama, Kroos bermain di area yang lebih menyayap, yaitu di sebelah kiri. Tapi di babak kedua, Zidane menyetelnya agar lebih berperan sentral ke area tengah lapangan. Hal ini dilakukan agar Kroos bisa membantu build up serangan Los Blancos tanpa terlalu diganggu oleh para pemain Juventus.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Juventus memang terlalu berkonsentrasi di area sayap sehingga kadang melupakan area tengah yang “diberikan” penguasaannya kepada Real Madrid. Ini lah yang mengubah jalannya pertandingan di babak kedua.

Kroos, bersama Luka Modrić, mendikte tempo permainan terutama ketika mendapatkan kesempatan untuk melakukan serangan balik. Sementara Casemiro berperan lebih defensif di babak kedua dengan memenangkan lebih banyak tekel di antara semua pemain di atas lapangan. Permainan Isco juga jadi semakin hidup dengan irama Real Madrid di babak kedua ini.

Hasilnya, Real Madrid sulit ditembus sekaligus mematikan saat menyerang. Gol Casemiro (dan juga gol pertama Ronaldo) memang agak berbau keberuntungan karena mengalami deflect yang membuat Gianluigi Buffon tidak berdaya. Tapi gol ketiga dan keempat Real Madrid seolah menggebuk Juventus dan para pendukungnya bahwa bukan keberuntungan yang membuat mereka juara, tapi determinasi dari permainan mereka.

Lagi-lagi respons tepat dari Zidane

Juventus memang bisa mengawali pertandingan dengan menjanjikan. Tapi mereka kecolongan saat serangan balik. Mereka kemudian mampu mencetak gol balasan yang cantik. Pertandingan di babak pertama adalah pertarungan yang mencerminkan final Liga Champions, yaitu intensitas tinggi, gol, dan saling mengancam.

Namun di babak kedua, perubahan kecil yang dilakukan Zidane kembali menegaskan jika ia hampir selalu bisa merespons taktik dengan jitu. Real Madrid kemudian berhasil mencatatkan 13 tembakan di babak kedua, sementara Juventus hanya satu saja dan itupun off target.

Kejelian lain yang dilakukan Zidane pada laga ini adalah dengan tidak terlalu banyak mengirimkan umpan silang melambung ke kotak penalti Juventus. Sadar akan tangguhnya lini pertahanan Juventus dalam duel udara, umpan silang menyusur tanah menjadi pattern serangan akhir Real Madrid. Tiga dari empat gol Real Madrid berbuah dari umpan silang mendatar. Sementara satu gol lain, gol Casemiro, terjadi setelah serangan sayap yang tidak diakhiri dengan umpan silang melambung.

Allegri mencoba memecah kebuntuan dengan memasukan Juan Cuadrado untuk membuat serangan sayap mereka lebih intens di sebelah kanan. Akan tetapi, perubahannya terlambat dan Cuadrado malah mendapatkan dua kartu kuning setelah "dikelabuhi" oleh Sergio Ramos. Diusirnya Cuadrado memang menjadi titik balik, karena prosesnya pun agak menjadi perdebatan.

Akan tetapi, jika kita melihat pertandingan secara keseluruhan, tidak melihatnya sepotong-sepotong, kita pastinya sangat mewajarkan kenapa Real Madrid bisa menjuarai Liga Champions semalam.

Nantikan analisis selengkapnya di About the Game (detikSport).

Komentar