Para Eksil dan Sepakbola (Kudeta Pinochet dan Sepakbola Chili Bagian 3)

Cerita

by Arienal A Prasetyo

Arienal A Prasetyo

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Para Eksil dan Sepakbola (Kudeta Pinochet dan Sepakbola Chili Bagian 3)

Berkuasanya rezim militer pimpinan Pinochet menyebabkan ribuan rakyat Chili meninggalkan tanah airnya. Itu merupakan gelombang emigrasi terbesar dalam sejarah Chili. Negara tujuan mereka adalah negara tetangga seperti Argentina, Peru, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa.

Di tempat baru itu, mereka mencoba menemukan hidup mereka kembali di kantong-kantong pengungsian. Salah satu caranya adalah dengan bermain sepakbola.

Sekitar 2000 kepala keluarga mendapat suaka politik dari Britain’s Labour government. Di Inggris, tepatnya di London Selatan, ada sebuah tempat bernama Clapham Common. Tempat itu, seperti yang dipaparkan Chris Taylor dalam bab delapan buku The Beautiful Game: A Journey Through Latin American Football, merupakan rumah bagi Sepakbola Amerika Latin di London, di mana ada penduduk Chili, Kolombia, Peru, Bolivia, Ecuador, dan pemain dari negara Amerika Latin lain yang datang untuk bermain bola dan menemukan kembali identitas Amerika Latinnya.

Baca Juga: Bagaimana Chili Lolos Piala Dunia 1974 (Kudeta Pinochet dan Sepakbola Chili Bagian 2)

Di balik terbentuknya Clapham League bagi orang-orang Amerika Latin, ada seorang eksil Chili yang menganut paham komunis bernama Gaston Avalos. Pada 1980, Avalos pindah ke London dan mengorganisasi liga di kota itu. Sebelumnya, liga pernah dijalankan di Hence Selby, Yorkshire.

Gaston Avalos menjadi kunci berlangsungnya liga. Pedro Montiel, salah seorang pemain yang pernah membela tim Colo Colo (klub Clapham League yang meniru nama klub Chile), mengenang kiprah Gaston Avalos pada Chris Taylor.

“Gaston menjalankan seluruh liga, ditambah menjalankan tim, serta turnamen nasional di bulan Mei. Itu pekerjaan utamanya dan seluruh hidup dan energinya ia curahkan kepada itu semua. Tentu ini menjadi tidak adil untuk mengatakan bahwa ini pekerjaan Gaston semata: ini juga pekerjaan keluarganya dan semua orang.

Dia bisa menjalankannya dengan cara yang sangat khusus - seperti yang ia lakukan di Chili, di barrios yang menyedihkan, di mana liga dimainkan dalam sebuah cara khusus dipimpin oleh satu pemimpin (cacique) yang mengorganisir semuanya: tentang siapa yang bermain dan siapa yang mendapatkan hadiah, siapa yang mengorganisir partai dan ke mana uang dialirkan.

Tetapi tak ada orang yang berani menentang itu karena karena tugasnya memakan banyak waktu sehingga tak ada orang yang siap. Gaston akan berkata “Siapapun yang akan mengambil alih (pekerjaanku) baiklah, saya akan pulang dan melakukan hal yang lain.” Tapi nyatanya tak ada yang siap melakukannya. Bertahun-tahun Liga dijalan dengan cara seperti itu,” ujar Pedro.

Di London, tepatnya pada 6 Desember 1980, ada delapan tim yang mengikuti liga - yang didominasi oleh orang-orang asal Chili. Enam tim berasal dari Chile, satu tim campuran Chile-Uruguay, dan satu tim dari Kolombia.

Kaum buruh berperan besar dalam pengorganisasian solidaritas terhadap negara Chili. Selain itu, ada satu hal menarik, bahwa nama trofi yang diperebutkan berbeda-beda. Nama-nama yang digunakan merupakan nama tokoh yang mempunyai spirit yang sama dengan organisasi itu, seperti Primero de Mayo (1 Mei), Camilo Torres, Simon Bolivar (penentang penjajahan Spanyol), Bernardo O’Higgins (pemimpin kemerdekaan Chili), Nelson Mandela (presiden Afrika Selatan penentang apartheid), Gabriel Garcia Marquez (sastrawan asal Kolombia), Pablo Neruda (penyair Chili), serta Jose de San Martin (pemimpin kemerdekaan Argentina).

DI Glasgow, Skotlandia, pada akhir 1970-an, sebuah tim bernama Burnbank FC yang berlaga di lokal kabarnya akan dibubarkan. Ini menjadi kabar baik bagi para pengungsi Chili. Di antara para pengungsi Chili di Glasgow merupakan pemain yang profesional atau semi-profesional yang pernah bermain bersama di Argentina. Penjaga gawang tim itu, Rene Meza, menyebut bahwa orang-orang itu dapat membentuk tim Amerika Latin terbaik yang ada di Britania.

Sebagai salah satu tim yang anggotanya berasal dari luar penduduk Skotlandia, Burnbank FC cepat mendapat perhatian. Walikota Glasgow mengundang mereka setiap tahun untuk dilepas secara resmi sebelum mengikuti Latin American Championship yang saat itu digelar di Yorkshire.

Lambat laun, jumlah orang-orang Chili di Britania menurun seiring perkembangan politik di Chili. Pada 1990, tokoh sipil Patricio Aylwin terpilih menjadi presiden melalui pemilihan umum. Banyak orang Chili yang kembali ke negaranya. Di London, jumlah orang Chili menurun sejak peta politik Chili berubah, dari sekitar 12.000 menjadi hanya sekitar 1000. Di sisi lain, jumlah eksil Kolombia meningkat tajam.

Clapham Common kemudian menjadi tempat berkumpulnya warga Amerika Latin di Inggris. Muncul anekdot di kalangan orang-orang Amerika Latin, ‘kalau kamu terdampar di Eropa, segera cari jalan menuju Clapham Common untuk bertemu dengan orang senegaramu’. Dibanding orang-orang Kolombia, orang-orang Chili telah mendirikan liga dan dengan itu mampu mendefinisikan karakternya. Hal ini membuat orang-orang Kolombia termarjinalisasi.

Baca Juga: Ketika Stadion Nasional Dijadikan Penjara (Kudeta Pinochet dan Sepakbola Chile Bagian 1)

Inilah yang akhirnya menimbulkan perpecahan dalam liga pada 1989. Salah satu kelompok yang memisahkan diri dari liga yang diinisiasi Gaston Avalos adalah kelompok pimpinan Rene Meza. Pertengkaran di belakang layar antara para pimpinan itu tak bisa dipadamkan meski liga bersatu kembali. Gaston Avalos tetap menerbitkan buletin yang berisi statistik dan polemik, termasuk tentang apa yang ia sebut sebagai kudeta dalam kepemimpinan liga.

Orang-orang Chili yang berada di Inggris merupakan para eksil politik. Mereka menggunakan sepakbola untuk melakukan perlawanan kepada Pinochet. Dari sepakbola, terkumpullah dana untuk menyokong kelompok-kelompok perlawanan. Hal ini tidak ditemui pada para eksil Kolombia.

Menurut Rene Meza, orang-orang Kolombia tak pernah merasa bahwa ini adalah liga mereka. Mereka merasa diperlakukan tidak adil dengan banyaknya peraturan yang diterapkan pada mereka, namun hanya sedikit yang diterapkan pada orang-orang Chili. Dengan alasan itulah orang-orang Kolombia menggulirkan liganya sendiri, dan terwujud pada 1990. Tim yang berlaga di Liga Kolombia hanya diizinkan menggunakan maksimal tiga pemain non-Kolombia.

Menyusutnya jumlah eksil Chili dan bertambahnya eksil Kolombia di Inggris membuat citra para eksil Chili yang sangat berkaitan dengan politik sebagai perlawanan terhadap kediktatoran di negara mereka perlahan pudar dan digantikan oleh para eksil Kolombia yang membuka restoran dan klub salsa sebagai representasi kelas atas Amerika Latin.

Komentar