Mane Terbentuk di Salzburg

Cerita

by Evans Simon

Evans Simon

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Mane Terbentuk di Salzburg

Direktur Olahraga RasenBallsport Salzburg, Ralf Rangnick, terbang Prancis untuk menyaksikan pertandingan Piala Liga antara Metz dengan Tours pada Agustus 2012. Ia datang untuk memantau Sadio Mane.

Nama Mane mulai direkomendasikan para pemandu bakat Salzburg sejak Olimpiade 2012 di London. Ketika itu, Mane berhasil membawa Senegal U-23 lolos fase penyisihan grup, sebelum tersingkir lewat babak tambahan waktu di perempat final melawan Meksiko - yang menjadi juara turnamen. Namun, Rangnick ingin melihat permainannya dengan mata kepala sendiri.

Keputusan Rangnick cukup masuk akal. Meski berperan besar atas kesuksesan historis Senegal U-23 dalam keikustertaan pertama mereka di Olimpiade, Mane tidak memiliki catatan yang cukup gemilang bersama Metz sepanjang musim 2011/12. Ia hanya mencetak satu gol dan satu asis dalam 19 pertandingan. Metz pun terdegradasi ke Championnat National - Divisi Tiga Liga Prancis - pada pengujung musim.

Perjalanan Rangnick ke Stade Municipal Saint-Symphoren tidak berakhir mengecewakan. Ia langsung bertemu dengan presiden Metz selepas laga vs Tours, menanyakan harga Mane.

"Ia keukeuh hanya akan menjualnya (Mane) dengan harga 4 juta Euro. Itu adalah nilai besar bagi kami, terutama untuk seorang pemain yang bermain di divisi tiga," ucap Rangnick seperti yang dikutip The Athletic.

Pun demikian, Rangnick tetap percaya bahwa Mane adalah pemain yang tepat bagi Salzburg. Ia menelepon pemilik klub, Dieter Mateschitz, agar bersedia merogoh kocek. Mateschitz setuju. Mane resmi menjadi penggawa RB Salzburg di hari penutupan bursa transfer musim panas.

Bagi Mane, ini adalah satu langkah maju untuk menggapai mimpi terbesarnya: meraih Ballon d`Or - atau, setidaknya, memenangi penghargaan Pemain Terbaik Afrika terlebih dahulu. Namun, perjalanan menjadi pemain terbaik Afrika dan dunia tentu tidaklah mudah.

Tantangan utama yang dihadapi pemain kelahiran 10 April 1992 tersebut adalah urusan adaptasi. "Di Metz, ada banyak orang Afrika di dalam tim dan kota, tetapi Salzburg adalah kisah yang jauh berbeda," ucap integration manager RB Salzburg, Mustapha Mesloub. "Tidak ada restoran Afrika di sini ketika itu. Kami sering makan pasta karena itu adalah yang paling mirip dengan makanan berbahan dasar nasi seperti di kampung halamannya."

Pada dasarnya, pekerjaan seorang integration manager di RB Salzburg adalah membantu pemain-pemain asing untuk beradaptasi di klub. Selain itu, mereka (RB Salzburg memiliki lebih dari satu integration manager) juga mengurus hal-hal teknis, seperti keuangan dan pajak pemain.

Peran Mesloub bagi karier Mane sangat krusial. Ia seakan menjadi batu karang ketika Mane menjalani proses adaptasi yang berat, misalnya ketika seorang anak kecil menangis hanya karena Mane tersenyum kepadanya.

"Anak itu mungkin baru berusia dua atau tiga tahun dan mungkin belum pernah melihat pria berkulit hitam seumur hidupnya. Anda tahu, 99% penduduk Salzburg berkulit putih. Sadio benar-benar terguncang oleh insiden ini," tutur pria keturunan Prancis-Aljazair tersebut.

Itu bukan satu-satunya kasus rasialisme yang diderita Mane. Ia pernah diejek oleh seorang pemain Strum Graz di babak pertama. "Pourqoui?" (Kenapa?) adalah kata yang terus menerus diulang Mane di dalam ruang ganti ketika turun minum, sambil memukul-mukul pintu loker.

Kendati demikian, segala kejadian tersebut tidak membuat Mane mundur. Dengan bantuan Mesloub, Ia terus berdapatasi dengan lingkungan barunya. Ia bahkan pernah mengenakan lederhosen - pakaian tradisional Bavaria - ke pernikahan seorang teman, meski awalnya menolak.

Mane juga cukup beruntung karena, ketika baru direkrut, RB Salzburg menunjuk Roger Schmidt sebagai pelatih anyar. Gaya bermainnya yang gesit, ngotot, dan penuh energi cocok dengan pola permainan yang diterapkan oleh Schmidt.

Bagi Schmidt, Mane adalah pemain impian. Ia bukan hanya memiliki kemampuan teknik berkualitas, melainkan juga etos kerja tinggi dan mau berkorban demi tim. Pada musim perdananya bersama RB Salzburg, Ia mencetak 19 gol dan 10 asis dalam 29 pertandingan di seluruh kompetisi.

Mane total mencatatkan 45 gol dan 32 asis dalam 87 laga sepanjang kariernya bersama RB Salzburg. Ia sukses mengawinkan trofi Liga Austria dan Piala Austria. Namun, permainannya yang paling berkesan bagi publik Red Bull Arena adalah laga uji coba melawan FC Bayern pada Januari 2014.

Bayern datang dengan status sebagai Raja Eropa. Mereka baru meraih Treble Winners di musim sebelumnya. Namun, skuat yang diasuh Pep Guardiola tersebut pulang dengan kepala tertunduk. Mereka kalah 0-3. Mane tampil brilian dengan menyumbangkan satu gol dan satu asis. Ketika dimintai pendapat tentang laga tersebut, Rangnick hanya punya satu kata: Legendaris.

Selepas pertandingan, penerimaan kota Salzburg terhadap Mane berubah drastis. Ia telah dianggap sebagai bagian dari mereka. "Pergi kemanapun di kota ini, orang-orang menyapa dan memeluk dirinya," ucap Mesloub. "Semua orang sangat senang dengan kemenangan tersebut dan Sadio bahagia atas cinta yang ditunjukkan kepada dirinya."

Lima tahun berlalu, situasinya tentu jauh berbeda. Kini, adalah Mane yang berstatus sebagai (bagian dari skuat) juara Eropa dalam laga penyisihan grup Liga Champions antara Liverpool vs RB Salzburg di Stadion Anfield pada Oktober 2019.

Mane jelas belum melupakan RB Salzburg. Ia tidak melakukan selebrasi sebagai bentuk penghormatan kepada mantan timnya kala mencetak gol pembuka Liverpool, yang memenangi pertandingan dengan skor 4-3.

Ada kerendahan hati dalam gestur pemain berusia 27 tahun tersebut. Ia tahu memiliki `hutang budi` kepada RB Salzburg atas pencapaian kariernya dan akan selalu berterima kasih atasnya, meski mereka sebenarnya tidak berpisah dengan cara baik-baik.

Usaha manajemen RB Salzburg mencari klub dengan tawaran termahal membuat Mane, yang sudah ngebet bergabung dengan klub Premier League pada musim panas 2014, kesal bukan kepalang. Kemudian, Ia terlambat datang ke pertemuan tim menjelang laga leg kedua kualifikasi Liga Champions vs Malmo.

Rangnick tidak memasukkan Mane ke dalam skuat sebagai bentuk hukuman. Tanpa kehadirannya, Salzburg kalah 0-3 di Swedia, tersingkir dengan agregat 2-4. Lima hari berselang, Mane resmi menjadi pemain Southampton.

Terakhir kali datang ke Red Bull Arena - dalam laga uji coba bersama Soton - pada 2015, Mane disiuli oleh suporter RB Salzburg. Bagaimana kira-kira respons mereka ketika Liverpool datang bertandang pada Desember mendatang?

"Orang-orang (di Salzburg) merasa bangga karena salah satu pemain terbaik dunia, seorang juara Liga Champions, mengembangkan kariernya di sini," kata Mesloub.

Komentar