Rasisme yang Tak Kunjung Usai di Sepakbola Inggris

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Rasisme yang Tak Kunjung Usai di Sepakbola Inggris

Tidak lama setelah kejadian rasisme yang dilakukan suporter Chelsea di Paris menjelang pertandingan Liga Champions, insiden rasisme kembali muncul di sepakbola Eropa. Kali ini lagi-lagi melibatkan suporter Inggris.

[Cerita tentang aksi di Paris tersebut dapat anda baca di sini]

Pada Premier League pekan ke-26 , insiden soal rasisme kembali terulang. Masih dalam situasi yang sama seperti yang dilakukan suporter Chelsea di Paris, yakni di dalam sebuah kereta. Dalam kereta perjalanan ke London Utara untuk mengunjungi Tottenham Hotspur, sekumpulan suporter yang diyakini suporter West Ham United menyanyikan lagu berbau anti-Yahudi.

Mereka bernyanyi "I've got a foreskin, I've got foreskin everything. How about you? F*****g Jew!," seperti yang bisa kita lihat dalam video yang diuggah oleh akun @RomanGezeer.



Video tersebut dengan cepat menyebar di berbagai media sosial. Malamnya, pihak Kick It Out -- lembaga yang fokus pada kampanye anti rasisme-- sudah merilis pernyataan atas kejadian tersebut. Setelah menerima bebrapa laporan melalui media sosial. Selanjutnya organisasi persamaan hak dan inkulsi di sepakbola tersebut akan bekerja sama dengan kepolisian transportasi Inggris.

"Kami telah diberitahu tentang sejumlah tweet anti-semit yang kita laporkan ke polisi," demikian bunyi rilis yang dikeluarkan oleh Kick It Out.

Gayung pun bersambut. Pihak kepolisian sedang menyelidiki nyanyian anti-Semit tersebut. Dalam bahasa Indonesia,  anti-Semit merupakan sikap permusuhan atau prasangka kebencian kepada kaum Yahudi. Anti-Semit mengemuka dalam berbagai bentuk serangan terhadap agama, etnik, kelompok ras, mulai dari kebencian terhadap individu hingga lembaga, yang terkait dengan Yahudi.

Lalu kenapa nyanyian berbau anti Yahudi tersebut dinyanyikan menjelang laga melawan Spurs? Pasalnya para pendukung Tottenham sering diidentikkan -- bahkan sebagian dari mereka mengidentikkan diri-- dengan keturunan Yahudi.

Pada abad ke-19, daerah London Utara merupakan tempat yang didatangi oleh para Imigran Yahudi. Dibukanya jalur pelayaran dari Belanda ke Inggris pada 1565, menyebabkan terjadinya peningkatan aktifitas dagang di London. Sehingga Royal Exchange, pusat perniagaan legendaris itu, dibuka pada 1571.

Faktor itu membuat kongsi-kongsi perdagangan monopoli Perusahaan Hindia Timur (EIC) meluas. Apalagi ada kegiatan perdagangan ke Dunia Baru, yakni Benua Amerika, semakin ekspansif. Maka Laut Utara saat itu akhinya menjadi pelabuhan utama dan dipenuhi oleh para imigran, salah satunya dari Benua Amerika.

Faktor keturunan-keturunan Yahudi hingga sekarang membuat para suporter Tottenham bangga dengan The Yid Army. Sebuah sebutan yang kontroversial, bahkan federasi sepakbola Inggris berkali-kali memperingatkan soal julukan ini. Sedangkan dari beberapa Yid Army sendiri menyanggah jika julukan tersebut sebuah pelecehan.

Justru mereka menganggap jika nama Yid Army merupakan semangat juang mereka untuk Spurs. Mereka menggunakan Yid Army, awalnya, sebagai respon langsung terhadap suporter oposisi yang memang menggunakan kata Yid sebagai bentuk ejekan dan penyalahgunaan pada mereka. Alih-alih menangkis, mereka gunakan saja ejekan itu justru untuk menegaskan jati diri yang mereka inginkan.

"Kami menyanyi dengan bangga sebagai sebuah tanda identitas kami," begitu pengakuan salah satu suporter Spurs, James Mariner.

Suporter Tottenham Hotspurs sendiri memang tidak memiliki hubungan baik dengan suporter West Ham United, lawan yang mereka hadapi pada akhir pekan lalu (22/2/2015).

Tidak hanya pada hari itu saja, para suporter West Ham juga pernah menyinggung para Yid Army. Dua suporter The Hammers, diperingatkan dan satu lagi diberi larangan menonton seumur hidup. Mereka melakukan gestur penghormatan ala Nazi, di pertandingan dua rival ini di White Hart Lane pada 2012.

Insiden rasisme tidak hanya muncul jelang lawa Tottenham versus West Ham. Sehari sebelumnya, insiden berbau rasisme sudah terjadidi laga Divisi Championship, antara Brighton & Holve Albion di Stadion Amex, Sabtu (21/2/2015).

Dua suporter tuan rumah ditangkap karena nyanyain rasis. Kemudian dibalas oleh lemparan bom asap oleh suporter tamu. Birmingham saat itu kalah dari Brighton dengan skor 4-3.

"Klub ini tidak memiliki toleransi kepada semua bentuk diskriminasi dan fans bersalah atas pelanggaran tersebut (rasisme)," demikian pernyataan dari pihak klub Brighton.

Kami juga sempat membahas beberapa aksi rasisme di sepakbola, dapat anda baca di sini

Kasus-kasus yang terjadi hanya dalam satu pekan di atas kembali menegaskan bahwa rasisme masih menjadi persoalan. Bukan hanya di negara-negara berkembang seperti di Eropa Timur, tapi juga di negara-negara mapan seperti Inggris.

Sepakbola Inggris, dari tahun ke tahun, selalu saja diwarnai insiden-insiden rasisme. Dan itu melibatkan banyak pihak, tidak hanya suporter, tapi juga bahkan figur-figur pemain penting. Kasus rasisme John Terry kepada Anton Ferdinand, juga Luis Suarez pada Patrice Evra, misalnya, hanya sedikit contoh dari rasisme yang masih bertahan di lapangan-lapangan sepakbola Inggris.

Komentar