Meluruskan Sejarah Rivalitas di Derby Madrid

Cerita

by Aqwam Fiazmi Hanifan

Aqwam Fiazmi Hanifan

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Meluruskan Sejarah Rivalitas di Derby Madrid

Derby kota Madrid adalah salah satu laga menarik di Spanyol selain El Clasico. Rivalitas antara Atletico Madrid dan Real Madrid memiliki akar sejarah yang kuat dengan waktu yang teramat panjang.

Orang selalu beranggapan derbi ini sebagai Goliath yang diperankan El Real melawan David yang diperankan Los Rojiblancos. Sebuah pertarungan kekuasaan Jenderal Franco melawan orang miskin yang jujur. Namun betulkah itu?

Dalam sebuah kolomnya di Fourfourtwo, Richard Ballout memberikan pemaparan yang cukup menarik mengenai derby ini, khususnya cerita mengenai perlawanan kelas sosial yang dilakukan Atletico yang mewakili kaum proletar melawan penguasa yang identik dengan Real Madrid. Dalam banyak hal, Ballout menjelaskan kebenaran sejarah di lapangan malah sebaliknya.

Sejarah pendirian Atletico bermula saat tiga pelajar asal Basque yang bersekolah di Madrid membentuk sebuah klub pada tahun 1903. Nama Atletico Madrid dan jerseynya terinspirasi dari club Atletic Bilbao, klub ini adalah salah satu klub yang mengakar kuat di Basque. Pada mulanya Atletico Madrid adalah mirip-mirip seperti feeder club di era modern yang berhubungan dengan Athletic Bilbao.

Akan tetapi pada awal tahun 1920-an, Atletico Madrid memutuskan semua hubungan dengan pendahulunya di Basque akibat hubungan retak dengan masyarakat Basque yang ingin merdeka dari Spanyol. Dalam perang saudara di awal dekade 1930-an, Atletico akhirnya diidentikkan sebagai klub milik Angkatan Udara Spanyol dengan nama baru yakni Athletic Aviacion de Madrid.

Kondisi inilah yang membuat Atletico selalu dekat dengan Franco. Banyak loyalis Franco yang bermain di Atletico. Sebagai klub militer yang dekat dengan Jenderal Franco, Atletico banyak mendapat keuntungan diantaranya adalah gelar juara pada tahun 1940 dan 1941 yang diisukan sarat dengan konspirasi. Sejarah ini menegaskan bahwa jika ada yang mengatakan bahwa Franco membenci Atletico itu adalah kesalahan besar.

Lantas sikap politis Franco yang membelot ke Real Madrid pun bukan tampa sebab. Franco butuh Real Madrid sebagai alat untuk mencitrakan dirinya. Kebetulan di era 1950-an, Madrid sedang jaya-jayanya di Eropa.

Kedekatan Franco dengan Real Madrid otomatis selalu memunculkan cap bahwa El Real dekat dengan fasisme. Dan benih-benih ini turun pada kelompok supporter mereka. Seperti Ultras Lazio misalnya yang selalu mengagungkan "El Duce" Benito Mussolini. Lantas apakah betul kelompok ultras Real Madrid beraliran garis keras sayap kanan? Nyatanya tidak demikian.

Malah kelompok ultras Atletico yang lebih condong menganut ideologi ini. Ballout memaparkan bahwa sebagian besar pendukung Atletico memiliki sentimen nasionalis yang kuat dan cenderung fasis, termasuk ultras terkemuka mereka yakni Frente Atletico.

Jika tak percaya datangnya ke basecamp mereka di sekitar Vicente Calderon, maka anda akan melihat banyak simbol-simbol fasisme yang tertuang dalam graffiti. Kebencian kelompok ultras ini kepada fans Basque dan Catalan lebih sadis ketimbang fans Real Madrid itu sendiri.

Saat Atletico Madrid berjumpa dengan Barcelona atau Bilbao, serangan ofensif entah itu lewat nyanyian dan spanduk kerap terjadi. Salah satu hal yang identik dengan kelompok sayap kanan adalah rasisme. Dan hal ini adalah hal yang biasa bagi fans Atletico. Tahun lalu mereka melakukan penghinaan terhadap bek sayap Real Madrid, Marcelo, dengan sebutan `Ayahmu Monye!` kondisi ini membuat klub menanggung resikonya.

Selama ini memang selalu ada cap bahwa penonton Vicente Calderon adalah jemaat fasis, Falangis dan Francoists yang lebih parah ketimbang Real Madrid itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa Atletico bukanlah klub kelas pekerja yang selama ini sering dibicarakan. Klub ini sama seperti El Real, yakni klub yang didukung kaum borjuis kota Madrid, bukan tim kelas pekerja yang selama ini digembor-gemborkan.

Lantas pertemuan antara kedua tim sebenarnya bukan mewakili kaya vs miskin, borjuis vs kelas pekerja atau tim yang royal pada kerajaan vs tim pembangkang. Derby Madrid adalah derby dua tim dengan sejarah, politik dan pendukung yang sebenarnya tak jauh berbeda. Karena itulah meski di atas lapang hijau selalu sengit, tensi dan aroma derbi ini di luar lapangan biasa-biasa saja.

Baca juga: Sesat Pikir Anggapan Atletico Klub Miskin

Komentar