Darah dan Doa Sepakbola Kosovo

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Darah dan Doa Sepakbola Kosovo

Tidak ada lagu kebangsaan yang dinyanyikan, tidak ada juga bendera nasional yang dikibarkan. Ini sesuatu yang ganjil untuk sebuah laga internasional yang mempertemuan dua tim nasional. Lagu kebangsaan yang dinyanyikan jelang pertandingan justru menjadi penanda terpenting laga-laga internasional.

Tapi begitulah yang terjadi ketika tim nasional Kosovo menghadapi tim nasional Haiti di Mitrovica, Rabu (5/4/2014). Tapi absennya lagu kebangsaan dan bendera negara tidak membuat Stadion Olimpik Adem Jashari yang berkapasitas sekitar 17 ribu orang itu menjadi sepi. Atmosfir stadion justru sangat semarak, juga bergelora. Stadion penuh nyaris tanpa bangku kosong.

Di antara para penonton di tribun juga hadir Eroll Salihu, Sekjen Federasi Sepakbola Kosovo (FFK), yang telah berkampanye secara intensif selama tujuh tahun agar negaranya dapat diterima sepakbola dunia. Dirinya menjadi sekjen mendampingi Fadil Vokrri, pemain terbaik Kosovo, satu-satunya pemain beretnis Kosovo yang pernah memperkuat tim nasional Yugoslavia, yang kini menjadi presiden federasi.

"Hal ini (pertandingan melawan Haiti) sangat menegangkan. Saya harus mengatur keamanan, kami memiliki jurnalis yang datang dari seluruh dunia," ungkap Salihu.

Betapa tidak, laga melawan Haiti merupakan pertandingan pertama tim nasional Kosovo. Inilah momen bersejarah bagi sebuah bangsa, juga sebuah etnis, yang mayoritasnya berakar pada bangsa Albania, selama bertahun-tahun lamanya mengalami penindasan rasial dari bangsa Serbia. Bangsa Kosovo, yang mayoritasnya muslim, seakan menjadi paria di tanah airnya sendiri.

Mereka harus menghadapi pembantaian dan pembersihan etnis (genosida) dan dunia sempat hanya diam berpangku tangan menyaksikan tragedi demi tragedi melanda orang-orang Kosovo. Darah melela di mana-mana sepanjang sejarah Kosovo.

Pada 1999, atas desakan dunia internasional, NATO akhirnya masuk ke tengah konflik pada 1999. Pasukan NATO mencoba mengusir serangan Serbia kepada bangsa Kosovo dengan serangan udara selama 78 hari yang berakhir pada Juni 1999.

Sejak mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak dari Serbia pada 2008, Kosovo masih harus menghadapi banyak sekali persoalan. Serbia sudah pasti tidak mengakui kemerdekaan Kosovo. Belum lagi persoalan ekonomi yang morat-marit hingga birokrasi dan administrasi pemerintahan yang masih centang perenang.

Kendati Serbia tidak mengakui kemerdekaan Kosovo, namun tercatat sudah sekitar 100 negara di seluruh dunia sudah mengakui kemerdekaan Kosovo. Hanya saja, ganjalan Serbia itu tidak bisa dipandang remeh. Dampak yang paling terasa, salah satunya, dalam hal sepakbola. Hingga hari ini, Kosovo belum resmi menjadi anggota FIFA. Serbia, plus Rusia, menolak diakuinya Kosovo dalam keanggotaan FIFA.

Pada 6 Mei 2008, Kosovo sudah mengajukan permintaan kepada FIFA agar diterima sebagai anggota. Permintaan itu ditolak pada Oktober 2008 dengan alasan Pasal 10 dalam Statuta FIFA bahwa anggota harus merupakan "negara yang kemerdekaannya diakui oleh komunitas internasional".

Pada September 2012, beberapa pemain berdarah Albania seperti Lorik Cana, Xherdan Shakiri dan Valon Behrami menulis pernyataan sikap kepada Presiden FIFA agar mengizinkan tim nasional Kosovo bertanding dalam sebuah pertandingan persahabatan internasional resmi. Atas permintaan itu, pada Mei 2012, FIFA memutuskan mengizinkan tim nasional Kosovo bertanding melawan negara anggota FIFA lainnya dalam sebuah laga persahabatan. Namun keputusan itu dicabut karena protes keras dari federasi Serbia.

Barulah pada 13 Januari 2014, FIFA memberi izin kepada para anggota FIFA untuk bertanding melawan Kosovo dalam sebuah laga persahabatan, asal tidak boleh bertanding melawan anggota FIFA yang berasal dari bekas negara Yugoslavia lainnya. FIFA bahkan mengizinkan Kosovo bertanding dengan level klub. Hanya saja, lagi-lagi berkat tekanan Serbia, izin itu pun dengan syarat: Kosovo tidak boleh menampilkan lagu kebangsaan dan bendera negara.

Akhirnya, pada 5 Maret 2014, sejarah pun dimulai dengan laga antara Kosovo vs Haiti.

Sebenarnya itu bukan laga perdana bagi tim nasional Kosovo. Pada 1993, mereka pernah bertanding dengan Albania, negara "induk" di mana sebagian besar warga Kosovo berasal. Pada 2007, mereka juga pernah mengalahkan Arab Saudi, 1-0, dalam laga yang digelar di Ankara, Tukri. Juga beberapa laga lain seperti melawan level klub, termasuk melawan Monaco, wilayah otonom di Perancis.

Laga melawan Haiti merupakan buah dari perjuangan panjang bangsa Kosovo agar diakui setara oleh dunia internasional. Keterpurukan karena penindasan mengerikan yang dilakukan Serbia membuat mereka jadi lebih gigih untuk memperjuangkan berbagai hal, termasuk hak bersepakbola.

Laga melawan Haiti, dengan demikian, merupakan hasil dari rentetan perjuangan dan penolakan, bujuk rayu dan negosiasi, juga penentangan tiada henti dari Serbia.

"Ini keadilan bagi sepakbola Kosovo. Ini tentang rekonsiliasi. Pertandingan ini tentang sepakbola atas keputusan politik," ujar Jerome Champagne, mantan senior eksekutif FIFA, yang juga bertindak sebagai penasihat FFK. "Sepakbola harus menjadi agen untuk rekonsiliasi di Balkan," tambah mantan diplomat Perancis tersebut.

Lahan Ranjau Kesebelasan Negara Kosovo

Pertandingan Kosovo melawan Haiti sebagai laga internasional perdana mereka menandai satu langkah menuju kebangkitan dan kebanggaan nasional orang Kosovo. Setelah melawan Haiti, mereka terus melaksanakan laga-laga persahabatan melawan Turki, Senegal dan Werder Bremen. Sayangnya dari semua pertandingan yang dijalani Anel Raskaj dkk., tidak pernah menang sekalipun, bahkan dibantai Turki dengan skor telak 6-1.

Walau kualitas sepakbola Kosovo masih belum terlalu bagus, namun dalam beberapa tahun terakhir Kosovo selalu menghasilkan daftar panjang pemain yang mengesankan. Sayangnya produk Kosovo itu membela negara lain, terutama Swiss, Albania dan lainnya. Mereka bermigrasi ke berbagai negara semasa konflik. Salah satunya termasuk pesepakbola perempuan dengan reputasi sangat terkenal, Fatmire Alushi Bajramaj, yang memperkuat Jerman.

Beberapa contoh pemain Kosovo namun bermain untuk Swiss adalah Xherdan Shaqiri, Valon Berhami dan Granit Xhaka. Adnan Januzaj, pemain Belgia yang bermain untuk Manchester United, pun memiliki darah Kosova. Pemain tengah Manchester United tersebut pernah dipanggil Kosovo. Tapi ia menolak. Padahal walau pun ia mengikuti panggilan tersebut pun tidak menutup kemungkinan Januzaj bisa membela Belgia karena Kosovo memang masih belum diakui FIFA.

"Kami hanya ingin bertemu dengannya (Januzaj) dan menjelaskan betapa pentingnya jika ia bermain, walau secara simbolis, 10 menit saja. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kami harus menunggu pertandingan lainnya," kenang Salihu tentang Januzaj dengan nada kekecewaan.

Pelatih tim nasional Kosovo, Albert Bunjaki, mengatakan jika ia membuka lebar bagi pesepakbola Swiss untuk pulang membela tanah kelahirannya, "Kosovo akan selalu menjaga pintu terbuka bagi mereka. Ini adalah sebuah perjalanan dan kami mengharapkan orang lain untuk bergabung dengan kami di masa depan," ujarnya.

Akan tetapi ungkapan tersebut sedikit membuat kubu Swiss ketakutan karena kahawatir bakat para pemain mereka, generasi setelah Shaqiri dkk., akan membelot dan memilih Kosovo.

Di sisi lain Kosovo masih memiliki koleksi beberapa pemain yang berkarir di liga-liga top eropa seperti Samir Ujkani (Palermo), Julian Bibleka (Eintracht Frankfurt), Dren Feka (Hamburger SV) dan Bersant Celina (Manchester City) .Bagi nama terakhir pada tahun sebelumnya pernah berjanji akan memperkuat Kosova walau ia hidup dan dibesarkan di Norwegia.

"Saya berharap bisa mendapatkan waktu untuk bermain sehingga saya bisa menunjukan seberapa bagus diri saya sendiri," ungkapnya.

Beberapa pemain masih bersedia membela Kosovo sehingga mampu merajut impian-impian mereka agar bisa lebih bersuara pada sepakbola Eropa. Mungkin selanjutnya di antara Shaqiri, Xhaka, Behrami atau Loric Cana (Albani), bahkan Januzaj, suatu hari bersedia berseragam Kosovo -- setidaknya walau hanya beberapa menit, sebagai simbol bahwa mereka tidak akan pernah melupakan dan melepaskan diri dari ikatan imaterial terhadap tanah air yang mengalir dalam urat nadi mereka.

Apa pun itu, mau atau tidaknya pemain-pemain top itu berseragam Kosovo, toh sejarah Kosovo tidak bergantung kepada mereka. Sejarah Kosovo adalah sejarah perjuangan dan perlawanan penindasan. Jika suatu saat Kosovo bisa bertanding resmi di ajang-ajang FIFA atau UEFA, itu semua berkat kerja kolektif rakyat Kosovo itu sendiri. Semua berkat darah dan doa mereka sendiri, bukan berkat siapa-siapa.



Sumber dari : The Guardian, Yahoo, New York Times, Star Tribun, Sport Vice, Wikipedia, Soccerway.

Foto: Picserver

Komentar