Benny Dollo dan Cerita dari Piala Kemerdekaan 2008

Cerita

by redaksi

Benny Dollo dan Cerita dari Piala Kemerdekaan 2008

Setelah tiga bulan tanpa pelatih, kesebelasan nasional Indonesia akhirnya punya pelatih. Bukan dari Belanda, Italia, Jerman, Togo atau Greenland, tapi dari negeri sendiri. Benny Dollo akhirnya diputuskan untuk menukangi Indonesia... secara interim. Ya, lagi-lagi berstatus sebagai pelatih sementara.

Kesempatan kali ini berarti menjadi kali ketiga Bendol, demikian sapaan Benny Dollo, memimpin kesebelasan nasional Indonesia. Pertama kali pada 2000-2001. Saat itu Bendol menjadi pelatih untuk dua event utama yaitu Sea Games 2001 dan Kualifikasi Piala Dunia 2002. Tak ada prestasi  yang diperoleh saat itu. Di Sea Games 2001 hanya sampai semifinal dan Kualifikasi Piala Dunia 2002 gagal lolos fase grup karena kalah bersaing dengan Cina.

Tentang Indonesia yang tak berpelatih sejak akhir November, kami sudah membuat cerita tersendiri. Baca ceritanya: Apa Kabar Timnas Senior?

Kesempatan kedua ia menukangi Indonesia terjadi pada periode 2008-2010. Ada dua event penting di periode itu yaitu Piala AFF 2008 dan Kualifikasi Piala Asia 2011. Di Piala AFF 2008, Indonesia mentok hanya sampai semifinal karena kalah 0-1 dan 2-1 dalam dua laga melawan Thailand. Di kualifikasi Piala Asia 2010, Indonesia juga gagal lolos. Bergabung di Grup B bersama Australia, Oman dan Kuwait, Benny Dollo gagal mempersembahkan satu pun kemenangan dan terpaksa menjadi juru kunci. Seri dengan Australia di Jakarta mungkin menjadi laga paling impresif Indonesia di bawah asuhan Benny Dollo.

Tapi ada satu trofi yang berhasil dipersembahkan Benny Dollo. Anda masih ingat dengan Piala Kemerdekaan? Ya, turnamen yang dulunya lumayan bergengsi dan digelar secara berkala itu kembali digelar di era kepengurusan Nurdin Halid. Tepatnya pada 2008.

Diikuti oleh enam negara dan dibagi ke dalam dua grup, Indonesia selaku tuan rumah melaju ke babak final setelah menyingkirkan adiknya sendiri, Indonesia U-21, melalui gol tunggal yang dicetak Ponaryo. Di laga final, Indonesia bertemu dengan Libya U-23.

Di laga final yang berlangsung pada 29 Agustus 2008, Indonesia tertinggal lebih dulu di babak I. Di menit 13, sundulan Abdalla Mohammed gagal diantisipasi Markus Harison yang didapuk sebagai kiper. Tapi laga tidak berlanjut. Di babak II, Libya menolak bertanding. Indonesia akhirnya menjadi juara Piala Kemerdekaan setelah menang WO dengan skor 3-1 sebagai dampak penolakan Libya bertanding di babak II.

Apa yang terjadi sampai Libya menolak bertanding?

Kami kutipan tulisan Bung Miftakhul FS a.k.a https://twitter.com/fim_mifta" target="_blank">@fim_mifta. Tulisan ini diambil dari naskah buku berjudul "Mencintai Sepakbola Indonesia Meski Kusut". Buku ini akan terbit 1-2 bulan lagi. Kami mendapatkan izin dari penulisnya untuk mencuplik apa yang dia ketahui tentang insiden di final Piala Kemerdekaan itu.

Piala Kemerdekaan 2008 berakhir ”sesuai skenario”. Ambisi Tim Nasional (Timnas) Indonesia untuk menjadi jawara benar-benar terwujud. Packelik gelar sejak 1991 pun sedikit tereduksi. Namun sayang, gelar yang diraih pasukan Garuda diiringi noda. Sebuah kemenangan yang tak biasa.

Charis Yulianto dkk dinyatakan sebagai juara setelah Libya yang menjadi lawan di final tidak mau melanjutkan pertandingan alias walk out (WO) menjelang babak kedua. Ketika babak kedua akan dimulai, tak satu pun pemain Libya muncul di lapangan. Pun demikian jajaran offisialnya.

Setelah ditunggu 15 menit, situasi tetap sama. Wasit Shahabuddin Mohd Hamiddin asal Brunei Darussalam akhirnya memutuskan Libya WO dan memberikan kemenangan tiga gol untuk Indonesia. Padahal, sampai akhir babak pertama Libya sudah unggul 1-0. Sundulan Abdalla Mohamed pada menit ke-13 gagal diantisipasi kiper Indonesia, Markus Horison. Setelah Libya dinyatakan kalah WO, Merah Putih pun menang dengan skor 3-1.

Kubu Libya memilih WO setelah terjadi insiden di lorong menuju ruang ganti pada akhir babak pertama. Pelatih Libya, Gamal Adeen Abu Nowara mengaku menjadi korban pemukulan dari salah satu ofisial Indonesia, yakni pelatih kiper Sudarno. Tidak terima dengan kejadian tersebut, Libya memilih tidak melanjutkan pertandingan.

”Bagaimana kami bisa melanjutkan pertandingan kalau sikap mereka seperti ini. Untuk Anda ketahui, saat masuk ruang ganti saya dipukul oleh pelatih kiper Indonesia (Sudarno, red),” aku Gamal saat sesi jumpa pers.

Gamal menyebut pukulan yang mendarat ke wajahnya cukup keras. Saking kerasnya pukulan itu, kacamata Gamal pun rusak. Lensa kiri dari kacamata tersebut pecah. Bibir Gamal pun memar. Tak hanya mendapat kekerasan fisik, Gamal juga mendapat umpatan dari beberapa pihak.

”Saat di pintu masuk lorong ruang ganti saya mengalami tekanan berupa kata-kata. Setelah kejadian itu saya malah dipukul,” kata Gamal.

Karena perlakukan itulah Libya enggan melanjutkan pertandingan, meski mereka berpeluang menjadi juara. Sebab, sebelum turun minum mereka sudah unggul. ”Terus terang kami sebenarnya ingin pertandingan berlangsung sampai tuntas. Sebab, kami juga masih yakin bisa memenangkan pertandingan,” ujar Charis, kapten Indonesia, menanggapi insiden yang terjadi.

Lalu bagaimana dengan insiden pemukulan tersebut. Pelatih Indonesia Benny Dollo mengaku tidak tahu. ”Demi Tuhan saya tidak tahu dengan kejadian tersebut. Sebab, saya tidak berada di tempat kejadian. Karena itu, saya tidak bisa mengemukakan pendapat saya tentang klaim Libya,” sebut Bendol-sapaan akrab Benny Dollo.

Dengan apa yang terjadi, entah kemenangan itu layak dibangga atau tidak? Tapi, yang jelas masyarakat masih tampak haus dan rindu gelar juara.


Sumber foto: bola.metrotvnews.com/

Komentar