Ini Bukan Tentang Pogba atau Rooney, Tapi Tentang Mourinho

Taktik

by Ammar Mildandaru Pratama 34525

Ammar Mildandaru Pratama

mildandaru@panditfootball.com

Ini Bukan Tentang Pogba atau Rooney, Tapi Tentang Mourinho

Terusan dari halaman sebelumnya

Lupakan Soal Pogba dan Rooney

Paul Pogba menjadi salah satu pemain yang disorot bersama Wayne Rooney pasca kekalahan beruntun ini. Pogba tentu karena harganya yang mahal hingga memecahkan rekor transfer namun dianggap minim kontribusi. Sedangkan Rooney lebih parah lagi, sang kapten dicap tak layak berada di skuat utama "Setan Merah".

Tapi benarkah dua pemain tadi adalah yang (harus) paling bertanggung jawab untuk itu? Bagaimana dengan pemain lainnya, atau Mourinho orang yang memang semestinya menjaga semua urusan di atas lapangan berjalan dengan baik.

Berargumen bahwa Pogba tak pantas dihargai hingga 100 juta euro adalah wajar. Tapi menganggap dia adalah pemain buruk, ini yang menjadi tak masuk akal.

Bahkan di skuat United sekarang perannya sulit digantikan. Pogba masih punya kemampuan mencetak gol, memberi umpan, memenangkan duel udara, hingga menggiring bola melewati 1-2 lawan. Berdasarkan kemampuannya itu, United bisa menyerang lebih direct, tak lagi berputar-putar seperti saat era meneer Belanda musim lalu.

Pada saat mendapatkan bola di tengah, pemain yang sempat diperdebatkan status home grown-nya ini dapat melewati lawan atau memenangi duel lainnya. Sehingga ia punya opsi terbuka terhadap gawang, untuk kemudian menembak atau memberi umpan tanpa banyak halangan ke sepertiga akhir. Hal semacam ini yang tak dipunyai pemain United lain, sehingga pilihannya hanya memberi umpan ke sayap, bahkan ke belakang.

Keahlian-keahlian di atas sudah ia buktikan saat membela Juventus. Karena kemampuan itu juga kemudian ia dihargai mahal dan jadi rebutan antara Man United dan Real Madrid, sebagaimana dikonfirmasi agennya.

Tapi di United sekarang kemampuan tersebut seolah hilang. Hal ini disebut terjadi karena posisi bermainnya yang tak sesuai, persis seperti saat membela Prancis di Piala Eropa 2016 lalu. Di Juventus ia menjadi gelandang kiri dalam formasi tiga pemain di tengah. Selain itu ia mendapat keleluasaan untuk naik membantu serangan.

Sedangkan sekarang dalam posisi poros ganda bersama Fellaini, ia harus mengemban tanggung jawab untuk bertahan. Bukannya ia tak mampu, bahkan di Juventus sebenarnya juga sama. Hanya saja saat ini Pogba kerap terpaksa turun jauh hingga kotak penalti.

Sudah turun jauh tapi tetap saja bentuk pertahanan United buruk sehingga masih meninggalkan lubang. Lalu pada saat kesempatan serangan balik, momentum menjadi hilang karena ia masih ada di kotak penalti.

Perihal posisi Pogba ini akhirnya timbul pertanyaan besar. Kenapa Mourinho tetap memaksanya bermain demikian?

Salah satu jawaban yang diasumsikan banyak orang adalah karena adanya Rooney. Posisi dia di tim utama sulit digeser karena menjadi pemain senior sekaligus kapten. Jika dijadikan penyerang tengah ia kalah saing dengan Zlatan Ibrahimovic dan bahkan Rashford.

Menukar posisi dengan Pogba dengan memintanya untuk mendampingi Fellaini juga sulit. Mourinho di wawancara awalnya dengan United sudah berbicara tegas tak akan memposisikan Rooney jauh dari kotak penalti. Lalu di mana lagi posisi yang tepat untuk pemain yang juga menjabat kapten Inggris ini? Bangku cadangan?

Mourinho Tak Akan Pernah Habis

Ketika harus menunjuk siapa paling bertanggung jawab atas rentetan kekalahan Man United ini, Mourinho jelas orangnya. Dia adalah orang yang punya kuasa untuk memainkan Pogba dan Rooney di posisi mana, bahkan menurunkan mereka atau tidak di lapangan.

Tapi dia masih saja menyalahkan pihak lain sebagai biang kerok kekalahan timnya. Mourinho secara terbuka di media bahkan mengkritik pemainnya sendiri, Luke Shaw, yang dianggap tak becus menjaga areanya. Tak ketinggalan, sang pengadil lapangan juga ia jadikan sasaran. Wasit disebutnya sebagai orang yang tidak bisa dikontrol atau di luar kendali, sehingga tak bisa apa-apa jika dirugikan.

Padahal jika melihat statistiknya di laga-laga terakhir, permainanya memang sedang menurun drastis. Dikutip dari Sky Sports, tim Mourinho telah kalah 16 kali di 34 laga terakhir, 4 seri, dan hanya 14 kali meraih kemenangan. Sederhananya ia memang sedang buruk-buruknya, lebih banyak kalah ketimbang menangnya.

Bukti penurunan adalah statistiknya sebelum itu, dia hanya kalah 16 kali dari 111 pertandingan yang dijalaninya. Maka tak heran jika manajemen Chelsea memberhentikan jabatannya sebagai manajer pada musim lalu.

Namun jika memakai filosofi bersepeda dan berenang, seharusnya Mourinho masih punya kesempatan besar untuk bangkit. Dia punya 23 trofi juara di 4 negara berbeda, yang terdiri dari liga domestik hingga Liga Champions.

Jadi percayalah, jika sudah mahir seseorang tak akan kehilangan kemampuannya mengendarai sepeda atau berenang, asalkan tetap punya badan dan pikiran yang sehat.

Komentar