Amrabat Jadi Mimpi Buruk Spanyol

Piala Dunia

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Amrabat Jadi Mimpi Buruk Spanyol

Maroko mencetak sejarah dengan berhasil melaju ke perempat final Piala Dunia untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Sang Singa Atlas menundukan Spanyol melalui drama adu penalti pada hari Selasa (6/12) pukul 22.00 WIB di Education City Stadium, Al Rayyan, Qatar. Pertandingan bersejarah tersebut disaksikan oleh 44.667 pasang mata yang hadir langsung ke stadion.

Walid Regragui menurunkan skuad Maroko yang sama seperti bertemu Belgia. Ia menggunakan formasi dasar 4-3-3 yang berubah menjadi 4-5-1

ketika bertahan. Di kubu lawan, agak anomali ketika Marcos Llorente yang dipilih untuk mengisi pos bek kanan yang biasanya diisi Dani Carvajal atau César Azpilicueta. Alvaro Morata yang sudah mencetak tiga gol justru diistirahatkan.

Gambar 1 - Sebelas Pertama Maroko dan Spanyol

Sumber : SofaScore

Pertandingan berjalan alot sejak menit pertama. Spanyol mengambil inisiatif serangan dengan berhasil mendominasi 77 persen penguasaan bola. Tapi, penguasaan bola La Furia Roja lebih banyak dilakukan di tengah lapangan. Mereka kesulitan memasuki sepertiga akhir sehingga wajar jika selama 120 menit, Spanyol hanya melepaskan satu tembakan tepat sasaran.

Kegagalan Spanyol mengancam gawang Bouno berawal dari Maroko yang lebih sering menunggu di area pertahanan sendiri. Ada sembilan pemain yang menjaga pertahanan ketika Spanyol menguasai bola dan hanya menyisakan Youssef En-Nesyri di lini depan. Kebijakan ini berjalan efektif selama 120 menit dan menghindarkan mereka dari kebobolan. Regragui menginginkan para pemainya memanfaatkan serangan balik melalui sayap. Ziyech dan Sofiane Boufal beberapa kali mendapatkan serangan balik tapi tidak berbuah gol.

Taktik Pressing yang Efektf dan Efisien

Pertahanan Maroko tidak hanya sebatas menumpuk pemain di belakang. Ia menerapkan taktik bertahan yang efektif dan efisien. Regragui menilai jika bertahan dengan high press, Spanyol punya pemain yang memiliki kemampuan untuk lepas dari tekanan lawan. Rata-rata penguasaan bola yang mencapai 72 persen di fase grup, menunjukan bahwa Spanyol sangat kuat dalam menguasai bola. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk membiarkan La Furia Roja membangun serangan dari lini belakang.


Serangan Spanyol dimulai dari kaki Rodri di lini belakang. Bola mengalir dengan mudah ke lini tengah karena tidak ada tekanan dari pemain depan Maroko. Bahkan, ketika bola sampai di kaki Busquets, Maroko tetap menunggu sehingga pemain berusia 34 tahun tersebut leluasa mendistribusikan bola. Tekanan Maroko dilakukan ketika bola sampai di kaki Pedri atau Gavi yang turun menjemput bola ke tengah lapangan. Alhasil, aliran bola terhambat dan kembali ke kaki Busquets atau Rodri.

Gambar 2 - Ilustrasi Pertahanan Maroko

Ilustrasi di atas menunjukan bahwa Maroko bertahan dengan struktur 4-5-1. Lini belakang yang diisi empat pemain lebih merapat ke tengah sementara kelebaran dijaga oleh Ziyech dan Boufal yang turun membantu pertahanan. Kunci dari struktur ini adalah menjaga jarak antara lini belakang dan lini tengah untuk selalu rapat. Tujuanya adalah meminimalisasi ruang antar lini yang bisa dimanfaatkan oleh Marco Asensio, Gavi, dan Dani Olmo.

Ketika Busquets menguasai bola, Maroko tetap mempertahankan struktur pertahanan mereka. Pemain senior Barcelona tersebut dibiarkan bebas. Pada situasi ini, Pedri atau Gavi mendekat ke arahnya untuk melanjutkan proses serangan. Jika Pedri yang turun, maka Gavi dan Olmo masuk ke area half-space diikuti dengan Alba yang bergerak ke area flank diakhiri dengan Llorente mendekat ke arah Busquets untuk menambah opsi umpan.

Menyadari taktik tersebut, Regragui merespon dengan keputusan yang efektif dan efisien. Ia menginstruksikan pemainnya untuk memberikan tekanan tepat ketika Pedri atau Gavi mendapatkan bola dari Busquets. Ia paham bahwa dua pemain muda ini yang diandalkan untuk mengirimkan umpan-umpan kunci.

Gambar 2 - Ilustrasi Cara Maroko Mematahkan Serangan Spanyol

Ilustrasi di atas menunjukan ada pergeseran struktur pertahanan Maroko ketika bola sampai di kaki Pedri. Mereka mengerahkan tiga hingga empat pemain agar pemain berusia 20 tahun tersebut tidak bisa menghadap ke arah gawang. Tujuanya untuk menggagalkan proses serangan dan memaksanya mengirim bola ke arah belakang, bukan ke depan. Taktik bertahan ini diterapkan dengan baik selama pertandingan berlangsung hingga laga ditentukan oleh adu penalti.

Pada situasi ini, Enrique perlu melakukan sedikit perubahan. Ia bisa mengganti Busquets dengan pemain yang mampu melakukan penetrasi untuk menarik perhatian bek lawan. Tujuannya untuk merusak struktur pertahanan Maroko yang konsisten. Tugas distribusi bola bisa diserahkan kepada Rodri mengingat tugas tersebut sering ia mainkan di Manchester City.

Alternatif lain adalah memperbanyak tembakan dari luar kotak penalti. Tujaunya adalah memberikan sinyal kepada Maroko bahwa Spanyol mampu mencetak gol dari berbagai cara. Padahal, Enrique punya Olmo, Pedri, bahkan Rodri yang memiliki tembakan keras dan akurat. Sayangnya, 120 menit laga berjalan hanya ada 4 tembakan dari luar kotak penalti.

Ketangguhan Sofyan Amrabat

Yassine Bounou mencuri perhatian berkat keberhasilannya mengagalkan tiga tendangan penalti Spanyol. Tapi, Bono tidak akan memiliki momen tersebut jika Maroko gagal menahan serangan sang Juara Dunia 2010 tersebut. Satu pemain yang kontribusinya besar adalah Sofyan Amrabat.

Amrabat menjadi “tembok besar” di pertahanan Maroko. Bermain sebagai gelandang bertahan, Amrabat bertanggung jawab untuk memutus serangan Spanyol sebelum berhadapan dengan pemain belakang. Pada pertandingan ini, ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat cemerlang tanpa melakukan pelanggaran.

Pemain Fiorentina ini bermain hingga waktu penuh dan berkontribusi terhadap keberhasilan Maroko menahan serangan Spanyol. Ia tercatat melakukan empat tekel, satu sapuan, dan memenangkan seluruh duel. Maka wajar jika Pedri dan Gavi tidak punya banyak ruang untuk berkreasi dan kembali ke tanah Spanyol dengan pakaian kotor.

Tidak hanya “tembok”, Amrabat juga mengemban tugas untuk mengatur tempo aliran bola sang Singa Atlas. Kesempatan yang ia miliki sangat kecil dan sempit karena Spanyol menerapkan high press ketika bola masih dikuasai oleh pemain belakang Maroko.

Oleh karena itu, dua gelandang lain selalu berada di dekat Amrabat untuk mempercepat aliran bola dan lepas dari tekanan lawan. Amrabat beberapa kali mengirimkan umpan panjang ke arah Ziyech dan Cheddira namun akurasi tembakan mereka masih menjadi masalah.

Komentar