Hansi Flick dalam Dua Pembantaian Besar Sepakbola

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Hansi Flick dalam Dua Pembantaian Besar Sepakbola

Oleh: Tigaris Alifandi

FC Bayern yang diasuh Hans Dieter Flick berhasil menaklukan FC Barcelona pada babak perempat final Liga Champions 2019/20 dengan skor telak, 8-2. FC Barcelona yang diperkuat oleh Lionel Messi dibuat tidak berdaya dan harus takluk dengan skor yang sangat mencolok. Pertandingan inipun menjadi coreng yang akan berbekas hingga waktu lama bagi FC Barcelona dan para fansnya.

Selain menaklukan FC Barcelona, mungkin tak banyak orang yang tahu jikalau Hans Dieter Flick juga merupakan aktor penting dibalik pembantaian besar lainnya dalam sejarah sepakbola, tragedi Mineirazo saat Brasil dibantai Jerman 1-7 di kandang sendiri. Mineirazo menorehkan luka yang tak kunjung sembuh bagi publik Brasil. Tragedi ini membuka luka lama yang terjadi 8 windu sebelumnya di Maracana saat Brasil harus takluk dari Uruguay dengan skor 1-2.

Ambisi besar Brasil untuk menjuarai Piala Dunia 2014 di negeri sendiri berakhir memilukan. Terutama manakala Brasil menderita kekalahan 1-7 pada semifinal melawan Jerman, yang menjadi marjin kekalahan terbesar Brasil di Piala Dunia. Dunia tertegun, tak masuk akal memang, menyaksikan pertahanan Samba porak-poranda dihantam Der Panzer. Bahkan menurut O’Globo[1], lebih dari 37 ribu masyarakat Brasil mematikan televisi setiap kali Brasil kebobolan.

VIDEO: Kekalahan FC Barcelona atas FC Bayern dengan agregat 7-0 pada tahun 2013



Semua orang bakal terngiang-ngiang dengan memori Mineirazo tiap kali Brasil bersua dengan Jerman, sekalipun pada pertandingan persahabatan pada 2018 lalu. Pelatih Brasil, Tite, mengiyakan pernyataan ini. Julio Cesar, kiper Brasil yang kebobolan tujuh gol kala itu, tak mampu menjelaskan apa yang terjadi persisnya. “Jerman memainkan sepakbola yang hebat”, tambah Cesar.

Dibalik kehebatan sepakbola yang dimainkan Jerman kala itu, Hans Dieter Flick luput dari sorot publik. Padahal, ia berkontribusi besar dalam kesuksesan revolusi Timnas Jerman yang dibangun bersama Joachim Low. Duet maut ini mengubah wajah Timnas Jerman secara drastis. Tim yang dulu dikenal membosankan dan lambat bertransformasi menjadi orkestra indah yang menghibur nan bergairah. Low mungkin berperan banyak dalam urusan taktik, namun Hansi (sapaan karib Hans Dieter Flick) berperan besar sebagai komunikator ulung yang membuat semua pemain mengeluarkan potensi terbaiknya.

Arne Friedrich, Direktur Olahraga Hertha Berlin yang sempat mencicipi sentuhan duet Low-Hansi di Timnas Jerman, mengungkapkan peran penting pria kelahiran Heidelberg tersebut dalam sebuah wawancara dengan Rory Smith[2], koresponden sepakbola New York Times. Hans Dieter Flick baginya adalah sosok yang mampu membuat ruang ganti kondusif, dimana hal ini jelas berguna bagi tim bertabur bintang seperti Bayern Munich yang ia latih sekarang. Pendekatan yang dilakukan Flick serupa dengan apa yang dilakukan Jupp Heynckess, satu-satunya pelatih dalam sejarah Die Roten yang menorehkan treble winners.

“Heynckess memiliki kemampuan dalam membangun chemistry tim. Kamu tak pernah mendengar ada pemain yang mengeluh manakala harus duduk di bangku cadangan. Menurutku ini mirip dengan apa yang dilakukan Hansi”, ujar Friedrich.

Kutipan Olaf Thon, mantan rekan setim Flick sewaktu bermain di Bayern Munich, menjadi simpulan yang menarik di akhir tulisan Rory Smith. “Bayern memiliki materi pemain berkualitas, mereka bakal memenangi Liga Champions dan ia (Hansi) bakal muncul ke publik sebagai pelatih terbaik”. Dan benar saja, Lisbon menjadi saksi bisu atas tangisan besar kedua yang dibuat Flick dalam sejarah sepakbola. Sekaligus menjadi kampanye pembuka yang impresif dalam membuktikan kebenaran prediksi Thon tadi.

Tangisan besar kedua yang ditorehkan Flick terjadi di Stadion da Luz, Lisbon. Sekali lagi, tak ada yang menyangka bahwa Barcelona bakal dibantai habis 8-2 pada perempat final Liga Champions.

Bayern memang lebih diunggulkan. Selain penampilan mereka yang konsisten dan makin impresif, di sisi lain performa Barcelona juga menurun terkait dengan masalah internal yang dialami. Kendati demikian, semua orang pasti tak pernah berpikir bahwa Barcelona akan kalah dengan marjin enam gol. Apalagi, ini adalah kekalahan dengan marjin enam gol pertama Barcelona sepanjang sejarah keikutsertaan di kompetisi Eropa.

Sepuluh menit pertama menjadi prolog apik untuk duel yang diprediksi berlangsung sengit. Bayern unggul cepat dan langsung dibalas Los Blaugrana lewat gol bunuh diri David Alaba. Skema garis pertahanan tinggi yang diterapkan Die Roten terlihat sangat rapuh dan menjadi makanan empuk bagi lini depan Barcelona yang dimanjakan dengan penempatan bola yang apik di belakang garis pertahanan Bayern. Sejumlah peluang emas tercipta dan membuat semacam kepanikan bagi kuartet lini belakang tim asal Bavaria.

Menit-menit selanjutnya menjadi mimpi buruk bagi pendukung Barcelona. Andai tidak ada pandemi ini, pemandangan layar kaca bakal berhias deretan pendukung Barcelona yang duduk terdiam muram di bangku stadion, laiknya pendukung Brasil di Mineirao pada 2014 lalu.

Flick berperan besar dalam transformasi Bayern musim ini. Semula ia hanyalah menjadi opsi sementara guna mengisi kekosongan kursi kepelatihan selepas Niko Kovac yang dipecat setelah torehan buruk di awal musim ini. Keraguan sempat muncul mengingat terakhir kali ia mengemban jabatan pelatih pada 2005 lalu. Tidak ada yang spesial dari karier kepelatihannya. Tak dinyana ia justru menjadi pelatih terhebat Bayern dengan meraih 30 kemenangan dari 34 pertandingan yang telah dilakoni.

Bayern bisa saja dengan leluasa langsung menunjuk pengganti Kovac dengan mengontak pelatih top nan teruji macam Mauricio Pochettino dan Massimiliano Allegri tanpa kekhawatian finansial dengan gaji dan nilai kontrak yang besar. Namun, perlahan Flick membuktikan bahwa ialah sosok yang paling tepat untuk menukangi FC Hollywood. Kemampuan komunikasi vertikal yang baik turut membantu langkah Flick guna meyakinkan manajemen untuk mempertahankannya.

Selain itu, Hansi Flick melakukan perubahan taktik radikal yang berdampak signifikan bagi permainan Bayern. Permainan possession yang menonjolkan dominasi umpan lateral tanpa progresivitas serangan peninggalan Niko Kovac diubah menjadi pertunjukan berkelas dengan intensitas pressing dan garis pertahanan tinggi. Hansi juga mengeluarkan potensi terbaik pemain senior macam Manuel Neuer dan Thomas Mueller yang dinilai sudah habis.

Memaksimalkan Mueller jelas menjadi kunci utama mengapa Bayern menjadi tim yang sangat klinis di kotak penalti musim ini. Mengutip tulisan Zen RS[3] bahwa Mueller adalah “raumdeuter” alias penafsir ruang. Pemain dengan arketipe serupa Filippo Inzaghi yang tak pernah kelihatan sepanjang pertandingan namun dapat menjadi pencetak gol yang menentukan. Memaksimalkan kemampuannya bersama dengan predator buas Polandia, Robert Lewandowski, merupakan kombinasi menyeramkan. Dan Barcelona telah merasakan kekejaman itu di Lisbon.

Hansi juga berhasil mengorbitkan pemain muda macam Alphonso Davies yang mulai mendapat kesempatan bermain regular. Pengalamannya sebagai mantan Direktur Olahraga DFB memudahkannya untuk memotivasi pemain muda macam Leon Goretzka dan Serge Gnabry yang mampu tampil konsisten sepanjang musim.

Capaian di Lisbon adalah akumulasi dari kerja keras, bakat dan pengetahuan yang diolah dengan apik oleh Hansi Flick. Ia mengingatkan saya kepada tokoh Marseille dalam serial La Casa de Papel. Sosok yang luput dari perhatian penonton namun berperan sangat penting di belakang layar dalam keberhasilan rencana El Profesor. Padahal, Hansi Flick justru “El Professor” sesungguhnya yang menjadi otak dari dua pembantaian besar dalam sejarah sepakbola modern.

Sumber :

[1] https://ligalaga.id/cerita/mengenang-kekalahan-terburuk-timnas-brasil/

[2] https://www.nytimes.com/2020/08/14/sports/soccer/bayern-barcelona-champions-league.html?smid=tw-nytsports&smtyp=cur

[3] https://sport.detik.com/aboutthegame//pandit/d-2255308/thomas-mueller-si-penafsir-ruang


* Penulis adalah seorang karyawan yang kebetulan tergila-gila dengan sepakbola. Memiliki akun twitter @TigarisAlifandi

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.


Untuk menambah keseruan menonton pertandingan, Anda bisa seru-seruan dengan bermain MPL Fantasy. Aplikasi MPL menyediakan permainan fantasy football yang memberikan Anda kesempatan untuk memenangkan GoPay dan LinkAja. Satu berlian yang Anda dapatkan dalam permainan MPL Fantasy dapat Anda tukarkan langsung dengan Rp100 rupiah saldo GoPay dan LinkAja. Download aplikasi MPL pada link berikut melalui ponsel android Anda.

[Download aplikasi MPL]

Komentar