Menanti Hasil Racikan Para Pelatih Impor di ISC

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Menanti Hasil Racikan Para Pelatih Impor di ISC

Tagar "Maaf untuk Mantan" belakangan ini menjadi gandrung di kalangan pengguna media sosial. Dua foto beda masa yang disandingkan guna menunjukkan perubahan, lengkap dengan permohonan maaf pada mantan pacar kini tengah menjadi tren. Dan seperti biasa, masyarakat Indonesia akan dengan sangat mudah larut dalam hegemoni tersebut.

(artikel ini ditulis oleh Fikri Hakim)

Kita akan dengan rela hati mengikuti tren tersebut guna mendapat predikat “kekinian”. Predikat tersebut lahir dari keinginan individu untuk diakui (eksis) yang kemudian berkembang dan terus berkembang menjadi kelompok dominan yang membuat mereka merasa satu tingkat di atas yang lain dengan predikat “kekinian”-nya tersebut.

Bergeser dari dunia permedsosan, dalam sepakbola Indonesia, khususnya gelaran Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016, juga terdapat sebuah tren yang disadari atau tidak, sudah menjalar pada sebagian klub peserta /iSC 2016. Tren tersebut adalah penggunaan pelatih asing.

Tercatat 8 dari 18 kesebelasan yang menjadi peserta ISC A, atau kira-kira sebesar 44% klub peserta TSC 2016, menggunakan jasa pelatih asing. Mereka adalah Dejan Antonic di Persib Bandung, Milomir Seslija di Arema Cronus, PBFC yang juga ikut meramaikan nuansa Balkan dengan mengontrak Dragan Djunakovic, Paulo Camargo di Persija, Gomes de Oliveira di MU (Van Gaal lengser?), Jaino Matos di Persiba Balikpapan, Luciano Leandro di PSM, dan Persela dengan Stefen Hansson-nya. Nama-nama tersebut menggusur nama beken macam Jaya Hartono, Bambang Nurdiansyah, Salahuddin, dan Kas Hartadi yang harus rela melatih klub-klub kasta kedua di ISC B.

Fakta tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Pada ISL 2014, tercatat 6 dari 22 klub menggunakan pelatih asing (sekitar 27%). Bahkan ISL 2015 hanya memunculkan 25% nama pelatih asing, hanya ada lima nama pelatih asing dari 20 klub yang berpartisipasi di ISL 2015.

Lantas, apa penyebab meningkatnya penggunaan pelatih asing hingga lebih dari 10% tersebut? Apa murni karena kebutuhan tim? Apa karena Indonesia kekurangan stok pelatih kualitas wahid?

Pelatih lokal kualitas top... Ah...Sepertinya tidak. Rahmad Darmawan sukses di Malaysia. Djanur “sekolah” di Italia. Bahkan pelatih-pelatih muda kita juga tak kalah hebat. Andi Susanto, mantan pelatih U-21 Sriwijaya FC, dipercaya melatih Bangu Atletico, klub divisi VI Liga Brasil. Sementara Rudy Priyambada, dipercaya melatih Al-Najma, salah satu kesebelasan asal Bahrain.

Dari delapan pelatih asing yang ada saat ini, menurut penulis, hampir sebagian besar pelatih belum dapat menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Bahkan bisa dikatakan pelatih asing belum memberikan dampak signifikan bagi penampilan kesebelasan yang menggunakan jasanya. Setidaknya baru empat pelatih saja mampu memperlihatkan progress yang bisa dikatakan cukup baik sejauh ini.

Milomir Seslija menempati urutan pertama karena berhasil membawa Arema menjuarai Bali Island Cup dan Piala Bhayangkara. Bahkan, dalam dua gelaran turnamen tersebut, Milomir Seslija dua kali mengalahkan Dejan Antonic dengan Persib Bandung-nya. Dengan kekuatan yang tak banyak berubah, ditambah amunisi baru yang cepat beradaptasi, Arema menjadi kandidat juara yang harus diperhitungkan dalam gelaran ISC 2016 ini.

Di urutan kedua, ada nama Gomes de Oliveira. Pelatih Madura United tersebut merupakan dalang dari impresifnya permainan anak-anak Madura, khususnya dalam Piala Gubernur Kaltim. Sebagai tim yang pada awalnya kurang diperhitungkan, dengan pemain yang tak semengilap Arema atau Persib, Gomes berhasil membawa Madura United ke final Piala Gubernur Kaltim walaupun di final harus takluk dari tuan rumah, Pusamania Borneo FC. Di pertandingan pertama ISC 2016, Gomes juga menunjukkan kapasitasnya dengan pecundangi PS TNI 2-1 di Stadion Siliwangi.

Untuk posisi ke-3, penulis memilih Dejan Antonic. Di tengah kritik yang terus datang padanya, perlahan Dejan mulai perlihatkan perkembangan walaupun tak sepesat Milomir. Wajar memang mengingat Dejan harus membangun kembali tim nyaris dari nol setelah Persib ditinggal sebagian besar kekuatan “juara”-nya; Djanur ke Italia, Firman Utina dan rombongan pulang ke Sriwijaya FC, Dedi Kusnandar merantau ke Sabah FC, Ilija Spasojevic jadi kapten di Melaka FC, dan yang paling terasa adalah ketidakberadaannya Si Ganteng Kalem, Konate Makan, yang termakan bujuk rayu Rahmad Darmawan untuk bergabung dengan T-Team. Belum lagi tekanan yang luar biasa dari Bobotoh, pendukung Persib. Standar yang selalu tinggi ditetapkan bobotoh bagi siapapun yang menukangi tim kebanggaan masyarakat Jawa Barat tersebut akan bisa membuat fokus terbagi.

Paulo Camargo ada di posisi ke-4. Walaupun Persija gagal di beberapa turnamen pramusim, tetapi secara permainan, perlahan mereka terus menunjukkan perbaikan hingga mereka berhasil menjuarai trofeo Persija beberapa waktu lalu dan berhasil menahan Persipura Jayapura dalam pertandingan pembuka TSC 2016 di Jayapura.

Setidaknya sampai penulis menyelesaikan tulisan ini, menurut pendapat pribadi penulis, Arema dan Madura United telah berhasil memilih pelatih asing yang sesuai dengan kebutuhan tim. Persib dan Persija masih butuh waktu untuk dapat dikatakan “tepat memilih pelatih”.

Sedangkan empat lainnya masih belum memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Di kandang sendiri, Stefan Hansson kalah 0-1 dari Gresik United. Jaino Matos tak berkutik saat skuatnya hadapi Arema. Luciano Leandro harus kembali ke Makassar dengan bekal kekalahan di Padang. Terbantu gol bunuh diri untuk meraih hasil imbang melawan Bali United, bukan hasil yang baik untuk Dragan Djunakovic.

Semoga meningkatnya penggunaan jasa pelatih impor, murni karena kebutuhan tim. Bukan semata “ikutan tren” a la ABG labil. Karena sejatinya, di sini, di Indonesia, sepakbola dan segala sesuatu tentangnya bukan semata mengenai tren. Lebih dari itu, di sini sepakbola melibatkan harga diri suatu kelompok bahkan tak jarang hingga melibatkan darah. Semoga keberadaan mereka dapat berimbas positif bagi sepakbola Indonesia dan semakin membuat menarik gelaran iSC 2016 dengan perang taktik di atas lapang hijau.

Penulis hanya lelaki polos lulusan Fakultas Ilmu Budaya Unpad yang sedang gencar mencari modal buat nikah. Owner @nostalgic_corner yang berakun twitter @fikrihakim94.

Komentar