Kapabilitas Xabi Alonso Sebagai (Calon) Pelatih Hebat

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Kapabilitas Xabi Alonso Sebagai (Calon) Pelatih Hebat

Xabi Alonso sudah mengantongi lisensi kepelatihan UEFA A sejak Mei 2018. Lisensinya belum cukup untuk modal menukangi kesebelasan divisi top. Alonso sendiri serius ingin berkarier sebagai pelatih, maka ia langsung berusaha secepat mungkin meraih lisensi UEFA Pro.

"Pertama, [setelah pensiun] saya menghabiskan waktu dengan keluarga. Tapi kemudian saya mencoba hal-hal baru. Sekarang saya sedang mengikuti kursus kepelatihan untuk mendapatkan lisensi, bulan ini saya akan menjalani dua ujian untuk kelulusan. Kemudian saya akan mengantongi lisensi UEFA Pro dalam satu tahun. Setelah itu, kita lihat, mungkin saya akan jadi pelatih di masa depan," ucap Xabi saat diwawancarai FC Bayern TV pada Mei lalu.

Musim 2018/19 akan dilewati Xabi untuk meraih lisensi UEFA Pro. Ia diharuskan melatih akademi sebuah kesebelasan pro. Real Madrid, kesebelasan yang dibelanya selama lima musim, dipilihnya sebagai tempat menempa ilmu. Eks gelandang Liverpool ini pun ditugaskan menjadi pelatih Real Madrid Infantil A, kesebelasan U-14.

Ingin Jadi Pelatih Liverpool dan Real Sociedad

Sejak kariernya sebagai pemain berakhir, Xabi memang sudah bertekad menjadi pelatih. Ia pun bercita-cita menjadi pelatih Liverpool suatu hari nanti. Walau begitu, ia harus melewati jalan yang panjang, di mana ia pun perlu membuktikan diri sebagai pelatih berkualitas.

"Ya, tentu saja. Saya memimpikan itu," jawab Xabi Alonso ketika TalkSport menanyakan kans dirinya menjadi pelatih Liverpool. "Tapi pertama-tama, saya harus membuktikan diri dulu dan mempersiapkan diri. Tentu saja jika saya harus memilih tempat melatih dengan aspek hubungan, komitmen, dan ambisi, Liverpool adalah jawabannya. Kenapa tidak? Kita lihat apakah saya akan mampu menempuh jalan itu atau tidak."

Liverpool memang mendapatkan tempat spesial di hati Xabi. Ketika masih membela Real Madrid, ia tak ragu mengatakan bahwa dirinya merupakan pendukung Liverpool. Bahkan ia pun akan berusaha "membaptis" anaknya sebagai seseorang yang akan tumbuh besar sebagai pendukung Liverpool.

"Saya masih seorang pendukung Liverpool, selamanya, dan tanpa diragukan lagi," kata Xabi pada The Times Online tahun 2011 lalu. "Hal-hal yang saya jalani, juga pengalaman yang saya lalu selama lima tahun di sana begitu berbekas di hati terdalam saya. Ambisi dan rasa hormat pada klub serta para pendukungnya pun masih tak berubah. Saya harap bisa mengajarkan makna Liverpool Football Club dan betapa spesialnya klub tersebut buat saya pada anak saya, karena dia lahir di kota itu dan ia akan mengunjunginya suatu hari nanti."

Tapi selain Liverpool, Xabi juga ingin merasakan melatih Real Sociedad. Sama seperti Liverpool, Sociedad pun merupakan bagian penting dalam perjalanan karier Xabi. Pria yang kini berusia 36 tahun tersebut merupakan produk akademi Sociedad dan bermain untuk tim senior Sociedad selama empat musim.

"Jika suatu hari nanti saya memutuskan menjadi seorang pelatih, saya ingin kembali ke Real Sociedad dan melakukan yang terbaik yang saya bisa untuk klub, seperti yang saya lakukan ketika saya masih menjadi pemain. Walau begitu, saya masih belum menentukan jalan seperti apa yang akan saya tempuh," tutur Xabi pada AS Februari lalu.

Dilatih Pelatih-pelatih Hebat

Melihat Xabi sebagai pemain, wajar jika pada akhirnya ia punya ambisi tinggi dalam melatih. Sebagai pemain, Xabi telah meraih segalanya. Dari trofi La Liga, Bundesliga, hingga trofi Liga Champions di dua kesebelasan berbeda telah ia raih. Ia pun mencatatkan diri sebagai pemain yang meraih gelar Piala Eropa (dua kali) dan Piala Dunia bersama Spanyol. Pertanyaannya, apakah sebagai pelatih kariernya akan secemerlang itu?

Pep Guardiola, salah satu pelatih tersukses dunia saat ini, memberikan tanggapannya. Sebagai pelatih yang pernah menukanginya, ia memprediksi Xabi akan menjadi pelatih hebat.

"Dia [Xabi] adalah gelandang terbaik yang pernah saya lihat. Saya beruntung memilikinya di Munchen. Dia akan segera kembali lagi [ke sepakbola], sebagai manajer. Saya bertaruh, di mana pun nantinya ia melatih, ia akan menjadi manajer yang hebat. Dia sangat memahami permainan ini dan ia selalu penasaran untuk memahami permainan ini. Dia tahu apa yang harus ia lakukan untuk menang di laga berikutnya, untuk mengalahkan lawan. Dia selalu penasaran untuk memahami taktik," ujar Pep seperti yang dikutip Goal.

Rasa penasaran Xabi terhadap taktik, atau bidang manajerial secara luas, ia tunjukkan pada Agustus lalu. Saat City menjalani pra-musim, ia mendatangi tempat latihan City untuk melihat langsung bagaimana Pep melatih anak asuhnya.

Selain Pep yang punya kedekatan khusus dengan Xabi, Mikel Arteta pun merupakan salah satu kerabat dekat Xabi. Keduanya lahir di kota yang sama, Gipuzkoa, salah satu kota Basque. Bahkan rumah keduanya pun berdekatan, sehingga keduanya mengawali karier di kesebelasan yang sama: Antiguoko. Sampai-sampai, ketika Xabi bermain untuk Liverpool sementara Arteta bermain untuk rival Liverpool, yakni Everton, tempat tinggal keduanya di Liverpool berada di daerah yang sama.

Arteta sendiri memulai karier sebagai pelatih lebih cepat dari Xabi. Sekarang ia menjadi salah satu staf pelatih City. Sebagai rekan dekat, bukan tak mungkin pengalaman Arteta sebagai pelatih akan membantu percepatan dalam karier Xabi.

Lingkungan Xabi sejak sebagai pemain memang mendukungnya untuk bisa menjadi pelatih hebat. Ia mendapatkan ilmu kepelatihan dari banyak pelatih hebat. Selain Pep, pelatih-pelatih hebat lain yang pernah menjadi pelatihnya adalah John Toshack, Rafael Benitez, Manuel Pellegrini, Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, dan Jupp Heynckes.

Jangan lupakan juga posisi Xabi sebagai pemain: gelandang bertahan. Bukan kebetulan jika pelatih-pelatih sukses dunia seperti Pep, Ancelotti, Benitez, Didier Dechamps, Diego Simeone, Fabio Capello, Frank Rijkaard, Vicente del Bosque, hingga pelatih legendaris macam Helenio Herrera pun berposisi sebagai gelandang bertahan saat masih sebagai pemain.

Johan Cruyff, salah satu pelatih yang merevolusi taktik sepakbola dunia lewat total football-nya, punya pandangan khusus tentang seorang gelandang bertahan. Meski ia bukan seorang gelandang bertahan, Cruyff sebenarnya kerap mengawali permainan, atau menguasai bola, dengan turun hingga area depan pemain bek tengah. Pep adalah salah satu "penemuan" terbaiknya soal gelandang bertahan.

"Gelandang bertahan selalu memiliki peran kontrol terhadap pemain di sekelilingnya. Ia harus melihat ke depan, belakang, kanan dan kiri. Itu sebabnya ia harus memiliki kesadaran yang sangat baik dan kemampuan untuk membuat keputusan dengan cepat. Kesadaran akan ruang adalah bagian mutlak dari seorang gelandang bertahan, area pandangnya yang teramat luas membuat gelandang bertahan adalah bagian terpenting dalam sebuah tim," kata Cruyff pada sebuah wawancara.

***

Selama satu tahun ke depan, Xabi akan menjalani ujian terakhirnya untuk mendapat lisensi UEFA Pro di Real Madrid Infantil A. Kesebelasan yang tepat karena Zinedine Zidane, yang telah meraih trofi Liga Champions sebanyak tiga kali (secara beruntun) sebagai pelatih, juga mengawali karier kepelatihan di akademi Real Madrid.

Sebenarnya Zidane langsung melatih Real Madrid Castilla, kesebelasan cadangan yang berkompetisi di Segunda Division. Namun Xabi tak mendapatkan posisi itu karena pelatih Real Madrid Castilla yang dipilih Madrid untuk musim ini adalah mantan gelandang Real Madrid lainnya, Santiago Solari.

Hal itu bukan masalah besar karena yang terpenting bagi Xabi sekarang adalah mampu melalui satu tahunnya sebagai pelatih di akademi dengan baik. Kualitas dan kapabilitas kemampuan taktikal Xabi yang sebenarnya baru akan dimulai setelah ia melalui musim 2018/19, ketika ia mulai menangani kesebelasan senior.

foto: football24.ua

Komentar