Benarkah Pelatih Kiper Penyebab Blunder Kiper-kiper Liverpool?

Cerita

by Dex Glenniza 28647

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Benarkah Pelatih Kiper Penyebab Blunder Kiper-kiper Liverpool?

Dari mulai David James, Sander Westerveld, Pepe Reina, Jerzy Dudek, Chris Kirkland, Brad Jones, Adam Bogdan, Scott Carson, Doni, Peter Gulasci, Charles Itandje, sampai Simon Mignolet dan Loris Karius, secara umum Liverpool selalu memiliki masalah siapa pun kipernya. Itu yang membuat perekrutan Alisson Becker diragukan banyak orang, termasuk pendukung Liverpool sendiri.

Padahal dari setidaknya 14 nama di atas, mereka semua pernah merasakan menjadi kiper terbaik (dari segi performa, bukan hanya status di tim utama) di kesebelasan mereka sebelum atau sesudah bergabung ke Liverpool.

James menjadi jagoan di Portsmouth, Westerveld di Vitesse Arnhem dan Real Sociedad, Reina di Villarreal dan Napoli, Dudek di Feyenoord Rotterdam, Kirkland di Wigan, Jones juara Eredivisie Belanda di Feyenoord, Carson di West Bromwich Albion sampai Derby County sekarang, Doni di Roma, Gulasci di RB Leipzig, Itandje di Aromitos, Mignolet di Sunderland, Karius di Mainz, dan tentu Alisson di Roma.

Karius bahkan berstatus sebagai kiper terbaik kedua Bundesliga Jerman di bawah Manuel Neuer ketika didatangkan oleh Liverpool. Status itu seolah menyublim ketika kita melihat blundernya—dua kali pula!—yang mengesalkan di final Liga Champions UEFA 2018 melawan Real Madrid.

Masalahnya, puluhan penyelamatan dan belasan nirbobol tidak membuat posisi kiper menjadi aman di mata publik sepakbola. Satu, dua, atau tiga blunder sudah cukup menghakimi nasib kiper untuk membuat mereka terlihat bodoh seumur hidup. Memang menyedihkan.

Musim lalu saja sebenarnya Karius mencatatkan 0 kesalahan yang berbuah peluang serta 0 kesalahan yang berbuah gol untuk Liverpool di Liga Primer Inggris. Namun misalnya jikapun suatu hari Karius menjadi kiper juara Piala Dunia bersama Jerman, kenangan blunder Karius di final Liga Champions 2018 akan awet sampai kiamat.

Khusus untuk Liverpool saat ini, mengesampingkan gegar otak, jika ada satu sosok yang menjadi kambing hitam beberapa blunder kipernya, maka orang tersebut adalah sang pelatih kiper: John Achterberg.

Semua Gara-gara Pelatih Kipernya

Jauh sebelum Karius didatangkan oleh Juergen Klopp, suara miring soal pelatih kiper sudah terlebih dahulu diutarakan oleh kiper legendaris mereka, Bruce Grobbelaar.

"Pada saat ini, mereka (Liverpool) memiliki kiper yang selalu dikritik olehku dengan sering, tapi sekarang aku akan berhenti mengkritiknya," kata Grobbelaar kepada BBC pada Desember 2015. "Itu karena aku tahu siapa orang sebenarnya yang harus disalahkan."

Saat itu Liverpool memiliki Mignolet sebagai kiper utama. Sebelum direkrut Liverpool, Mignolet bermain sangat baik di Sunderland. "Dua tahun sebelum ini (2013) aku bilang Mignolet adalah penjaga gawang terbaik tapi [kemampuannya] belum lengkap, artinya ia masih belum terlalu baik untuk memainkan bola dengan kakinya dan ia belum bisa menjadi komandan yang baik di areanya," kata Grobbelaar.

"Dua tahun setelahnya (2015) ia masih sama saja, yang mana artinya itu bukan salah Mignolet, tapi orang yang melatihnya."

"Dari sekarang, dia (Achterberg) adalah orang yang akan aku perhatikan [jika kiper melakukan kesalahan]. Jika ia tak bisa memperbaiki kesalahan Mignolet dalam dua tahun, maka ia tak seharusnya ada di sana," kata kiper yang membawa Liverpool menjuarai European Cup 1984 itu.

Tiga tahun setelah Grobbelaar curhat soal Achterberg, pelatih kiper Liverpool masih Achterberg dan kesalahan Karius di final Liga Champions 2018 membuat para pendukung Liverpool mengingat kembali petuah Grobbelaar pada 2015 tersebut.

Di sepakbola modern seperti ini, ketika kesebelasan tak memiliki performa memuaskan, sudah menjadi hal umum untuk menyalahkan bahkan memecat manajer. Itu yang membuat beberapa pendukung Liverpool berpendapat serupa soal kualitas kiper mereka yang buruk. Yang harus diganti bukan kipernya, tapi pelatih kipernya.

Benarkah Achterberg seburuk itu? Dari cuitan terakhir di atas, kita mungkin bisa sedikit menerka. Achterberg memiliki lisensi UEFA Pro. Ia datang sebagai pelatih kiper akademi dan reserve pada 2009 saat Rafael Benitez masih menjadi Manajer Liverpool. Pelatih kiper asal Belanda itu baru dipromosikan menjadi pelatih kiper tim utama pada 2011.

Banyak yang berkata jika penampilan Reina mulai menurun sejak dilatih oleh Achterberg. Sebelumnya Reina dilatih oleh Jose Ochotorena. Salah satu indikasi itu ditunjukkan dari error Reina yang hanya satu dari 2008 sampai 2010, tapi malah naik menjadi 8 error hanya dalam dua musim (2011-2013) bersama Achterberg.

Begitu juga Mignolet. Ketika di Sunderland, ia hanya mencatatkan empat kesalahan dari 2010 sampai 2013. Namun sampai sebelum musim 2018/19 dimulai, Mignolet sudah mencatatkan 16 error di Liverpool.

"Sesi latihan tim utama sama saja untuk tim-tim di bawahnya (reserve dan akademi). Kami jelas mengubah intensitas latihan, tapi sisanya—pergerakan dan cara latihan—sama saja. Itu karena kami mencoba menciptakan `kiper Liverpool` untuk menyesuaikan permainan kami," kata Achterberg, dikutip dari NESN Newswire pada 2011.

Apa Pekerjaan Pelatih Kiper Liverpool?

Sejak melatih kiper di tim utama The Reds, Achterberg selalu mencoba menciptakan `kiper Liverpool` dengan lima manajer berbeda, yaitu Benitez, Roy Hodgson, Kenny Dalglish, Brendan Rodgers, dan Klopp.

Bayangkan ada lima manajer tapi mereka semua selalu mempertahankan Achterberg sebagai pelatih kiper. Berarti seharusnya tak ada yang salah dengan kualitas Achterberg. Jadi, dugaan kita keliru, ya?

"Aku tak ada masalah dengan para kiper dan aku sangat percaya dengan John Achterberg karena ia melakukan pekerjaan brilian di sini," kata Klopp, dinukil dari The Anfield Wrap. "Ia adalah salah satu orang yang bekerja paling keras yang pernah ku temui, ia bekerja sebagai pelatih 25 jam sehari."

Jika Klopp saja sampai segitunya memuji Achterberg dengan menyebut hiperbolis "25 jam sehari", banyak dari kita mungkin penasaran seperti apa pekerjaan pelatih kiper di Liverpool.

"Kami biasa bicara soal bagaimana kami bisa mengimplementasikan situasi agresif saat latihan," kata Achterberg. "Ada banyak taktik kiper: bahasa tubuhmu, menghadapi presensi fisikal, menjadi dominan, dan bagaimana kamu tampil di lapangan dengan agresi yang baik tapi juga bisa membuat keputusan yang bagus."

Kalau kutipan Achterberg di atas belum jelas, maka konsultan Liverpool, Hans Leitert, mungkin bisa memperjelasnya.

"Untuk pelatih kiper, analisis performa yang paling penting adalah analisis teknis [dan] taktik selama pertandingan dan latihan," katanya kepada Liverpool Echo. Menurutnya, pelatih kiper harus bisa meng-cover tiga hal ini: kemampuan teknis kiper, komando pertahanan, dan distribusi bola di belakang.

"Bagaimana kami menilai performa pelatih kiper? Kami menggunakan statistik objektif seperti persentase penyelamatan, kemudian juga observasi subjektif untuk memperjelas impak kiper selama pertandingan. Peran pelatih kiper selanjutnya adalah untuk mencari pola utuh yang independen dari `script` pertandingan. Ia harus punya jawaban tepat untuk pertanyaan `apa yang terjadi?` di lapangan."

Sebuah kesalahan di pertandingan juga dinilai oleh pelatih kiper. Apakah kesalahan itu hanya terjadi sesekali atau sebagai konsekuensi dari kelemahan-kelemahan kiper yang ia latih; itu harus bisa dijawab oleh pelatih kiper.

"Contohnya, seorang kiper kebobolan karena ia tak becus menangkap bola hasil tembakan. Kiper itu bisa bilang, `Ya aku bingung, mau nangkap atau mau meninju bola`. Kalau begitu, kan, analisisnya jelas: itu soal pengambilan keputusan yang terlalu panjang. Dan itu adalah jawaban yang aku inginkan dan itu yang kuharapkan dari seorang pelatih kiper untuk temukan," kata Leitert memberi contoh.

Jangan Mencari Kambing Hitam Dahulu

Tiga pekan menjelang pembukaan Liga Primer 2018/19, Liverpool memiliki tiga kiper yang bisa dibilang memiliki nama besar: Simon Mignolet, Loris Karius, dan Alisson Becker. Nama terakhir mungkin menjadi pilihan utama. Ketiga kiper itu dilatih oleh John Achterberg sebagai pelatih kiper Liverpool.

Banyak yang bilang jika performa kiper Liverpool menurun karena Achterberg tak becus melatih kiper, sehingga siapa pun kipernya, akan sama saja buruknya bagi The Reds. Namun itu adalah opini orang luar kesebelasan, termasuk Bruce Grobbelaar yang berstatus sebagai kiper legendaris Liverpool.

Bagaimanapun Juergen Klopp, para staf pelatih lainnya, serta para pemain, terutama kiper, lebih tahu kualitas Achterberg. Jika ia selalu menjadi pelatih kiper Liverpool sejak Rafael Benitez pada 2011, maka seharusnya tidak ada yang salah dengan Achterberg. Apalagi Klopp juga yang mengenalnya belum lama langsung memuji kinerja Achterberg.

Jadi, menarik melihat bagaimana performa Alisson nantinya di Liverpool. Kalau Alisson juga ternyata penampilannya seperti "badut", kita baru bisa kembali melihat sosok Achterberg sebagai kambing hitam.

Meski begitu kita harus ingat; dalam satu fragmen musim lalu, berarti Liverpool membeli kiper yang sudah terlebih dahulu mereka bobol tujuh kali (5-2 dan 2-4) dalam dua pertandingan. Seharusnya pendukung Liverpool juga tak perlu sesumringah itu sehingga bisa menaruh ekspektasi yang manusiawi kepada Alisson. Bagaimana juga, kan, (pelatih) kiper adalah manusia biasa.

Komentar