Sepakbola Indonesia Tidak Akan Maju Tanpa Bantuan Pemerintah (Bagian 3)

Cerita

by Dex Glenniza 33115

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Sepakbola Indonesia Tidak Akan Maju Tanpa Bantuan Pemerintah (Bagian 3)

Halaman kedua....

Dari dua tulisan sebelumnya, pertama mengenai pembinaan pemain muda dan yang kedua mengenai kompetisi, hal yang sudah disampaikan oleh Hanif, sebagai orang yang mewakili PSSI, terkesan sebagai target jangka panjang, yang juga, pastinya, menjadi keinginan kita semua.

Namun, bagaimana dengan target jangka pendek? Kembali melihat penerapan tiga pemain U23 yang harus menjadi starter di pertandingan Piala Presiden, sepertinya PSSI ingin mengawalinya dari situ.

Satu target untuk jangka pendek dan jangka panjang

“Itu jangka pendek untuk mendapatkan materi SEA Games. Kita harus realistis. Karena targetnya juara, dan ketika kita ketemu klub-klub, mereka juga pengen, kok. Bukan pengen lihat pemain muda berkembang, mereka pengen lihat timnas juara. Mereka mau support,” kata Hanif.

Goal kita kan timnas. Saat ini goal kita bukan punya liga yang ‘wah’ begitu, glamor, pemain asing banyak. Kita pengen punya liga yang bermuara menjadi timnas yang berprestasi. Itu bedanya. Jadi klub-klub juga harus punya rasa nasionalisme,” lanjutnya.

Dari percakapan tersebut kami menangkap bahwa regulasi U23 adalah regulasi yang tidak terlalu ideal, tapi memang harus dilakukan sekarang untuk mengejar target jangka pendek Indonesia, yaitu menjuarai SEA Games pada Agustus 2017 ini di Malaysia.

Menanggapi target jangka pendek dan jangka panjang tersebut, Alberts kembali berkata jika hal tersebut adalah sebuah langkah yang janggal.

“Tidak. Filosofi itu tidak tepat,” kata Alberts. “Pemain muda itu dibina. Kamu harus membina pemain muda. Jika pemain U23 belum siap, akan sulit bagi mereka untuk dimainkan di tim utama karena mereka memang harus tumbuh lebih dahulu.”

Kembali menyerempet soal kompetisi, Alberts menjelaskan bahwa pemisahan turnamen adalah hal yang dibutuhkan. Menurutnya, hal ini akan lebih sejalan dengan niat Indonesia dalam melakukan percepatan pembangunan sepakbola.

“Turnamen terpisah khusus bagi para pemain muda akan lebih masuk akal. Tak ada tekanan bagi para pemain. Setiap pemain harus memperhatikan dan membangun tim U23. Aku tidak mengerti dengan kebijakan ini,” tutup Alberts.

Baca juga: Kesebelasan Cadangan, Ciri Khas Pembinaan Pemain Muda di Spanyol

Menambahkan soal mental pemain muda yang harus diasah dengan dipaksakan bermain bersama pemain-pemain senior, yang juga ditekankan oleh PSSI, sebenarnya Alberts juga sependapat. Menurutnya, salah satu kelemahan mendasar yang umumnya bisa kita temukan di hampir seluruh pemain sepakbola di Indonesia adalah soal pendidikan sepakbola.

“Kita bisa melihat banyak pemain di usia 20-an yang masih kurang dalam elemen dasar sepakbola,” kata mantan manajer Arema Malang tersebut. “Talentanya ada, hanya kurang kesadaran taktikal di lapangan. Mereka biasanya senang dribel, dribel, dribel, permainan menjadi terlalu grogi secara tidak perlu, karena mereka tidak mengoper bola, mereka tidak mencari ruang. Itu adalah pendidikan yang sebenarnya mendasar [di sepakbola].”

Baca juga: Tak Ada Hubungannya Jumlah Penduduk Sebuah Negara dengan Prestasi (Sepakbola)

Meskipun begitu, ia menyatakan jika Indonesia masih lebih baik daripada negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Singapura, atau Vietnam; kecuali Thailand pastinya.

Selain masalah tersebut, ia juga menekankan soal nutrisi dan bahaya merokok. Ia bahkan memiliki dokter tim dan ahli nutrisi di PSM Makassar, sebuah hal yang tidak selalu kita temukan di kesebelasan di Indonesia.

“Satu elemen kunci dari sepakbola Asia Tenggara bukanlah tidak semua pemain muda memiliki teknik yang bagus, melainkan mereka memiliki miss pada karakter permainan, mereka kurang sikap yang benar di sepakbola, mereka kurang kedisiplinan dalam sepakbola.

Baca juga: Apa Gunanya Bakat Sepakbola Tanpa Pembinaan dan Latihan?

Pentingnya investasi pada infrastruktur

Saya kembali mencari pembanding dari buku Leading yang ditulis oleh Sir Alex Ferguson dan Sir Michael Moritz. Sama seperti Hanif dan Alberts, Sir Alex juga menyampaikan pentingnya fasilitas dan infrastruktur.

“Aku akan memastikan jika putra-putra dari para pemain United dengan talenta yang menjanjikan akan ditargetkan untuk masuk ke sistem pembinaan pemain kami. Itu menggarisbawahi pentingnya investasi pada fasilitas yang bisa menarik minat pemain muda dan juga membantu membujuk orang tua mereka,” seperti yang tertulis pada buku terbitan 2015 tersebut.

“Setiap orang tua ingin yang terbaik untuk anak-anak mereka, dan kesebelasan yang bisa menunjukkan dukungan ini akan menguatkan posisi negosiasi mereka. Akan sulit menunjukkan itu jika kamu tidak memiliki staf dan fasilitas yang mendukung.”

Kemudian soal bercampurnya pemain muda dengan pemain berpengalaman di tim utama, seperti yang sedang Indonesia usahakan lewat peraturan tiga pemain U23, Ferguson juga menyampaikan pentingnya keseimbangan dalam tim.

“Keseimbangan adalah kunci untuk setiap tim. Kami sering memikirkan kompisisi umur dari kesebelasan kami. Aku tidak pernah menginginkan kesebelasan menjadi terlalu tua, karena pemain akan lebih lambat dan lebih lama pulih dari cedera, tapi aku juga tidak ingin kesebelasan terlalu muda, tidak berpengalaman, dan terburu nafsu.”

***

Dari tadi, padahal hanya dari tiga sumber saja, kita sudah mendapatkan banyak masukan. Tapi sejujurnya, alangkah baiknya jika Indonesia bisa menerapkan strategi jangka panjang, seperti Jepang misalnya, dengan rencana 100 tahun milik mereka.

Baca: Sepakbola Profesional à la Jepang: Mapan Dulu, Jago Belakangan

Akan tetapi soal target SEA Games, apa yang sudah dilakukan oleh Indonesia sekarang sepertinya bisa dimaklumi. Tapi, apakah pemakluman tersebut akan bertahan lama? Saya harap pemakluman ini bisa berjalan dengan sinergi setidaknya sampai SEA Games berakhir. Karena dengan begitu, kita berarti sudah menunjukkan dukungan kita terhadap sepakbola Indonesia melalui PSSI dan juga pemerintah.

Satu hal yang harus kita tanamkan setelah SEA Games nanti tentunya adalah, mengenai adanya cara yang benar, cara yang panjang, untuk mencapai kesuksesan dan kemajuan sepakbola di Indonesia.

Untuk sementara ini, seperti biasa kelihatannya, Indonesia kembali menunjukkan jika mereka mau hal-hal yang instan. Hal yang instan sendiri sebenarnya tidak salah. Hanya saja memang, jangan terlalu sering.

Baca juga: Batu Akik dan Sepakbola Instan


Tulisan ini adalah bagian ketiga dari kumpulan hasil wawancara kami dengan PSSI dan pihak-pihak yang terkait dalam membantu percepatan sepakbola Indonesia. Kumpulan tulisan tersebut bisa dibaca pada tautan di bawah ini:

Tulisan 1: Regulasi Pemain U23: Pembinaan atau Pemaksaan?
Tulisan 2: Kompetisi untuk Kelompok Usia atau Semua Usia dalam Satu Kompetisi?
Tulisan 3: Sepakbola Indonesia Tidak Akan Maju Tanpa Bantuan Pemerintah

Komentar