Kebencian di Derby d`Italia

Cerita

by Randy Aprialdi 27203

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kebencian di Derby d`Italia

Sekitar tahun 1967, pertandingan antara Internazionale Milan menghadapi Juventus diberi nama Derby d`Italia oleh jurnalis olahraga Italia bernama Gianni Brera. Di luar persoalan kedua kesebelasan tersebut belum pernah terdegradasi dari Serie-A (Juventus degradasi ke Serie-B akibat skandal calciopoli pada Serie-A 2005/2006), pertarungan keduanya merupakan klub besar dan sama-sama memiliki sejarah di Serie-A. Baik Inter maupun Juventus berasal dari dua kota terbesar di Italia Selatan yang memiliki perdebatan politik. Baik Milan maupun Turin merupakan ibukota regional di daerahnya masing-masing.

Dan Derby d`Italia akan berlangsung di Stadion Giuseppe Meazza pada malam nanti, Minggu (18/9). Tapi situasi menjelang Derby d`Italia saat ini sudah tidak sepemahaman Brera lagi. Usai jeda internasional, Juventus membuka Serie-A 2016/2017 dengan kemenangan atas Sassuolo. Juventus menguasai pertandingan tersebut dan sudah unggul ketika laga baru berjalan empat menit melalui gol Gonzalo Higuain.

Tapi skuat besutan Massimiliano Allegri itu tidak mengendorkan serangan. Mereka terus agresif menyerang seperti pembunuh. Sebanyak 23 percobaan tembakan di arahkan ke gawang Sassuolo dan sampai pada akhirnya menang dengan skor 3-1. Juventus menunjukkan bahwa mereka memiliki segalanya untuk mendominasi lapangan Serie-A. Dan kemudian mereka sedang menunggu kesempurnaan.

Pada Maret lalu, legenda Italia, Arrigo Sacchi, menyebut bahwa Juventus akan terus menang di Italia. Kesempurnaan Juventus memang berada di dalam perjuangan di Eropa. Terakhir Juventus bersuka cita di panggung Liga Champions sebagai juara itu terjadi pada 20 tahun lalu.

Setelah mencapai final pada dua musim lalu, Juventus tidak merahasiakan keinginannya untuk mengklaim tahta tertinggi di Liga Champions. Mereka mempertaruhkannya dengan mendatangkan Gonzalo Higuain, Miralem Pjanic, dan pemain-pemain berkualitas lainnya. Maka bukan tanpa alasan jika Juventus selalu menjadi salah satu favorit menjuarai piala dengan telinga besar itu.

Liga Champions pun dimulai dengan menghadapi Sevilla pada laga pertama grup H. Juventus pun dituntut agar bisa menunjukkan kepada sepakbola dunia, bahwa mereka lebih serius memburu Liga Champions pada musim ini. Tapi menjamu Sevilla di Juventus Stadium mereka harus puas mengakhiri laga dengan imbang. Pjanic dan Alex Sandro tidak dimainkan sejak menit awal. Justru Kwadwo Asamoah mengisi posisi Pjanic di lini tengah, dan Patrice Evra menajadi wing-back kiri di posisi Alex Sandro.

Pjanic dan Alex Sandro pun baru dimainkan Allegri di pertengahan babak kedua, "Di babak kedua, kami mengambil kendali permainan dan kami kehilangan gol. Hal ini (mencetak gol) lebih sulit di Eropa," ujar Allegri seperti dikutip dari Football Italia.

Nyatanya memang tidak semudah yang diperkirakan. Soal Liga Champions, Inter bisa lebih jemawa ketimbang Juventus. Mereka mengoleksi gelar Liga Champions satu trofi lebih banyak dari Juventus. Inter juga pernah meraih treble winners yang mencakupi Liga Champions, Scudetto Serie-A dan Coppa Italia pada 2010 lalu.

Tapi Inter yang sekarang bukanlah Inter yang dulu. Tidak ada keraguan bahwa era Frank de Boer, pelatih Inter saat ini, memulai musim ini dengan menyedihkan. Pertandingan pertama dikalahkan Chievo dan kemudian ditahan imbang Palermo di kandang sendiri. Hasil-hasil awal itu membawa tekanan kepada De Boer. Kendati yang meringankannya adalah bahwa De Boer hanya tiba 12 hari sebelum Serie-A 2016/2017 dimulai. Kemenangan baru diraih saat pekan ke-3 ketika mengalahkan tuan rumah Pescara dengan skor 2-1.

Tekanan kembali lagi kepada Inter setelah dikalahkan Hapoel Beer Sheva di kandang pada laga pertama Liga Eropa 2016/2017. Alhasil banyak media yang berspekulasi bahwa nasib De Boer tinggal menunggu hasil di Derby d`Italia malam nanti. Jika kalah, ya selamat tinggallah revolusi-revolusi yang akan dibangun De Boer. Agak sedikit mengerenyitkan dahi ketika nasib De Boer dipertaruhkan di laga yang penuh kebencian nanti.

***

Sejak 1960-an, Juventus dikenal sebagai anak kesayangan sepakbola Italia. Kemudian sejak Massimo Moratti menjadi Presiden Inter pada 1995, ia memiliki visi misi tersendiri untuk membuktikan kebenaran bahwa Juventus sering disusupi wasit pada beberapa kemenangannya.

Serie-A 1997/1998 terasa menyakitkan bagi Moratti dengan mengklaim scudetto klub miliknya direbut oleh Juventus. Dan ia melihat keberpihakan wasit kepada Juventus pada pertemuan 26 April di Turin. Pertandingan itu sangat tegang, banyak pelanggaran terjadi.
Ketika Ronaldo dilanggar Mark Iuliano di dalam kotak penalti, namun pertandingan terus berjalan. Tapi ketika Alessandro Del Piero dilanggar Taribo West di dalam kotak penalti, wasit justru memberikan hadiah penalti.

Alhasil kekacauan terjadi. Hampir seluruh pemain Inter protes kepada wasit, kekacauan di dalam lapangan pun terjadi dan hampir memicu beberapa perkelahian. Dan semakin menjadi pukulan berat karena Juventus-lah peraih Scudetto 1997/1998. Sementara Inter harus puas sebagai runner-up.

Hubungan Inter dan Juve semakin tidak baik sejak saat itu. Intrik di antara keduanya semakin mengakar dalam setiap pertemuan. Sejak saat itu laga Derby d`Italia memang menjadi salah satu derby terpanas di Italia.

Dan ketika Juventus terbukti terlibat dalam skandal Calciopoli pada 2006 lalu, Moratti dan Inter merasakan pembenaran. Kemudian gelar Scudetto 2004/2005 dan 2005/2006 diambil alih Inter dan dianggap keputusan kontroversial. Sementara Moratti menganggapnya sebagai "Scudetto dari kejujuran". Hal itu menjadi titik puncak sakit hati Juventus karena dua gelar juara yang mereka raih di lapangan dilucuti dari mereka dan diberikan kepada Inter. Mereka merasa diperlakukan secara kejam dan terus mencari bukti-bukti baru untuk cahaya pembelaan.

Juventus pun membutuhkan waktu yang lama untuk pulih. Satu musim mereka berjuang promosi dari Serie-B 2006/2007, kemudian berjuang di Serie-A selama empat musim, hingga akhirnya meraih Scudetto lima kali berturut-turut sejak Serie-A 2011/2012. Dan sekarang, Inter harus mengakui bahwa Juve-lah penguasa Italia.

Situasi Inter saat ini memang berkurang secara kekuatan, tapi kebencian mereka kepada Juventus tidaklah berkurang. Dan malam ini akan menjadi bab selanjutnya tentang persaingan penuh dengan kebencian ini. Entah akan menjadi bab terakhir karena situasi Inter dengan Juventus sekarang sudah berbeda. Bagi yang kalah, maka siap-siaplah menebar kebencian.

Sumber: Football-Italia, Soccerway, Squawka, Wikipedia

Komentar