God Save the Queen (Wenger)

Cerita

by redaksi

God Save the Queen (Wenger)

Arsene Wenger, pelatih terlama yang masih aktif di Liga Primer Inggris kini masa depannya menjadi pergunjingan, setelah anak asuhnya dirasa kurang bermain apik di Liga Premier Inggris. Padahal hal tersebut sering terjadi di penghujung musim. Namun, akhir-akhir ini isu akan pemecatan pelatih berkebangsaan Prancis itu berhembus begitu kencang.

Kegagalan dalam mempertahankan performa menjadi masalah utama. Arsenal gagal menang dalam tiga pertandingan terakhir di Liga Inggris. Sementara itu, kans untuk lolos ke babak delapan besar Liga Champions masih berat setelah kalah 0-2 di leg pertama kala menghadapi Barcelona.

Namun bisa jadi yang menjadi alasan utama adalah fans telah bosan akan raihan Arsenal yang selalu konsisten gagal meraih gelar. Berulang kali mereka hampir juara, namun akhirnya hanya finis di peringkat empat. Kejadian itu terus berulang di tiap tahunnya. Sementara itu gelar juara hanya didapat dari piala “hiburan” Piala FA serta FA Community Shield.

Jika kita melihat dari sisi finansial, Wenger adalah rajanya. Karena minimnya pengeluaran dan besarnya pemasukan, khususnya dalam hal pemain. Akan tetapi sebuah tim sepakbola tentu bertujuan untuk meraih gelar juara, dan jika kita bicara tentang untung rugi itu adalah sebuah perusahaan. Dan Arsenal jelas bukan sesuatu yang disebut terakhir.

Seperti yang diketahui Wenger selalu menciptakan sesosok pemain muda yang tak dikenal, lalu disulapnya menjadi seorang pemain hebat, atau minimal berkontribusi bagi tim. Tapi bagaimana ia bisa menemukan pemain muda yang akhirnya dipercaya menjadi bagian penting dalam skuatnya?

Tentu tak mudah untuk melakukan metode tersebut, butuh kejelian khusus dan tentu, sedikit perjudian. Jika tak ada Wenger, bisa jadi tak ada nama-nama besar seperti Thierry Henry, Patrick Vieira, Cesc Fabregas, Theo Walcott, Aaron Ramsey, Jack Wilshere, Oxlade-Chamberlain dan puluhan nama pemuda yang diorbitkan ketika era kepelatihannya. Namun sekali lagi ditegaskan bahwa fans Arsenal menginginkan gelar, terutama gelar Liga Primer, bukan yang lain.

Johny Rotten sang vokalis band punk legendaris Sex Pistols merupakan salah satu penggemar dari Arsenal. Ia lahir pada 31 Januari 1956 di London Utara dan dibesarkan di lingkungan di mana sepakbola menjadi sebuah hal yang fanatik sehingga membuat semua orang mendukung tim kota asalnya.

Rotten merupakan seorang punk legendaris, lewat lagu-lagunya ia mengkritik keadaan sosial yang terjadi pada saat itu. Lagu “God Save The Queen” misalnya, yang dirilis pada akhir 1977. Merupakan judul yang sama dengan lagu kebangsaan Britania Raya, namun liriknya diganti menjadi sindiran-sindiran yang tentu memancing banyak kontroversi. Itulah sebenarnya tindakan nyata dari musik punk, sebuah subkultur anti kemapanan yang banyak mengkritik tentang aspek sosial dan politik.

Namun kini Rotten sudah berumur 60 tahun, dan sudah tak muda lagi. Tapi sebagai seorang yang masih memiliki jiwa punk dan juga sebagai fans Arsenal, mengganti judul lagu dari God Save the Queen diganti God Save the Wenger sebagai bentuk protes terhadap kinerja Wenger akan menunjukan betapa rindunya Arsenal akan sebuah gelar.

God save the queen (Wenger)

She(he) ain't no human being

There is no future

In England's dreaming

 

Don't be told what you want

Don't be told what you need

There's no future, no future,

No future for you

"Tuhan memberkati Wenger, dia bukanlah manusia karena dia tidak punya masa depan yang diimpikan oleh publik Arsenal. Jangan beritahu apa yang kamu inginkan, jangan katakan apa yang kamu butuhkan. Tak ada masa depan, tak ada masa depan untukmu Wenger..." kata Rotten.

Foto : pinterest.com

ed: fva.

Komentar