Jauhkan Ferguson dari Old Trafford

Cerita

by redaksi

Jauhkan Ferguson dari Old Trafford

Sir Alex Ferguson adalah legenda bagi publik Old Trafford. Bagaimana tidak, 26 tahun masa kepelatihannya di Manchester berhiaskan banyak gelar-gelar prestisius, baik itu domestik maupun internasional. Raihan 13 trofi Premier League, lima trofi FA Cup, empat trofi Piala Liga, 10 Community Shield, dua trofi Liga Champions Eropa, satu trofi UEFA Cup, satu trofi Piala Super Eropa, satu trofi Piala Interkontinental dan satu trofi Piala Dunia Antarklub, belum lagi gelar “Sir” yang menempel pada namanya, adalah sekian banyak dari bukti kesahihannya sebagai seorang legenda di Old Trafford.

Dari segala pencapaian yang sudah disebutkan di atas, maka, tak ada yang menyangsikan bahwa semua itu adalah hal yang sensasional. Bagaimana ia bisa membawa United, klub yang pada musim 1986/1987 berada di jurang degradasi English Football League First Division, menjadi klub yang disegani di daratan Inggris, Eropa, bahkan dunia dalam 26 tahun kemudian adalah hal yang mungkin akan sulit dilakukan oleh manajer masa kini. Ferguson adalah MU, dan MU adalah Ferguson.

Namun, siapa sangka, ternyata hal ini menimbulkan sebuah masalah bagi Manchester United itu sendiri. Semenjak Ferguson pergi di tahun 2013, Manchester United menjadi tim yang nirgelar. Baik itu di tangan David Moyes yang ditunjuk Ferguson secara langsung ataupun di tangan Louis van Gaal, pelatih kenamaan dari negeri Kincir Angin. Semenjak Opa Fergie memutuskan untuk pensiun sebagai manajer, entah kenapa, gelar menjadi tidak mau dekat dengan lemari piala Old Trafford.

Dengan nirgelarnya The Red Devils dalam beberapa musim belakangan, fans-fans United pun mempertanyakan apa sebenarnya yang terjadi di tubuh tim kesayangan mereka. Apakah Fergie harus turun kembali ke lapangan dan memimpin tim? Atau adakah cara lain?

Pengaruh Kuat Manajer Legendaris

Tanah Inggris memang sudah dikenal sebagai tanah para manajer pembentuk dinasti. Lihat saja bagaimana Bill Shankly, Matt Busby, dan tentunya Ferguson, membangun dinasti mereka di klub-klub Inggris. Mereka membangun klub dari titik terendah sampai klub yang dia bangun menjadi sebuah kekuatan sepakbola di dunia. Kita tentunya tahu bagaimana Busby membangun tim MU yang sempat mengalami goncangan hebat setelah tragedi Muenchen 1958 sampai menjadi juara Eropa. Kita juga paham bagaimana Shankly membangun Liverpool yang acak adut di tahun 1959 menjadi tim yang disegani di Inggris dan Eropa di kisaran tahun 1970an. Semua itu merupakan buah dari kemampuan para manajer legenda itu dalam membangun klub yang mereka arsiteki.

Hal seperti itulah yang sekarang jarang dilakukan oleh klub-klub Inggris, ataupun klub-klub luar Inggris yang lebih mengutamakan kekuatan finansial, seperti yang dilakukan oleh Manchester City dan Chelsea. Dengan kekuatan dana yang berlimpah, sebuah klub mampu memboyong pemain dan manajer berkualitas dan akhirnya klub itu menjadi kuat secara instan. Meski banyak yang mencibir, toh memang tidak diharamkan jika sebuah klub ingin meraih prestasi dalam jangka panjang. Tapi, kesuksesan seperti itu biasanya hanya sementara, dan tak akan berlangsung lama.

Kesuksesan yang dapat bertahan dalam jangka waktu lama membutuhkan proses yang lama pula. Mengumpulkan para pemain binaan sendiri, saling menyatukan komitmen untuk klub, pemahaman yang dibentuk selama bertahun-tahun, ditambah dengan hanya membeli satu dua pemain yang dapat memberikan pengaruh baik di klub, membutuhkan waktu yang lama dan tidak sebentar. Itulah yang dilakukan oleh Busby dan Ferguson. Mereka tidak langsung membeli pemain bintang. Mereka cukup memakai pemain binaan sendiri, diolah sedemikian rupa agar kemampuan fisik, skill sepakbola, dan mentalnya menjadi kuat, ditambah dengan pembelian satu dua pemain yang dapat memberikan pengaruh baik. Hasilnya? Meski sempat seloyongan di awal, tapi, dalam kisaran lima sampai enam tahun kemudian, prestasi pun berdatangan dan akhirnya tanpa disadari, MU pun menjadi klub yang terbiasa akan prestasi. Ini semua tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu yang pendek seperti halnya yang dilakukan klub dengan kekuatan finansial yang mapan.

Hanya saja, pertanyaan pun muncul ke permukaan. Seperti halnya MU yang kelimpungan setelah ditinggal Busby dahulu, sekarang akan jadi seperti apa MU setelah Ferguson - sang manajer legenda yang sudah menghuni tahta selama 26 tahun di Old Trafford - lengser dan meninggalkan sejumlah warisan bagi United?

Hilangkan Segala Pengaruh Ferguson

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada orang yang telah mencurahkan seperempat abad lebih dalam hidupnya kepada MU, pengaruh Fergie harus dihilangkan. Seperti yang Liverpool lakukan dahulu ketika Shankly lengser dengan melarangnya untuk berada di Anfield ketika Liverpool berlatih dan bermain, United pun bisa mencoba hal ini kepada Ferguson. Singkirkanlah dia secara "halus" dengan tidak mengizinkan dia untuk datang ataupun menonton pertandingan MU, agar pengaruhnya di Old Trafford semakin lama semakin memudar.

Tanpa disadari, mungkin, salah satu alasan kenapa Moyes dan van Gaal, atau mungkin manajer-manajer MU nantinya tidak bisa memaksimalkan kemampuan yang mereka miliki adalah karena mereka seperti seolah berada di bawah bayang-bayang Ferguson yang menonton di stadion dan memerhatikan mereka. Moyes dan van Gaal tidak bisa menerapkan apa yang mereka ingin lakukan di MU karena secara tidak terlihat, sebenarnya kehadiran Opa Fergie di lapangan menimbulkan sebuah bayang-bayang yang mungkin akan menjadi sebuah tekanan bagi manajer MU sekarang ini atau kelak nanti.

Jadi, mulai sekarang, MU harus mulai move on dari Ferguson. Lepaskan ikatan dengan Fergie yang mungkin bisa membuat manajer MU yang sekarang menjadi tertekan. Biarkan manajer-manajer MU selepas masa Ferguson ini, menciptakan sejarahnya sendiri, seperti halnya Fergie yang mampu melepaskan tekanan dari bayang-bayang Matt Busby. Mungkin, ini bisa menjadi salah satu cara agar MU kembali menjadi tim yang disegani di Inggris, Eropa, atau bahkan dunia.

Satukan Visi dengan Para Warisan Ferguson

Di skuad MU sekarang ini, pasti banyak di antara mereka yang merupakan pemain warisan Opa yang pernah merasakan bagaimana rasanya bekerja dengan Opa. Manajer baru setelah Ferguson, van Gaal dan Moyes tidak dihitung karena mereka telah gagal, harus bisa menyatukan visi dengan para warisan Ferguson ini. Mereka harus diberikan pengertian bahwa MU harus dibawa ke arah yang baru, dimana MU yang baru ini harus bisa melepaskan dirinya dari Ferguson dan bayang-bayangnya.

Meski memang di dalamnya masih ada Class of 92 yang merupakan hasil gubahan Fergie, manajer yang baru nanti harus bisa menawarkan sebuah model United yang baru, dan meyakinkan para warisan dan gubahan Opa ini untuk ikut bersama model United baru yang ditawarkan. Inilah yang dilakukan Kenny Dalglish ketika dia berhasil membuktikan model Liverpool yang baru, selepas model lama dari model Shankly, Bob Paisley, dan Joe Fagan, meraih prestasi dan menjadi Liverpool model Dalglish.

Saatnya bagi MU untuk berubah, dan Fergie, dengan segala respek, harus menjauh dari tim, demi kebaikan MU.

(sf)

(pik)

foto: guardian.co.uk

Komentar